Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Batu basusun, artinya batu yang bersusun atau berderet rapi. Lokasi ini memang layak untuk dikunjungi oleh wisatawan. Letaknya kurang lebih satu kilometer dari Bukit Teletubbies.
Akses masuk ke lokasi ini melalui rumah penduduk setempat. Dengan membayar lima ribu rupiah per orang, Anda sudah bisa menyaksikan keindahan deretan batu di sana.
Jalan setapak menuju lokasi Batu Basusun hanya diberi semen kasar, dan pada bagian yang terjal di lokasi diberi pagar pembatas yang sederhana. Harus ekstra hati-hati jika melangkah di sana, karena bebatuan sangat licin, kecuali pada bagian yang dialiri air.
Pemandangan luar biasa batu-batu alam yang tersusun rapi, terpahat indah, terpampang dengan jelas di depan mata. Warnanya yang coklat kelabu menyambut pengunjung bak gadis remaja polos dalam keramahan yang bersahaja.
Setiap lekukan bebatuan pada dinding setinggi dua puluhan meter seperti menemukan pasangannya, saling bertaut membentuk konstruksi yang cantik. Gemericik aliran air di dasar bebatuan meninggalkan irama musik nan menenangkan jiwa.
Teropong Bintang yang Besar
Pembangunan observatorium sedang dilakukan di Kawasan Hutan Lindung Gunung Timau. Melansir parekrafntt.id, observatorium yang didirikan di atas lahan seluas 40 hektar ini, nantinya akan menjadi rumah bagi teleskop terbesar di Asia Tenggara dengan diameter 3,8 meter.
Sungguh menjadi kebanggan bagi masyarakat NTT. Langit di atas Pulau Timor yang bebas polusi cahaya dan polusi udara, menjadikannya sebagai salah satu tempat untuk mengamati tata surya pada belahan langit utara maupun selatan.
Karenanya, lokasi ini dipilih oleh LAPAN sebagai lokasi untuk membangun observatorium nasional yang baru, menggantikan observatorium Bosscha di Lembang, Bandung.
Suasana yang berkabut dan hujan sepanjang kawasan hutan dengan pepohonan yang rapat membuat udara terasa semakin dingin. Tidak ada kendaraan lain yang melintas ke arah observatorium.
Sayangnya, perjalanan saya beberapa waktu lalu tidak membuahkan hasil. Saya tidak diberikan kesempatan untuk melihat secara langsung pada area observatorium yang sedang dikerjakan.
Penjaga di pintu masuk memberikan dua alternatif. Saya boleh masuk, namun dilarang keras untuk mengambil gambar, atau memilih balik kanan.
Akhirnya, karena langit sudah semakin gelap seiring dengan kabut yang semakin tebal dan hujan yang semakin deras, saya memutuskan untuk kembali.
Mungkin lain kali, pilihan berkemah di tengah padang akan dilakukan, terutama bulan Agustus hingga Oktober, ketika langit di atas Pulau Timor tidak tersaput awan. Untuk menatap kanvas langit nan gelap, dengan taburan ribuan bintang di atasnya.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengintip Pesona Tersembunyi Wisata Lelogama"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.