
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Saya sendiri menerapkan metode ini di halaman rumah. Air hujan tidak saya alirkan ke parit depan, tetapi dibiarkan meresap melalui joglangan.
Genangan hanya bertahan sebentar sebelum hilang terserap tanah. Cara ini ternyata juga pernah dilakukan ayah saya di masa lalu, bahkan sekaligus dijadikan tempat menimbun sampah daun.
Tak heran, dulu air sumur lebih cetek, bahkan pernah hingga “peres” (setinggi permukaan tanah).
Kini kondisi itu sulit ditemui lagi. Alih-alih resapan, kita lebih sering mendapati halaman dan jalan yang tertutup beton, sehingga air hujan justru berubah menjadi banjir, sementara air tanah makin dalam.
Menjaga Air untuk Generasi Mendatang
Perubahan tata kota, alih fungsi lahan, serta perubahan iklim membuat ancaman krisis air semakin nyata.
Ironisnya, banyak dari kita merasa aman-aman saja, seolah air tanah akan selalu tersedia.
Padahal, kenyataan berbicara sebaliknya: saat musim hujan, banjir mudah datang, sementara saat kemarau, kekeringan meluas.
Saya sendiri pernah merasakan betapa beratnya hidup tanpa ketersediaan air yang memadai.
Pada kemarau panjang 2014–2015, saya harus membeli air hingga 1.000 liter setiap tiga hari sekali, dengan biaya sekitar Rp50.000.
Dalam sebulan, pengeluaran untuk air bisa mencapai Rp500.000—belum termasuk biaya listrik untuk memompa air ke tandon.
Dari pengalaman itu, saya semakin yakin bahwa langkah kecil seperti membuat joglangan perlu dilakukan bersama. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk keberlanjutan air bagi masyarakat luas.
Dari Joglangan, untuk Masa Depan
Membuat joglangan tidak membutuhkan teknologi rumit. Hanya perlu niat dan kepedulian.
Lubang sederhana di halaman rumah bisa menjadi investasi jangka panjang untuk menjaga ketersediaan air tanah.
Dengan memanen air hujan melalui joglangan, kita tidak hanya membantu mengurangi risiko banjir, tetapi juga memastikan cadangan air tanah tetap terjaga.
Ini adalah bentuk ikhtiar kecil yang bisa kita mulai hari ini, agar anak cucu di masa depan tidak perlu lagi mengalami kesulitan yang pernah saya rasakan ketika harus ngangsu setiap sore.
Air adalah anugerah, sekaligus tanggung jawab. Dari halaman rumah kita di Metro, mari bersama-sama menjaga keberlanjutan air bersih—karena masa depan yang merdeka dari krisis air dimulai dari langkah kecil hari ini.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Joglangan, Solusi Merdeka Krisis Air Bersih"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang