Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akbar Pitopang
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Akbar Pitopang adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Sumpah Pemuda dan Kesadaran Berbahasa Indonesia

Kompas.com - 29/10/2024, 20:21 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan menuju kemerdekaan, yakni Sumpah Pemuda.

Tepat pada tahun 1928, para pemuda dari berbagai daerah dan latar belakang berkumpul dan bersatu padu mengikrarkan janji mulia untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia.

Ikrar ini merupakan tonggak penting yang mengikat keberagaman menjadi kekuatan untuk mencapai kemerdekaan.

Keberagaman bangsa Indonesia adalah sebuah kebanggaan. Dengan lebih dari 1.300 suku, ratusan bahasa daerah, dan ragam budaya serta agama, Indonesia menjadi contoh nyata dari persatuan dalam perbedaan. 

Momen Sumpah Pemuda menjadi titik balik sejarah, di mana semangat kebangsaan bangkit dan menegaskan pentingnya persatuan di tengah keberagaman.

Semangat persatuan yang tercermin dalam Sumpah Pemuda harus terus terjaga. Ini bukan hanya sekadar seremonial tahunan, tetapi menjadi pengingat bagi seluruh bangsa akan pentingnya solidaritas dan integrasi. 

Menjaga semangat kebangsaan berarti berusaha untuk selalu berpikir dan bertindak demi kemajuan Indonesia secara keseluruhan, dimanapun kita berada.

Dalam ikrar tersebut, disebutkan bahwa seluruh pemuda bersatu dengan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ini adalah pesan yang masih sangat relevan hingga kini. Persatuan tidak bisa terwujud tanpa adanya rasa saling menghargai dan berpegang teguh pada identitas sebagai bangsa Indonesia.

Salah satu wujud nyata dari persatuan tersebut adalah bahasa. Bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan, memiliki peran penting dalam menyatukan seluruh elemen bangsa.

Ketika bahasa daerah tetap digunakan sebagai identitas lokal, Bahasa Indonesia menjadi medium komunikasi nasional yang memungkinkan kita semua saling memahami.

Tidak bisa dipungkiri, Bahasa Indonesia kini telah mendunia. Perkembangannya yang pesat membawa bahasa ini dikenal luas di mancanegara.

UNESCO bahkan telah mengakui Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi yang digunakan secara internasional. Ini adalah kebanggaan yang tidak bisa diremehkan, sekaligus tanggung jawab besar untuk melestarikannya.

Namun, seperti halnya kebanggaan, selalu ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah fenomena "pemelesetan" bahasa.

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul istilah-istilah yang memanfaatkan kosakata asli, tetapi dipelintir sedemikian rupa hingga terdengar seperti kata gaul. Kata-kata seperti "anjay" atau "anjir" menjadi tren dalam percakapan sehari-hari, terutama di kalangan anak muda.

Bahasa adalah cerminan jiwa bangsa. Setiap kata yang keluar dari mulut kita seharusnya membawa makna yang baik dan positif.

Sayangnya, fenomena bahasa "gaul" seringkali melenceng dari tujuan utama bahasa itu sendiri. Padahal, kosakata dalam Bahasa Indonesia sudah sangat kaya dan bermakna indah tanpa harus dipelintir.

Era digital saat ini mempercepat penyebaran kosakata-kosakata tersebut. Bahasa yang seharusnya berfungsi sebagai penghubung kini justru sering disalahgunakan, seolah kata-kata yang memiliki makna buruk dapat diubah menjadi sesuatu yang terdengar nyaman dan "keren." Dampak ini sangat terasa, terutama di kalangan remaja dan anak-anak.

Bila kebiasaan berbahasa seperti ini dibiarkan, maka kita akan menghadapi generasi yang kurang menghargai keindahan Bahasa Indonesia.

Ada yang lebih mengkhawatirkan adalah saat kata-kata tersebut menjadi bagian dari percakapan sehari-hari di lingkungan pendidikan, dimana seharusnya nilai-nilai positif dikedepankan.

Semangat Sumpah Pemuda juga berarti menjaga bahasa kita. Jika kita mampu menjaga keaslian dan keindahan Bahasa Indonesia, kita tidak hanya mempertahankan identitas, tetapi juga menghormati perjuangan para pendahulu yang menyatukan bangsa melalui bahasa. Ini adalah tanggung jawab kita bersama, dari generasi ke generasi.

Bahasa Indonesia harus tetap digunakan sesuai fungsinya sebagai pemersatu. Penggunaan yang tepat akan menciptakan hubungan yang harmonis dan mengurangi potensi kesalahpahaman.

Tidak ada lagi yang merasa tersinggung atau teralienasi karena bahasa. Ini adalah bentuk nyata dari upaya untuk mewujudkan cita-cita "Maju Bersama Indonesia Raya."

Dalam peringatan Sumpah Pemuda tahun ini, pemerintah mengangkat tema "Maju Bersama Indonesia Raya."

Ini adalah ajakan untuk kita semua agar bergerak maju tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur kebangsaan. Tema ini mencerminkan semangat untuk berkolaborasi, tumbuh bersama, dan memajukan bangsa dengan penuh rasa persatuan.

Di era globalisasi, menjaga keaslian bahasa bukanlah hal mudah. Banyak sekali pengaruh asing yang masuk, mulai dari gaya hidup hingga bahasa. Namun, kita harus pandai memilih dan memilah, agar Bahasa Indonesia tetap relevan tanpa kehilangan identitas aslinya.

Penggunaan bahasa yang baik dan benar adalah cerminan sikap profesional. Ini berlaku di mana pun, baik di dunia pendidikan, bisnis, hingga pemerintahan.

Dengan bahasa yang sopan, lugas, dan bermakna baik, kita akan lebih mudah menciptakan komunikasi yang sehat dan harmonis.

Pengaruh bahasa tidak hanya terbatas pada apa yang kita katakan, tetapi juga pada bagaimana cara kita menulis dan menyebarkan pesan.

Era digital memberikan banyak kesempatan bagi kita untuk menulis dan berbagi dalam berbagai platform, tetapi juga menuntut tanggung jawab lebih untuk memastikan pesan yang kita sampaikan tidak salah makna.

Bahasa gaul memang memiliki tempatnya sendiri dalam percakapan sehari-hari. Namun, kita harus bijak dalam menggunakannya.

Mari beralih kepada kebiasaan yang lebih baik, dengan memperkaya kosakata yang memiliki nilai positif dan menjunjung tinggi etika berbahasa.

Agar Bahasa Indonesia tetap eksis dan dihargai, kita semua perlu berperan aktif. Menggunakan bahasa yang benar dan sopan adalah langkah sederhana, tetapi berdampak besar bagi perkembangan bangsa di masa depan. Ini adalah salah satu cara untuk menghidupkan kembali semangat Sumpah Pemuda yang telah diwariskan kepada kita.

Mari bersama kita jaga Bahasa Indonesia agar tetap lestari dan menjadi kebanggaan, bukan hanya di tanah air, tetapi juga di kancah internasional.

Jadi, dengan menjaga bahasa, kita juga menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Karena pada akhirnya, semangat Sumpah Pemuda adalah tentang bergerak maju bersama demi kemajuan Indonesia Raya.

Semoga ini bermanfaat.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Refleksi Sumpah Pemuda, Mendidik Kesadaran Berbahasa Indonesia yang Baik"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Mencecap Masa Lalu lewat Es Krim di Kedai Jadul
Kata Netizen
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kini CFD Cibinong Tanpa Penjual Jajanan, Ada yang Berbeda?
Kata Netizen
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Jalan-jalan ke Pasar Buku Legendaris Kwitang, Jakarta
Kata Netizen
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Dunia Global Mesti Waspada Ancaman Penyakit Flu Burung
Kata Netizen
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Melihat Sekolah di Korea Selatan Mengurangi Sampah Makanan
Kata Netizen
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Mencari Batas antara Teguran dan Kekerasan di Sekolah
Kata Netizen
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Cara Petani Desa Talagasari Memaksimalkan Lahan
Kata Netizen
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Sikap Guru pada Murid yang Sering Disalahartikan
Kata Netizen
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Adakah Cara biar Adil Memberi Nafkah ke Orangtua?
Kata Netizen
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Peran Komunitas Jaga Pariwisata di Pulau Merak Besar
Kata Netizen
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
ASN Dipindah Tugaskan, Bagaimana Kondisi Sosial dan Psikologisnya?
Kata Netizen
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Sudah Tidak Mau Pelihara, Kok Malah Hewannya Dibuang?
Kata Netizen
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Ragam Makanan Aceh Besar, Mana Jadi Favoritmu?
Kata Netizen
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Sudah Siapkah Menerima Bapak Rumah Tangga di Sekitar Kita?
Kata Netizen
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Akan Tiba Satu Masa, Anak Enggan Diajak Pergi
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau