
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Relasi guru dan siswa kini lebih cair, bahkan kadang tanpa batas. Teguran keras yang dulu dianggap wajar, kini bisa berujung laporan. Sebaliknya, guru yang terlalu lembut dituding tidak punya wibawa.
Kondisi ini membuat banyak guru berjalan di atas garis tipis — mencoba menegakkan disiplin sambil menahan diri dari kesalahpahaman.
Satu gestur bisa disalahartikan, satu kalimat bisa dipotong lalu menyebar di dunia maya tanpa konteks.
Krisis Kepercayaan di Sekolah
Kasus SMAN 1 Cimarga di Lebak, Banten, menjadi contoh nyata. Aksi mogok 630 siswanya bukan sekadar bentuk protes, tapi cermin dari krisis komunikasi dan kepercayaan antara sekolah dan murid.
Remaja masa kini hidup di dunia yang sangat visual dan reaktif. Mereka lebih percaya pada video pendek di media sosial daripada klarifikasi resmi.
Saat sekolah gagal menjelaskan dengan cepat dan terbuka, ruang kosong itu diisi oleh rumor dan emosi.
Konflik seperti ini menunjukkan bahwa masalah di sekolah modern tak lagi sebatas urusan disiplin. Ini tentang bagaimana otoritas beradaptasi menghadapi publik digital.
Peran Orangtua di Tengah Kebingungan
Di tengah situasi sensitif seperti ini, orangtua memegang peran penting. Banyak kasus membesar bukan karena kekerasannya berat, tapi karena emosi yang lebih cepat menyebar dibanding dialog.
Sebelum membawa masalah ke media sosial atau ranah hukum, orangtua sebaiknya mendengar dua sisi cerita.
Sekolah pun perlu membuka diri, menjadi ruang diskusi, bukan benteng yang defensif. Di situlah disiplin bisa tumbuh — bukan dari rasa takut, tapi dari saling percaya.
Menegakkan Disiplin dengan Empati
Bisakah sekolah menegakkan disiplin tanpa kekerasan? Bisa, asal mau berubah. Perubahan itu dimulai dari cara berbicara, cara mendengarkan, dan cara memahami.
Kini, banyak guru belajar menahan nada suara, memilih kata dengan hati-hati. Bukan karena takut viral, tetapi karena sadar: kata-kata bisa membekas lebih lama daripada hukuman fisik.