Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Veronika Gultom
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Veronika Gultom adalah seorang yang berprofesi sebagai Konsultan. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ini Cara Deteksi Barang KW di Marketplace

Kompas.com - 26/06/2025, 18:50 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Gambarnya bagus, barangnya mulus, tapi kok harganya bisa semurah itu? "Ini ori, min?" tanya saya pada admin di marketplace.

Dengan nada "tegas" tapi terasa kurang enak, orang di sebelah sana menjawab,"Kami tidak menjual barang palsu!"

Hanya saja, barang serupa dengan merk yang sama, di toko fisiknya yang pernah saya lihat, harganya berlipat-lipat daripada harga di toko online ini.

Saya pikir, mungkin mereka membeli dari toko aslinya dalam jumlah banyak. Karena memang toko itu menawarkan harga lebih murah untuk pembelian dalam jumlah tertentu. Atau mungkin barang produksi asli yang cacat?

Saya cek lagi review barang dan toko mulai dari bintang 1 sampai 3. Kalau bintang 4 dan 5, rasanya tidak perlu saya cek, karena itu berarti review "bagus". Secara persentase reviewnya memang ok dari sekian banyak barang yang terjual.

Ketika ditanya, adminnya kurang ramah dan seperti pasang tameng, padahal tidak diserang. Juga ada kesan seperti membuat calon pembeli enggan melanjutkan bertanya.

Padahal, sebagai pembeli, saya hanya ingin meyakinkan diri bahwa saya akan membeli barang yang benar.

Akhirnya saya memutuskan membeli barang tersebut karena memang perlu. Apalagi harganya cukup murah dibandingkan harga yang saya lihat di toko.

Ketika barang sampai, barangnya memang mirip dengan yang saya lihat di toko. Tetapi saya tahu, itu bukan barang asli. Sekalipun merk barang terpampang jelas pada barang itu, sama dengan merk aslinya.

Saya pun memberikan komentar pada toko mereka dan menyatakan barang bukan asli walau nyaris sama persis. Dan jawabannya adalah, "Kalau yang asli, mana ada harga segini?!"

Iseng saya cek lagi deskripsinya: ternyata mereka memasang tulisan "101% asli". Berarti bukan asli, karena kalau asli hanya 100% saja. Tidak lebih tidak kurang.

Lain waktu, di marketplace yang lain, saya membeli sebuah barang yang disebut-sebut bermerk "ABCD".

Ketika brand itu saya googling, ternyata brand itu tidak dijual di Indonesia. Tapi koq bisa ada di marketplace? Secara gambar dan deskripsi juga sama.

Ketika barang sampai, ternyata barangnya memang mirip tetapi tidak ada label merk yang disebutkan dalam deskripsi. Padahal katanya merknya ABCD. Ketika saya konfirmasi kepada penjual, mereka tidak menjawab.  

Baru-baru ini, saya juga mencari sparepart alat rumah tangga, karena sparepart lama rusak. Konon katanya di marketplace segala ada.

Ternyata benar, saya menemukannya. Daripada beli baru yang harus satu paket, lebih baik hanya mengganti sparepart yang rusak saja. Setelah mencocokan tipe barang, saya masih bertanya lewat chat kepada admin toko online untuk meyakinkan diri.

Sama dengan kasus yang pertama di atas, penjual terkesan judes dan seperti berusaha membuat calon pembeli untuk tidak bertanya lebih lanjut. Ditambah ancaman barang tidak dapat dikembalikan dan tidak menjual barang palsu. Jadi harap pastikan tipenya benar.

Setelah meyakinkan diri tipenya memang benar, maka saya memutuskan membeli juga. Dan ternyata, barang itu tidak dapat dipakai karena sama sekali berbeda dengan tipe barang yang saya butuhkan.

Untung langsung dibuka saat sampai sehingga saya dapat langsung mengirimkannya kembali untuk dikembalikan, dengan menunjukan foto perbandingan bentuk barang yang lama (asli) dengan yang baru saja dibeli. Ternyata marketplace menyetujui pengembalian barang tersebut.

Penjual marah-marah. Namun saya balik bertanya, "Emangnya untuk tipe ini ada berapa macam bentuk barangnya?"

Tetapi penjual tidak menjawab lagi. Padahal barang itu cuma merk lokal yang harganya tidak seberapa dibandingkan barang-barang mewah yang sering "di-KW-kan". 

