
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Hari itu merupakan hari pertama masuk sekolah. Ada semangat baru yang menggebu dari tiap siswa.
Sekolah kembali ramai. Siswa baru masuk pada momen pekan perkenalan alias MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Ini merupakan momen yang mana guru, teman baru, dan rutinitas yang berbeda dari jenjang sebelumnya.
Akan tetapi, perlukah semua perlengkapan sekolah baru? Tas baru, sepatu baru, seragam baru, hingga alat tulis baru dengan desain kekinian.
Seolah menjadi tradisi bahwa hari pertama sekolah kerap identik dengan yang baru-baru. Bahkan, ada anak yang malu jika perlengkapan sekolahnya adalah 'warisan' atau sudah usang.
Pertanyaannya, apakah setiap Tahun Ajaran Baru memang harus serba baru? Apakah nilai anak akan berkurang jika tas dan sepatunya adalah peninggalan dari sang kakak?
Nah, sebagian besar orangtua saat ini sedang menghadapi tantangan ekonomi pasca pandemi, inflasi, dan kebutuhan hidup yang terus meningkat dan harga-harga yang kian melambung.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa pengeluaran pendidikan menjadi salah satu beban utama rumah tangga yang terkena inflasi.
Inflasi kelompok pendidikan tercatat terjadi di setiap Juli dan Agustus dalam lima tahun terakhir. Itu bertepatan dengan tahun ajaran baru.
Ini seharusnya menjadi perhatian bahwa ekspektasi berlebihan terhadap "yang baru" bisa menambah beban ekonomi keluarga. terutama mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Maka, bijaklah dalam membelanjakan uang.
Inilah saat yang tepat untuk melakukan edukasi bukan hanya kepada anak-anak tetapi juga kepada orangtua. bahwa makna kembali ke sekolah tidak terletak pada barang-barang baru.
Namun, hal utama dari masuk sekolah adalah semangat belajar yang menyala. Semangat untuk menyerap ilmu, membangun karakter, dan berproses menjadi pribadi yang tangguh.
Mendidik anak untuk tidak memaksakan harus memiliki perlengkapan baru adalah bentuk pendidikan karakter sejak dini. Ini tentang mengajarkan nilai bersyukur dan bijak dalam menyikapi situasi.
Apa yang Bisa Dilakukan Orangtua?
Orangtua harus percaya bahwa anak tidak akan kehilangan semangat hanya karena menggunakan tas atau sepatu lama. Bahkan, justru ini bisa menjadi momen pembelajaran moral yang luar biasa.
Bayangkan anak yang sejak kecil sudah terbiasa berpikir bahwa semua hal bisa didapat dengan mudah. Maka di kemudian hari saat kenyataan tak sesuai harapan, ia bisa frustasi.
Sebaliknya, anak yang tumbuh dengan kesadaran bahwa hidup tak selalu mulus maka akan memiliki daya tahan dan empati yang tinggi.
Orangtua juga bisa menggunakan momentum awal masuk sekolah sebagai sarana diskusi ringan tentang kondisi keuangan keluarga.
Ajak anak berdiskusi. misalnya, "kalau uangnya hanya cukup untuk satu barang saja, kamu pilih yang mana yang paling dibutuhkan?"