Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Abiwodo SE MM
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Abiwodo SE MM adalah seorang yang berprofesi sebagai Bankir. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ironi Digitalisasi: Aktivitas Digital Meningkat, Badai PHK Menerjang

Kompas.com, 30 November 2022, 13:06 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Saat Digitalisasi Cemerlang Badai PHK Menerjang, Kok Bisa?"

Belum lama ini dari sektor teknologi dan digital tersiar kabar baik sekaligus kabar buruk. Kabar baiknya, bisnis di sektor ini terbilang cemerlang ditandai dengan indikasi meningkatnya transaksi digital di Indonesia yang tembus Rp5.184 triliun.

Namun, kabar buruknya terjadi badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menerjang para pekerjanya.

Dari situ, timbul pertanyaan: ada apa sebenarnya?

Berbagai perusahaan teknologi berkonsep rintisan alias start up digital, bahkan yang berlabel unicorn atau decacorn sekalipun diterpa badai PHK.

Paling baru adalah kabar PT GoTo Gojek Tokopedia dan Ruangguru yang melakukan PHK pada karyawannya. Sebelum itu, bahkan sudah lebih dulu ada Shopee Indonesia, Binar Academy, GrabKitchen, JD.ID, Lummo, Link Aja, TaniHub, dan lain-lain yang melakukan PHK terhadap karyawannya.

Dari fenomena itu, saya melihat bahwa semua itu masih ada kaitannya dengan ketidakpastian global akibat pandemi dan perang, inflasi dan pengetatan suku bunga, hingga krisis biaya hidup.

Akan tetapi, bukankah Indonesia termasuk negara yang bisa dibilang jauh dari resesi dan berhasil mempertahankan perekonomiannya?

Apalagi jika melihat sektor teknologi digitalnya yang selama ini dianggap mendapat berkah akibat pandemi.

Penjalasannya begini, hampir seluruh start up menyandarkan pertumbuhan perusahaannya dengan arus kas negatif. Model bisnisnya bergantung kepada dana investor.

Jadi, akan terasa wajar bila pengeluaran modal terbesarnya adalah untuk melakukan promosi dan pemasaran demi menggaet pengguna produknya.

Hal ini karena jika penggunanya banyak, maka otomatis nilai bisnisnya juga akan meningkat. Bahkan nilai sahamnya pun bisa ikut terangkat naik.

Pengeluaran secara besar-besaran untuk promosi dan pemasaran inilah yang sering disebut-sebut “bakar duit”.

Selain itu juga karena gengsi. Berlomba membangun kantor yang ‘keren’, yang akan membuat semua yang bekerja di start up digital dijamin betah, bergengsi, plus gaji yang juga menggiurkan.

Masalahnya, ketidakpastian global dan faktor naiknya suku bunga berdampak pada perlambatan ekonomi dan lesunya investasi.

Alhasil, para investor harus menjaga ketahanan modalnya, bahkan tak jarang ada yang menarik dan menyimpan modalnya. Akibatnya, start up digital mau tidak mau harus merevisi model bisnisnya.

Kondisi keterbatasan modal inilah yang membuat startup digital perlu melakukan efisiensi. Tidak bisa lagi “bakar duit” sesuka hati. Efisiensi di sini juga termasuk efisiensi dari segi SDM, caranya adalah melakukan PHK dengan alasan memperpanjang runway.

Sebagai catatan, runway adalah jumlah waktu yang dimiliki sebuah start up sebelum kehabisan uang. Seperti landasan pacu bandara, panjang runway bakal menentukan berapa banyak pendanaan yang dibutuhkan sebuah start up.

Jadi jika runway sebuah start up terlalu pendek, maka start up tersebut bisa gagal dalam mengembangkan produknya. Sebaliknya, jika runway terlalu panjang, maka bisa menyia-nyiakan equity (modal).

Ironi Digitalisasi

Seperti yang lalu-lalu, banyak pertanyaan terkait gelombang PHK ini yang menghampiri saya. Salah satunya, bukankah PHK besar-besaran berdampak pada ketahanan perbankan lantaran lesunya konsumsi?

Jika melihat teorinya, tentu benar. Situasi seperti ini bisa memberikan efek domino kepada ketahanan perbankan. Akan tetapi, terdapat satu hal yang membuat saya optimis jika dampaknya bisa diminimalisir, yaitu gelombang digitalisasi itu sendiri.

Alasannya sederhana, hari ini digitalisasi sedang meroket. Seperti yang sudah dijabarkan di awal tulisan ini, hal ini terlihat dari meningkatnya transaksi digital di Indonesia. Maka bisa dikatakan bahwa peningkatan ini lah yang merangsang kenaikan jumlah UMKM untuk mendigitalisasi diri.

Mengapa banyak UMKM tertarik menjadi digital? Hal itu karena UMKM yang terlibat dalam ekosistem digital akan cenderung lebih mudah untuk mendapatkan dukungan kredit perbankan.

Ditambah lagi, digitalisasi UMKM sudah terbukti memberikan kontribusi besar pada perekonomian Indonesia hari ini.

Apalagi seperti dilansir dari ekon.go.id, digitalisasi UMKM terbukti memberikan kontribusi besar pada perekonomian Indonesia hari ini.

Banyak bermunculan UMKM baru juga membuktikan bahwa tingkat kreativitas masyarakat Indonesia tinggi. Oleh karenanya, dengan tingginya kreativitas itu, saya optimis dampak PHK bisa diminimalisir.

Apalagi di era dan generasi yang melek digital saat ini, mengembangkan UMKM sendiri bisa menjadi pilihan bagi masyarakat terdampak PHK.

Dengan begitu, pertumbuhan UMKM berbasis digital bisa semakin meningkat, dan ketahanan perbankan pun tetap terjaga melalui penyaluran kreditnya.

Sesuai dengan perkataan Pak Jokowi, kita harus bisa mengubah tantangan menjadi peluang!

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau