Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ragu Theodolfi
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Melihat Perjalanan Orkes Melayu dari Pulau Timor lewat "Merekam Kota"

Kompas.com - 11/12/2022, 16:51 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Merekam Kota: Orkes Melayu dari Pulau Timor"

"Setiap hari adalah masa lalu, yang tercipta untuk masa depan" (Armi Radja Djawa)

Perjalananku menyusuri kota untuk mendapatkan bahan tulisan di siang yang panas, berakhir di sebuah bangunan tua. Bangunan tua dengan arsitektur Belanda, persis bersebelahan dengan Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) Kota Kupang.

Sejarah mencatat, bahwa Belanda pernah menjejakkan kakinya di atas Pulau Timor untuk memperkuat kedudukannya di Indonesia.

Gereja GMIT dan juga rumah residen Hindia Belanda, menjadi bagian dari bukti sejarah kehadiran Belanda dengan politik ekonominya untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia bagian timur.

Bangunan tua dengan lima ruangan yang lebar itu, terlihat kokoh dan sangat terawat. Gereja diberi peran untuk turut merawat bangunan tersebut. Langit-langitnya tinggi, dan sirkulasi udara di dalamnya lancar dengan bukaan jendela yang luas.

Rupanya itu hari keberuntunganku. Sekelompok anak muda pencinta sejarah sedang mengadakan pameran yang diberi edisi “Merekam Kota”.

Tampak samping rumah residen Hindia BelandaKompasianer Ragu Theodolfi Tampak samping rumah residen Hindia Belanda

"Generasi yang mengabaikan sejarah tidak memiliki masa lalu dan tidak memiliki masa depan." (Robert A. Heinlein)

Mereka adalah anak-anak muda dengan berbagai kompetensi dan latar belakang, bekerja keras untuk menghadirkan cuplikan sejarah yang direkam dalam foto dan cerita.

Kelompok anak muda yang kreatif ini mengumpulkan berbagai kisah dari tahun 1950-an.

Cerita masa lalu tersebut mereka dapatkan dari album kenangan beberapa keluarga yang masih tersimpan dengan rapi, dari saksi hidup yang diwawancara dan juga dari sumber literasi lainnya yang dapat dipercaya.

Tampilan penggalan kisah Kota Kupang Kompasianer Ragu Theodolfi Tampilan penggalan kisah Kota Kupang

Kisah indah yang nyaris terlupakan ini kemudian dirangkum dalam catatan, rangkaian foto yang dicetak kembali dan dipamerkan ke publik.

Ada kisah romansa yang tertuang dalam kolase foto dan kesan pesan yang terekam. Mulai dari orang Tionghoa di Kota Kupang, yang terdampak peraturan pemerintah pada masa itu dan terpaksa dipulangkan ke Tiongkok. Serta ada pula kisah perjalanan dunia olahraga di Kota Kupang.

Foto-foto etnis Tionghoa pada masa laluKompasianer Ragu Theodolfi Foto-foto etnis Tionghoa pada masa lalu

Cempaka, Sedap Malam, dan Setanggi Timor

Satu hal yang paling menarik perhatianku ialah tentang musik yang hidup pada masa itu.

Faktanya, musik orkes Melayu pernah sangat berkembang di Pulau Timor pada era 50-an. Di atas tanah yang didominasi umat non muslim.

Namun, tidaklah mengherankan. Bila ditilik kembali ke belakang, kehadiran agama Islam di Kota Kupang sudah terjadi sejak tahun 1653, ketika terjadi peperangan antara Belanda dengan Portugis pada abad yang lalu.

Belanda mendatangkan orang Solor, Flores Timur, yang umumnya beragama Islam untuk membantu mereka dalam perang tersebut.

Kolase foto berisi kesan dan pesanKompasianer Ragu Theodolfi Kolase foto berisi kesan dan pesan

Sebagai hadiah atas keberhasilan dalam perang melawan Portugis, Belanda kemudian memberikan wilayah bernama Merdeka, tepatnya di Kupang, Pulau Timor, kepada Atu Laganama sebagai tokoh berpengaruh dan pasukannya.

Namun, karena sebagian dari mereka adalah nelayan, Laganama dan pasukannya memilih wilayah dekat pantai yang kemudian dinamakan Kampung Solor.

Pengaruh Islam di dalamnya terlihat sangat kuat pada aliran musik yang berkembang saat itu. Irama Melayu pun jadi favorit di tengah beragam pilihan musik lainnya seperti keroncong dan folk yang juga merebak pada masa itu.

Orkes Melayu Setanggi TimorDokumentasi Merekam Kota Orkes Melayu Setanggi Timor
Tiga grup Orkes Melayu di Kupang yang malang melintang saat itu adalah grup musik orkes Cempaka dari daerah Airmata, Sedap Malam di Bonipoi yang lebih condong pada musik keroncong, dan yang paling terkenal, Setanggi Timor dari Kampung Solor.

Setanggi Timor, memiliki makna wewangian yang harum dari Pulau Timor. Grup musik ini memiliki anggota yang sangat banyak. Tidak hanya penyanyi dan pemain musik, namun juga penari dan pemain drama.

Persaingan Ketat Grup Musik

Perjalanan ketiga grup musik ini diwarnai persaingan yang ketat. Di tengah maraknya musik keroncong dan folk di Kupang pada masa itu, grup musik ini berusaha memberikan penampilan terbaik mereka. Berusaha menarik penonton yang berjubel.

Tak urung, cara-cara yang dipakainya pun beragam. Memata-matai grup musik lainnya sudah lazim dilakukan. Bila mata-mata kedapatan menjelek-jelekkan grup yang sedang tampil saat itu, akan dihajar saat itu dan diusir dari sana.

Pertunjukan pun akan dihentikan untuk menghindari pergolakan massa yang lebih besar.

Membawakan lagu-lagu yang sedang populer di zamannya seperti Yale-yale, Kudaku Lari Kencang, Hatiku Merasa Senang dan lainnya, grup musik ini sering tampil di acara religi, ulang tahun, sunatan, pernikahan atau acara lainnya.

Alunan musik yang mengalir indah dari petikan gitar, strum bass, biola, gambus, dan rebana, mengiringi tarian Serampang Duabelas dan Tari Piring yang dihadirkan oleh para penari-penari gemulai nan lincah di setiap pertunjukkan mereka.

"Musik tetaplah musik, yang tidak terpenjara oleh apapun. Dia akan hidup ke mana pun hati membawanya" (Theodolfi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Kata Netizen
Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com