Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henri S. Sasmita
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama H. S . Sasmita adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Alasan Fenomena Flexing di Media Sosial Marak Terjadi

Kompas.com - 04/05/2023, 17:50 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Fenomena flexing atau perilaku pamer semakin marak terjadi di media sosial belakangan ini. Tidak melulu soal memamerkan harta kekayaan, mengagumi kesuksesan secara berlebihan juga termasuk flexing.

Flexing atau pamer sebenarnya sudah populer beberapa tahun yang lalu, hanya saja bentuk perilaku pamer saat ini sangat mencolok karena pelakunya bukan hanya dari golongan pengusaha saja namun juga dari pegawai pemerintahan bahkan masyarakat biasa yang mendadak jadi kaya.

Meski flexing atau pamer sering sering dipandang negatif. Lantas, mengapa masih ada orang melakukan flexing terlebih di media sosial?

Bagi orang yang suka flexing percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka akan diterima dalam pergaulan jika mereka termasuk ke dalam kelompok remaja. Sedangkan, bagi orang kaya baru, flexing dilakukan untuk mencari pengakuan dan perhatian dari orang lain.

Orang-orang tersebut ingin membuktikan bahwa mereka berhasil meraih pencapaiannya serta kemampuannya. Dan, ada juga yang pamer untuk menciptakan kecemburuan, iri hati, serta emosi negatif lainnya pada orang lain.

Media Sosial Menjadi Wadah Flexing

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa menjadi kaya dan terkenal adalah prioritas utama generasi saat ini. Media sosial telah banyak memberikan ide yang salah bahwa gaya hidup seperti itu mudah dicapai dengan mudah hanya dalam waktu sekejap.

Pada kenyataannya, sebagian besar uang atau kekayaan yang ditampilkan di media sosial sebenarnya bukan milik pribadi dari orang yang mempostingnya.

Bisa saja milik dari orang tuanya, milik suaminya, atau saudaranya yang mempunyai jabatan di sebuah institusi pemerintahan, mungkin juga uang dari hasil kejahatan investasi bodong.

Sebagian masyarakat lupa bahwa media sosial adalah realitas yang dipamerkan. Misalnya, mobil, rumah besar dan barang berharga, bahkan kunjungan wisata keluar negeri yang dipamerkan oleh orang yang mempostingnya bisa jadi sebenarnya adalah milik rumah majikannya atau bahkan hasil dari manipulasi olah digital.

Banyak hal yang didapat dari perilaku flexing, seperti dengan mendapatkan follower jadi menumbuhkan rasa percaya diri, gengsi, dan lain-lain.

Flexing adalah bentuk gambaran untuk membuktikan bahwa seseorang itu mampu, jika tidak ada bentuk dari flexing, orang tersebut dianggap tidak mampu atau bohong. Pikiran seperti ini banyak berkembang di masyarakat luas, seperti istilah “No Picture Hoax”.

Banyak orang senang mengungkapkan tentang kehidupan mereka secara online. Mereka suka menggambarkan bahwa kehidupannya seakan-akan harmonis dan bahagia. Padahal kenyataannya sama sekali tidak demikian.

Banyak orang diberkahi dengan kehidupan yang baik tanpa peduli pada eksistensi di media sosial maupun di dunia yang sebenarnya. Mereka benar-benar tidak perlu memasang foto setiap kali pergi ke restoran mewah atau menunjukan koleksi barang-barang mewahnya atau sedang mengendarai mobil mewah di sosial media.

Media sosial memungkinkan siapa saja menjadi siapa saja, bahkan bisa menjadi pengguna yang berbeda dari sebenarnya bahkan bertolak belakang dengan kenyataan.

Kita memiliki sesuatu untuk dipamerkan, manusia juga ingin digambarkan menarik dan ingin terlihat mampu, cerdas, serta populer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com