
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Di sinilah pentingnya menerapkan prinsip keadilan intergenerasional, konsep yang dalam ilmu ekonomi keluarga berarti membagi sumber daya secara seimbang antar generasi, bukan hanya untuk generasi sebelum kita (orang tua), tapi juga generasi setelah kita (anak-anak).
Bicarakan dengan pasangan tentang batas kemampuan. Sampai seberapa jauh mau membantu? Kalau ada darurat, dana dari mana yang diambil duluan? Kapan perlu bilang "maaf, bulan ini nggak bisa bantu sebanyak biasanya?"
Komunikasi yang jujur bisa mencegah bom waktu dalam rumah tangga.
4. Siapkan Dana Untuk Masa Depan Agar Anak Tidak Jadi Sandwich Berikutnya
Hal yang sering terlupakan oleh keluarga sandwich adalah merencanakan proteksi dan dana pensiun untuk diri sendiri, agar anak-anak tidak perlu mengulangi siklus hidup yang sama.
Ini penting karena tanpa persiapan, ketika kita tua nanti, beban finansial akan kembali diwariskan ke generasi berikutnya. Setiap individu seharusnya menabung di masa produktif agar saat pensiun tetap bisa hidup layak tanpa bergantung pada anak.
Sayangnya, keluarga sandwich sering terjebak dalam pola "habis untuk kebutuhan sekarang" tanpa menyisihkan untuk masa depan.
Padahal, dengan menyisihkan dana untuk asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dana pensiun, dan dana pendidikan anak, kita sedang membangun "rem" agar siklus keterjepitan finansial tidak terus berulang.
Ini bukan egois, tapi bagian dari tanggung jawab jangka panjang, demi memutus mata rantai sandwich generation di keluarga sendiri.
5. Jangan Lupa Me Time Finansial
Kalau semua uang hanya untuk bayar tagihan, bantu orang tua, dan urus kebutuhan anak, kapan waktunya kita menikmati hidup?
Inilah mengapa penting bagi keluarga sandwich untuk menyediakan "uang gue" atau personal allowance bagi masing-masing pasangan.
Walaupun terdengar sepele, alokasi dana untuk kebutuhan pribadi ini justru krusial untuk menjaga kesehatan mental dan menghindari burnout finansial.
Dalam teori psikologi kebutuhan manusia ala Abraham Maslow, setelah kebutuhan dasar terpenuhi, manusia butuh aktualisasi diri dan kebahagiaan personal.
Nah, "uang gue" adalah bagian dari itu, bukan sekadar hura-hura, tapi bentuk kontrol atas hidup sendiri di tengah tekanan ekonomi.
Self-reward sederhana seperti beli kopi favorit, skincare, buku, atau menyalurkan hobi bisa membuat kita merasa tetap berharga dan punya ruang untuk diri sendiri.
Dengan begitu, perjuangan sebagai keluarga sandwich tetap terasa lebih ringan dan manusiawi.
Tidak Perlu Saling Menyalahkan
Setiap keluarga punya medan perjuangannya sendiri. Keluarga sandwich bukan berarti keluarga gagal, tapi keluarga yang sedang berjuang lebih keras karena beban yang lebih banyak.
Mau pakai sistem uang suami-istri yang terpisah? Bisa. Mau pakai sistem uang gabung? Bisa juga.
Yang paling penting adalah bicarakan secara terbuka, saling percaya, dan sadar posisi.
Kita mungkin tidak bisa selalu hidup ideal seperti teori buku-buku finansial. Tapi dengan komunikasi dan pengelolaan yang sehat, kita bisa tetap berjalan bareng, tanpa saling menyakiti.
Karena pada akhirnya, bukan soal uang siapa, tapi soal bagaimana kita menghadapi hidup yang penuh tantangan ini bersama-sama. Betul begitu, say?***
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Teori Uang Suami-Istri Kalah Sama Realita Hidup Keluarga Sandwich"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang