Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Saat Digitalisasi Cemerlang Badai PHK Menerjang, Kok Bisa?"
Belum lama ini dari sektor teknologi dan digital tersiar kabar baik sekaligus kabar buruk. Kabar baiknya, bisnis di sektor ini terbilang cemerlang ditandai dengan indikasi meningkatnya transaksi digital di Indonesia yang tembus Rp5.184 triliun.
Namun, kabar buruknya terjadi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menerjang para pekerjanya.
Dari situ, timbul pertanyaan: ada apa sebenarnya?
Berbagai perusahaan teknologi berkonsep rintisan alias start up digital, bahkan yang berlabel unicorn atau decacorn sekalipun diterpa badai PHK.
Paling baru adalah kabar PT GoTo Gojek Tokopedia dan Ruangguru yang melakukan PHK pada karyawannya. Sebelum itu, bahkan sudah lebih dulu ada Shopee Indonesia, Binar Academy, GrabKitchen, JD.ID, Lummo, Link Aja, TaniHub, dan lain-lain yang melakukan PHK terhadap karyawannya.
Dari fenomena itu, saya melihat bahwa semua itu masih ada kaitannya dengan ketidakpastian global akibat pandemi dan perang, inflasi dan pengetatan suku bunga, hingga krisis biaya hidup.
Akan tetapi, bukankah Indonesia termasuk negara yang bisa dibilang jauh dari resesi dan berhasil mempertahankan perekonomiannya?
Apalagi jika melihat sektor teknologi digitalnya yang selama ini dianggap mendapat berkah akibat pandemi.
Penjalasannya begini, hampir seluruh start up menyandarkan pertumbuhan perusahaannya dengan arus kas negatif. Model bisnisnya bergantung kepada dana investor.
Jadi, akan terasa wajar bila pengeluaran modal terbesarnya adalah untuk melakukan promosi dan pemasaran demi menggaet pengguna produknya.
Hal ini karena jika penggunanya banyak, maka otomatis nilai bisnisnya juga akan meningkat. Bahkan nilai sahamnya pun bisa ikut terangkat naik.
Pengeluaran secara besar-besaran untuk promosi dan pemasaran inilah yang sering disebut-sebut “bakar duit”.
Selain itu juga karena gengsi. Berlomba membangun kantor yang ‘keren’, yang akan membuat semua yang bekerja di start up digital dijamin betah, bergengsi, plus gaji yang juga menggiurkan.
Masalahnya, ketidakpastian global dan faktor naiknya suku bunga berdampak pada perlambatan ekonomi dan lesunya investasi.