Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Kegiatan mengemis atau meminta-minta uang sering dianggap sebagai pekerjaan yang tidak layak. Bahkan kerap dikategorikan sebagai perbuatan yang hina. Jadi, untuk mendapatkan uang, manusia diharapkan untuk bekerja keras bukan mengemis.
Jika ingin berusaha, sejatinya ada banyak sekali cara untuk memperoleh uang, baik dengan menjual barang maupun jasa.
Akan tetapi, di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat dan diiringi dengan semakin maraknya pekerjaan baru yang muncul dewasa ini, tampaknya ada tren baru dalam mengemis, yakni mengemis online.
Fenomena mengemis online ini banyak dipopulerkan di media sosial, terutama di TikTok. Melansir informasi dari KOMPAS.com, konten mengemis online ini beragam, mulai dari live berendam lumpur, hingga mandi lumpur dilakukan sejumlah orang.
Hal yang disayangkan, yang melakukan aksi rendam hingga mandi lumpur ini tak hanya anak muda, melainkan juga lansia.
Namun, di sini saya tak hendak mengomentari tentang baik-buruknya, nilai yang dipegang, fenomena tren baru ini, adanya oknum yang memanfaatkan kesusahan orang lain, dan sebagainya.
Sebagai praktisi kesehatan mental, saya justru melihat adanya mental block yang berhubungan dengan masalah uang.
Ketika seseorang ingin mendapatkan uang, dalam kondisi normal dan memiliki kesadaran penuh, ia akan bekerja keras. Tak peduli apapun profesi dan bidangnya, prinsipnya adalah pekerjaan yang dijalani tersebut halal dan bisa menghasilkan.
Ketentuan akan jumlah penghasilan yang didapat itu tergantung bagaimana kesepakatan atau kontrak kerja jika orang tersebut bekerja di perusahaan, kantor, instansi, maupun perorangan.
Jumlah penghasilannya akan berbeda dengan seorang wiraswasta, semakin ia berusaha dengan keras untuk menjual barang atau jasanya, maka akan semakin banyak pula uang yang didapatkan.
Sebut saja misal penjual es teh seharga Rp3.000 sekalipun ketika dia dengan giat berusaha menjajakan minumannya baik di jalan maupun lewat aplikasi, dia akan bisa meraup untung yang sepadan.
Keuntungan inilah yang nantinya bisa ia gunakan untuk menghidupi keluarganya, membayar uang sekolah anaknya, mencicil rumah, dan sebagainya.
Beda ceritanya dengan orang yang memutuskan untuk mengemis. Usaha yang ia lakukan bukanlah sebuah usaha dengan cara bekerja demi mendapat penghasilan seperti berdagang es teh tadi.
Jawabannya mungkin bisa saja iya. Namun, pernahkah kita memikirkan apa alasan yang membuat seseorang akhirnya memutuskan untuk megemis online?