Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mas Wuri
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Mas Wuri adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Tradisi Sasapton: Pertunjukan dan Praktik Diplomasi Kultural Banten

Kompas.com - 15/12/2022, 18:24 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Tradisi Sasapton, Mengungkap Diplomasi Kultural Masa Keemasan Banten"

Cerita tentang sejarah Kesultanan Banteng memang begitu panjang. Pada abad 16-17 M, Banten merupakan kerajaan penguasa maritim di wilayah nusantara bagian barat.

Kesultanan Banten pada waktu itu adalah wilayah pemerintahan Islam yang dikenal sebagai kota kyai, santri, dan jawara.

Soal wilayah Banten yang dikenal sebagai kota jawara, banyak orang menghubungkannya dengan keberadaan jagoan-jagoan yang dipercaya memiliki kesaktian, kemagisan, kewibawaan, kharisma, dan sebagainya.

Barangkali alasan itulah yang membuat kota Banten juga identik dengan sebuah kesenian bernama debus, yakni sebuah tradisi olah batin serta jiwa yang dilakoni masyarakat Banten dan kini menjadi sebuah pertunjukan olah kanuragan.

Banten juga memiliki warisan budaya berupa benda, seperti Keraton Surosowan, Benteng Spelwijk, Keraton Kaibon, Masjid Agung Banten, Vihara Avalokiteswara, Menara Pecinan, Meriam Ki Amuk, Situs Megalitik Pulosari di Banten Girang, dan sebagainya yang sampai masa kini masih bisa kita saksikan.

Selain debus dan julukan kota jawara yang sudah familiar, Banten juga memiliki satu tradisi khas yang mungkin banyak belum diketahui orang, yakni tradisi Sasapton.

Sasapton adalah suatu permainan atau olahraga ketangkasan menggunakan kuda di masa Kesultanan Banten yang digelar setiap hari Sabtu.

Maka tak heran jika orang awam yang pertama kali mendengar istilah Sasapton ini akan langsung yang menghubungkannya dengan hari Sabtu.

Namun sayangnya, tak banyak catatan sejarah soal tradisi Sasapton yang bisa ditemukan. Bahkan di antara sedikit catatan yang bisa ditemukan itu, gambaran soal Sasapton hanya berupa pengulangan dari catatan-catatan yang sudah ada lebih dulu.

Padahal, tradisi Sasapton ini mulai lahir pada masa kejayaan Kesultanan Banten di abad 16-17 M. Oleh karenanya, pasti akan terdapat nilai-nilai yang berharga dari tradisi Sasapton ini.

Tradisi Sasapton: Diplomasi Politik Soft Power ala Kesultanan Banten

Tradisi Sasapton rutin digelar setiap hari Sabtu di alun-alun Kutaraja. Tak hanya melibatkan kaum bangsawan kesultanan, masyarakat biasa pun juga terlibat dalam tradisi Sasapton ini.

Di balik pelaksanaannya, Sasapton ini bukan hanya soal menunjukan ketangkasan berkuda, melainkan juga ada nilai-nilai falsafah dan budaya lokal tentang bagaimana diplomasi kebanggsaan pada masa Kesultanan Banten.

Seorang Budayawan Banten, Abah Yadi, dalam sebuah wawancara menjelaskan bahwa Sasapton adalah tentang pertunjukan apapun, seperti bermain kuda, bermain pedang, dan lainnya. Bahkan, terdapat pula pentas tari-tarian dan sandiwara yang diceritakan dalam sejarah lisan dan manuskrip.

“Dalam permainan itu bahkan melibatkan para saudagar mancanegara yang bermukim di Banten, seperti saudagar Tionghoa, Arab, India bahkan Eropa dan tampil di tengah hiburan masyarakat itu,” jelas Abah Yadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Kata Netizen
Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com