
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Hampir setiap tahun di Toraja kerap mengalami hal-hal semacam musim bediding. Cuaca dan suhu dingin yang cukup menusuk kulit dan tulang saat ini seperti yang sedang dirasakan.
Cahaya matahari cukup normal seperti biasa, tetapi hawa dinginnya cukup terasa.
Daerah geografis Toraja yang ada di pegunungan dan sebelumnya sudah dingin kini makin dingin. Ini adalah musim yang biasa setiap tahun.
Hanya saja, beberapa tahun terakhir, musim bediding di Toraja seperti berminggu-minggu dan tak menentu.
Sebagai mana kebiasaan orang Toraja sebagai orang gunung, memakai sarung sebagai penghangat tubuh adalah tradisi turun-temurun. Semua kalangan, dari anak-anak hingga lansia masih menjaga tradisi ini dengan baik.
Mengkalemu' atau membungkus badan dengan sarung adalah kebiasaan kami di wilayah Gandangbatu Sillanan dan Toraja pada umumnya saat menghadapi cuaca dingin.
Peran sarung (sambu'/dodo) hampir sama dengan selimut tebal atau jaket, yakni penghangat badan. Anak-anak pun sangat menggemari bersembunyi dibalik balutan sarung orang tua saat kedinginan.
Sambil mengkalemu', seringkali dilengkapi dengan suguhan kawa (kopi tanpa gula) atau kopi panas.
Semakin ke kampung dan pedalaman, suguhan tuak (minuman alkohol khas Toraja) akan banyak ditemukan dinikmati oleh kelompok-kelompok warga.
Minuman tuak tak bisa dipisahkan dari kehidupan keseharian orang Toraja. Di semua acara dan ritual adat, tuak pasti ada.
Di musim bediding, tuak berfungsi sebagai penghangat tubuh. Mengkalemu', minum kopi atau minum tuak sambil main domino dan bersenda gurau menjadi kegiatan harian penghangat suasana. Terutama oleh pemuda dan bapak-bapak.
Di sisi lain, musim bediding ternyata membawa dampak lain, yakni banyaknya warga terkena demam tiba-tiba. Saya pun mengalami hal yang sama. Dalam seminggu terakhir, saya mengalami demam tinggi. Tiupan angin tiap hari semakin membuata badan saya menggigil.
Ternyata, bukan hanya saya yang menderita demam. Banyak warga Toraja juga mengalami hak yang sama di musim bediding. Ada yang kena flu berat. Mengapa ini bisa terjadi?
Musim bediding adalah fenomena di mana terjadi penurunan suhu udara yang signifikan, terutama pada malam hingga pagi hari, meskipun sedang musim kemarau. Ini biasanya terjadi karena adanya pergerakan angin dari Benua Australia yang sedang musim dingin. Perubahan suhu yang drastis ini dapat membuat banyak orang rentan terhadap demam dan flu.
Perubahan suhu yang ekstrem dan drastis (panas di siang hari, sangat dingin di malam hari) dapat membuat tubuh kesulitan beradaptasi.
Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya tahan atau sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih mudah terserang virus dan bakteri penyebab demam dan flu.
Suhu dingin sangat sesuai untuk perkembangbiakan virus, termasuk virus flu (influenza) dan virus penyebab infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Virus-virus ini dapat bertahan hidup lebih baik dan menyebar lebih cepat pada suhu yang lebih rendah.
Musim bediding seringkali juga menyebabkan udara menjadi lebih kering. Udara kering dapat membuat partikel virus dan mikroorganisme bertahan lebih lama di udara, meningkatkan risiko penularan infeksi melalui udara.
Saat suhu dingin, orang cenderung lebih banyak berkumpul di dalam ruangan. Hal ini mempercepat penyebaran virus dari satu orang ke orang lain, karena jarak kontak lebih dekat dan sirkulasi udara mungkin kurang baik.
Udara dingin dan kering dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, menjadikannya lebih rentan terhadap infeksi. Bagi penderita alergi dingin, gejala seperti pilek, hidung tersumbat, dan bersin-bersin juga bisa memburuk. Bahkan dalam dua hari terakhir, ketika saya meludah, ada jejak darah di air liur. Ternyata, ada iritasi di bagian kerongkongan.
Membuat jamu tradisional dari jahe dan daun serai yang disiram air panas menjadi minuman ternikmat selama saya mengalami fase demam. Beberapa jenis obat seperti tidak mempan melawan demam.
Mengkalemu' dengan balutan sarung tenun khas Simbuang yang tebal selama seminggu membantu pula dalam pemulihan.
Beberapa cara saya lain sebagai saran dari istri pun saya ambil untuk menghadapi musim bediding agar terhindar dari sakit, antara lain:
1. Perbanyak minum air putih, minimal 8 gelas sehari, untuk mencegah dehidrasi dan menjaga kelembaban tubuh.
2. Konsumsi makanan bergizi atau asupan nutrisi seimbang, termasuk buah dan sayuran, untuk mendukung sistem kekebalan tubuh.
3. Tidur yang cukup sangat penting untuk memulihkan tubuh dan meningkatkan produksi antibodi yang melawan infeksi.
4. Mengenakan pakaian tebal, jaket, sarung dan selimut, terutama pada malam hari, untuk menjaga suhu tubuh tetap stabil.
5. Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir untuk mencegah penyebaran virus dan bakteri.
6. Menghindari berada di tempat yang terlalu dingin atau terpapar angin dingin secara langsung jika memungkinkan.
7. Melakukan fisik ringan secara teratur dapat membantu menjaga daya tahan tubuh.
8. Mengonsumsi multivitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Dengan menjaga kesehatan dan menerapkan langkah-langkah pencegahan, risiko terkena demam dan flu selama musim bediding dapat diminimalisir.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Musim Bediding, Tradisi dan Dampaknya bagi Orang Toraja"
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang