
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Hal sederhana ini bisa melatih anak untuk menentukan prioritas dan berpikir kritis sejak dini.
Tidak ada salahnya juga membuat kesepakatan keluarga. Misalnya, anak boleh mendapatkan barang baru jika mencapai prestasi tertentu. Dengan begitu, anak belajar tentang usaha, doa dan hasil.
Anak yang terbiasa mendapat hadiah atas jerih payah akan tumbuh menjadi pribadi yang menghargai proses.
Sebaliknya, anak yang selalu mendapatkan sesuatu tanpa perjuangan maka rentan tumbuh menjadi pribadi yang mudah menyerah dan tak tahan banting.
Dalam pendidikan, nilai tertinggi bukan pada rapor tapi pada karakter. Dan karakter dibangun sejak dini melalui kebiasaan-kebiasaan kecil yang konsisten dalam lingkup keluarga.
Barang Baru Tak Pengaruhi Nilai Guru
Sebagai guru pun punya peran penting. Bukan hanya MPLS yang harus menjadi perhatian. tapi juga bagaimana membangun komunikasi positif dengan orangtua.
Guru bisa menyampaikan secara terbuka bahwa tidak ada keharusan untuk membeli perlengkapan baru. Fungsi adalah yang utama, bukan penampilan.
Bahkan untuk buku tulis. jika yang lama masih banyak lembar kosong dan layak maka kenapa harus dibuang dan membeli yang baru? Hemat dan bijak itu keren!
Saya sendiri sebagai guru selalu menyampaikan kepada wali murid melalui grup WhatsApp bahwa buku tahun lalu boleh digunakan kembali jika masih bisa dimanfaatkan.
Dan saya melihat anak-anak sudah mulai tidak mempermasalahkan itu. Pasti mereka merasa bangga ketika tahu bahwa dengan tidak membeli buku baru maka mereka bisa membantu orangtuanya.
Momen ini bisa dimanfaatkan untuk memperkenalkan konsep hidup sederhana tapi bermakna sejalan dengan konsep Mindfull Learning dan Meaningful Learning dalam pendekatan Deep Learning. Siswa zaman sekarang harus diajarkan makna dari rasa syukur yang dimiliki.
Guru atau sekolah juga bisa berinisiatif membuat gerakan atau sebuah kampanye untuk mendukung gaya hidup hemat dan berkelanjutan.
Ini juga sejalan dengan kampanye ramah lingkungan. Menggunakan ulang barang yang masih layak pakai adalah bagian dari upaya mengurangi sampah dan emisi karbon.
Tahukah Anda? Menurut laporan acs.org, setiap tahun ada jutaan ton sampah tekstil yang dibuang ke lingkungan. termasuk dari seragam dan sepatu sekolah.
Maka, keputusan untuk memakai kembali barang lama bukan hanya keputusan ekonomi. tetapi juga keputusan ekologis yang mulia.
Orangtua yang ingin berdonasi atau berbagi perlengkapan sekolah bisa juga menyalurkan kepada anak-anak yang tidak mampu bisa. Dari situlah tumbuh semangat solidaritas, empati, dan kebersamaan. Bahwa sekolah bukan tempat ajang pamer barang tapi ruang bertumbuh bersama.
Guru juga perlu menyampaikan bahwa nilai siswa tidak diukur dari mahalnya sepatu atau buku tulis yang semua baru. Melainkan dari sikap dan semangat belajar para siswa.