
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ternyata benar, saya menemukannya. Daripada beli baru yang harus satu paket, lebih baik hanya mengganti sparepart yang rusak saja. Setelah mencocokan tipe barang, saya masih bertanya lewat chat kepada admin toko online untuk meyakinkan diri.
Sama dengan kasus yang pertama di atas, penjual terkesan judes dan seperti berusaha membuat calon pembeli untuk tidak bertanya lebih lanjut. Ditambah ancaman barang tidak dapat dikembalikan dan tidak menjual barang palsu. Jadi harap pastikan tipenya benar.
Setelah meyakinkan diri tipenya memang benar, maka saya memutuskan membeli juga. Dan ternyata, barang itu tidak dapat dipakai karena sama sekali berbeda dengan tipe barang yang saya butuhkan.
Untung langsung dibuka saat sampai sehingga saya dapat langsung mengirimkannya kembali untuk dikembalikan, dengan menunjukan foto perbandingan bentuk barang yang lama (asli) dengan yang baru saja dibeli. Ternyata marketplace menyetujui pengembalian barang tersebut.
Penjual marah-marah. Namun saya balik bertanya, "Emangnya untuk tipe ini ada berapa macam bentuk barangnya?"
Tetapi penjual tidak menjawab lagi. Padahal barang itu cuma merk lokal yang harganya tidak seberapa dibandingkan barang-barang mewah yang sering "di-KW-kan".
Kok bisa terang-terangan di marketplace yang diakses secara publik ada barang asli tapi palsu (aspal)?
Terlepas dari harga, kualitas (baik atau buruk) yang ditawarkan, merk terkenal atau bukan, bukankah itu sebuah pelanggaran hukum? Bagaimanakah tanggung jawab marketplace dalam hal ini?
Ternyata setelah saya cari tahu, untuk barang-barang KW, harus ada yang melaporkan dulu, yaitu pihak yang dirugikan. Kalau begitu, yang sudah pasti dirugikan adalah pemilik brand asli.
Sementara pembeli, bisa dirugikan bisa tidak. Kebanyakan pembeli sepertinya tidak akan keberatan dengan barang KW jika harganya murah, apalagi kualitasnya juga ok.
Mungkin pembeli baru akan komplain jika kualitas barang kurang berkenan dan merasa rugi sudah membayar sejumlah tertentu untuk barang tersebut. Atau bisa juga ketika pembeli dirugikan karena terkena efek membahayakan. Misalnya membeli madu yang diklaim madu asli, ternyata palsu dan akibatnya keracunan.
Selain itu, di Indonesia, selama tidak ada pihak yang menuntut secara resmi atas penjualan barang KW tersebut, maka membeli atau memiliki barang KW tidak merupakan pelanggaran hukum.
Tetapi, untuk kasus barang-barang yang bukan konsumsi pangan, seharusnya penjual juga tidak boleh mengakui barang itu sebagai barang asli, meski kemungkinan efek samping seperti keracunan dan sejenisnya kecil kemungkinan terjadi.
Kalau memang KW mengapa tidak terus terang. Mengapa harus ngotot barangnya asli. Asli sih, tetapi merknya nebeng merk milik orang lain.
Mengapa pula harus judes terhadap pembeli. Bukankah berjualan online sama saja dengan berjualan tatap muka.