Kok bisa terang-terangan di marketplace yang diakses secara publik ada barang asli tapi palsu (aspal)?

Terlepas dari harga, kualitas (baik atau buruk) yang ditawarkan, merk terkenal atau bukan, bukankah itu sebuah pelanggaran hukum? Bagaimanakah tanggung jawab marketplace dalam hal ini?

Ternyata setelah saya cari tahu, untuk barang-barang KW, harus ada yang melaporkan dulu, yaitu pihak yang dirugikan. Kalau begitu, yang sudah pasti dirugikan adalah pemilik brand asli.

Sementara pembeli, bisa dirugikan bisa tidak. Kebanyakan pembeli sepertinya tidak akan keberatan dengan barang KW jika harganya murah, apalagi kualitasnya juga ok.

Mungkin pembeli baru akan komplain jika kualitas barang kurang berkenan dan merasa rugi sudah membayar sejumlah tertentu untuk barang tersebut. Atau bisa juga ketika pembeli dirugikan karena terkena efek membahayakan. Misalnya membeli madu yang diklaim madu asli, ternyata palsu dan akibatnya keracunan. 

Selain itu, di Indonesia, selama tidak ada pihak yang menuntut secara resmi atas penjualan barang KW tersebut, maka membeli atau memiliki barang KW tidak merupakan pelanggaran hukum.

Tetapi, untuk kasus barang-barang yang bukan konsumsi pangan, seharusnya penjual juga tidak boleh mengakui barang itu sebagai barang asli, meski kemungkinan efek samping seperti keracunan dan sejenisnya kecil kemungkinan terjadi. 

Kalau memang KW mengapa tidak terus terang. Mengapa harus ngotot barangnya asli. Asli sih, tetapi merknya nebeng merk milik orang lain.

Mengapa pula harus judes terhadap pembeli. Bukankah berjualan online sama saja dengan berjualan tatap muka.

Nampaknya, marketplace juga harus ikut berperan dalam kebohongan seperti itu. Mereka dapat menggunakan AI untuk deteksi awal "kebohongan" semacam itu. 

Minimal dari perbandingan harga yang signifikan seharusnya sistem dapat mencurigai keaslianya. Demikian pula dari deskripsi yang dituliskan. Seperti tulisan 101%, perlu dipertanyakan maksudnya apa.

Memang ada kesalahan pembeli yang sengaja tidak membaca atau memang terlewat, tidak memperhatikan kesalahan semacam itu. Tetapi, alangkah baiknya jika sistem dapat mendeteksi hal-hal seperti itu lebih awal. 

Dalam contoh kasus ketiga yang dipaparkan di atas, mungkin sistem dapat mendeteksi kebohongan berdasarkan informasi bahwa merk tersebut tidak menjual sparepart secara ketengan. Jadi, mengapa ada penjual yang menjual sparepart merk tersebut secara ketengan? 

Dari chat antara pembeli dan penjual, sistem juga dapat mendeteksi sesuatu. Jika belum apa-apa pedagang seperti pasang tameng padahal pertanyaannya tidak menyerang, berarti perlu dicurigai ada indikasi sesuatu yang ditutupi.

Bukankah berjualan online juga sebenarnya sama saja dengan berjualan tatap muka? Pedagang tentunya harus sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan pembeli.

Penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang sama dan kedua pihak ini memiliki kebutuhan.

Penjual membutuhkan jualannya laku, pembeli membutuhkan barang tersebut. Yang terjadi adalah pertukaran uang dan barang diantara mereka. Bukan memberi atau meminta barang secara gratis, sehingga salah satu pihak berhak berlaku "kasar" terhadap pihak lain.  

Jika ternyata barang-barang yang dalam list toko lolos deteksi awal ini, maka selanjutnya tanggung jawab toko untuk mengirimkan barang sesuai deskripsi yang diberikan. Jika tidak, itu adalah tanggung jawab tokonya. 

Namun  demikian, marketplace juga harus mempertimbangkan komplain dan review pembeli.

Jika ternyata barang yang dikirim tidak sesuai dengan deskripsi yang disebutkan, dan terindikasi penipuan barang KW yang diakui sebagai barang asli dari suatu merk, maka sebaiknya ada sangsi terhadap toko tersebut. 

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Deteksi Barang Dagangan KW di Marketplace"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau