Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pembunuhan Perempuan Tol Becakayu dan Siswa Pulang Mengaji Membuka Mata Tentang Femisida"
Rentetan berita mengenai kematian perempuan seakan mengisyarakatkan bahwa nyawa perempuan tampak begitu “murah” di negeri ini.
Pada bulan Oktober 2022 saja, kabar mengenai kematian dengan korban perempuan sedang ramai berseliweran. Bahkan kita bisa dengan mudah menemukannya di berbagai media online tanpa harus dengan sengaja mencarinya.
Kasus terbaru adalah meninggalnya anak perempuan akibat dibunuh setelah pulang mengaji di Cimahi, Jawa Barat. Pelaku adalah merupakan laki-laki yang belakangan diketahui bermaksud untuk merampas telepon genggam milik korban.
Namun, nahas korban yang saat itu tak membawa telepon genggam lantas ditusuk oleh pelaku hingga meninggal.
Kasus lain terjadi di Jakarta, seorang perempuan dibunuh oleh rekan kerjanya kemudian jasadnya dibuang di kolong Tol Becakayu.
Selain itu ada lagi kasus seorang ibu yang dibunuh oleh keponakannya dengan kondisi tangan diikat dan mulut disumpal kain. Alasan pelaku membunuh korban adalah terkait masalah warisan.
Beberapa kasus tersebut adalah sebagian dari berbagai rentetan panjang pembunuhan terhadap perempuan yang makin hari justru kian bertambah.
Peristiwa tersebut menunjukkan betapa rentannya kaum perempuan menjadi kekerasan hingga pembunuhan yang pelakunya adalah laki-laki. Pembunuhan keji seperti itu tentu saja tidak bisa dianggap sebagai peristiwa biasa apalagi hingga mendapat pemakluman.
Jangan sampai menganggap wajar kasus pembunuhan terhadap perempuan, karena jika sampai mewajarkan dampaknya adalah semakin gampang kita menilai bahwa pembunuhan adalah tindakan kriminal biasa.
Padahal Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) terus memantau, mencari fakta, dan melakukan dokumentasi mengenai kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan.
Dari pantauan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2019, mereka menemukan kasus pembunuhan terhadap perempuan (femisida) sedikitnya terjadi sebanyak 1.184 kasus.
Ironisnya dari jumlah kasus tersebut banyak yang tak terungkap ke media dan menjadi perhatian masyarakat luas. Banyak dari kasus tersebut hanya menguap begitu saja tak terangkat ke media.
Pembunuhan yang menjadikan perempuan sebagai korban dikenal dengan sebutan femisida.
Mengutip dari komnasperempuan.go.id, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang penyebabnya adalah kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan, dan pandangan mengenai perempuan merupakan bagian kepemilikan. Sehingga pelaku bisa berbuat sesuka hatinya.
Contoh kasus femisida ini bisa dilihat dari kasus pembunuhan terhadap perempuan oleh rekan kerjanya yang kemudian membuang jasad korban di kolong Tol Becakayu Jakarta dengan alasan sakit hati.
Alasan sakit hati menandakan bahwa begitu ringan dan mudahnya pelaku melakukan kekerasan hingga membunuh seorang perempuan.
Kasus tersebut bukanlah perkara sepele, Komnas Perempuan menekankan bahwa femisida bukanlah perkara yang biasa-biasa saja, melainkan produk yang diakibatkan oleh budaya patriarkis dan misoginis.
Nahasnya, femisida bisa terjadi di mana saja, tak peduli itu di ranah privat, publik, maupun komunitas.
Data PBB menunjukkan bahwa 80% dari kasus pembunuhan terhadap perempuan, semua pelakunya adalah laki-laki yang merupakan orang terdekat korban.
Banyaknya kasus femisida tersebut menunjukkan bahwa perempuan seolah bisa ditundukkan begitu saja dan laki-laki berhak melakukan apa saja terhadap perempuan, termasuk membunuh.
Biasanya tindakan brutal kaum laki-laki terhadap perempuan tersebut berawal dari kekerasan yang dianggap wajar dan dimaklumi berulang kali.
Tak jarang bahkan pelaku tindakan brutal tersebut justru malah dimaafkan. Sehingga ketika kebiasaan tersebut semakin mengakar, akibatnya adalah pembiaran dan akan dianggap wajar bila ada kasus pembunuhan terhadap perempuan.
Jika masih menganggap wajar terhadap femisida, berarti ada yang salah dalam masyarakat kita. Justru dengan banyaknya kasus femisida tersebut harusnya malah memantik rasa kekhawatiran kita.
Karena tentu kita tak mau bila yang menjadi korban adalah orang terdekat kita, seperti adik, kakak, ibu, tante, atau perempuan yang kita cintai.
Oleh karenanya penting untuk meningkatkan rasa kepedulian terhadap segala kasus kekerasan yang melibatkan perempuan sebagai korban dan mendorong agar para pelaku mendapat hukuman semaksimal mungkin.
Sekali lagi mari buka mata terhadap banyaknya femisida dan pahami bahwa pembunuhan terhadap perempuan karena mereka perempuan tak bisa dibiarkan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.