Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sebagai seorang mahasiswa, saya meyakini bahwa belajar itu ibarat sedang makan. Seseorang tidak akan bisa langsung makan dalam jumlah besar karena pasti akan kekenyangan.
Ditambah lagi, dengan makan dalam jumlah banyak namun hanya sekali saja, tidak akan bisa membuat kenyang selama sehari, dua hari, seminggu, atau sebulan.
Oleh karena keterbatasan itu, seseorang perlu mengatur pola makan dengan cara diet.
Tak jauh beda dengan makan, belajar pun juga demikian. Seseorang pasti akan merasa jenuh bila ia menerapkan Sistem Kebut Semalam (SKS) dalam belajar.
Selain itu, jika belajar hanya dilakukan sekali saja tanpa mengulang terus-menerus, maka seseorang akan cepat lupa dengan materi yang ia pelajari.
Oleh karenanya, layaknya makan, dalam belajar pun perlu mengatur pola dengan "diet belajar".
Namun perlu diingat, dalam menerapkan pola diet belajar ini harus sesuai dengan kebutuhan kita. Pola diet belajar setiap orang tidak akan sama dan cara diet satu belum tentu cocok jika diterapkan oleh orang lain.
Mengapa menerapkan diet belajar yang sesuai itu penting? Sebab, dengan menerapkan pola diet belajar yang sesuai akan membuat aktivitas belajar menjadi lebih efektif, efisien, dan memberikan hasil yang maksimal. Atau dengan kata lain, akan membuat nilai kita menjadi lebih bagus.
Biasanya, orang yang pintar adalah orang yang mampu memahami dirinya sendiri dan mampu menyusun pola diet belajar berdasarkan kemampuan mereka.
Tak jarang saya menemukan seseorang yang terlihat santai dan jarang belajar justru selalu mendapat nilai yang bagus dan maksimak.
Ketika melihat orang seperti itu kita pasti lantas mudah untuk iri dan bertanya-tanya bagaimana bisa seseorang yang jarang terlihat belajar namun masih bisa mendapat nilai yang bagus?
Terkait hal ini saya pernah sekali waktu mencoba meniru pola belajar teman saya yang terlihat jarang belajar namun nilainya selalu bagus.
Hasilnya, walau saya sudah meniru gaya dan pola belajarnya namun hasil yang saya dapatkan tak sebagus teman yang saya tiru itu.
Dengan begitu, artinya kita tidak bisa meniru gaya dan pola diet belajar ornag lain secara mentah-mentah tanpa tahu proses apa yang dijalaninya hingga bisa menerapkan diet belajar itu dan mendapat hasil yang maksimal.
Lantas, mengapa kita tak bisa meniru dan menerapkan pola diet belajar yang sama dengan orang lain?
Terkait hal ini, ada 3 alasan mendasar, yakni masalah kemampuan, kesukaan, dan kebiasaan atau 3K.
1. Kemampuan
Alasan utama mengapa kita tak bisa meniru begitu saya pola diet belajar orang lain adalah kemampuan.
Kemampuan makan setiap orang berbeda-beda, ada yang sanggup makan dalam porsi besar, ada pula yang hanya sanggup makan dalam porsi kecil.
Kemampuan seseorang menyelesaikan makannya pun berbeda-beda, ada yang bisa makan dengan cepat, ada pula yang hanya bisa makan secara perlahan.
Belajar pun demikian. Kemampuan seseorang dalam belajar pasti berbeda dengan orang lain. Ada orang yang bisa sekaligus belajar banyak materi sekaligus, ada juga orang yang hanya bisa belajar sedikit materi yang penting memahami seluruhnya.
Selain itu daya serap setiap orang dalam belajar juga berbeda-beda. Bagi orang yang memiliki ingatan fotografis, mungkin bisa saja dia berhasil mengingat seluruh pelajaran dalam sekali baca. Namun bagi seseorang yang tak memiliki kemampuan seperti itu, tentu akan sulit jika menerapkan cara yang sama.
Oleh karena itu, belajar menjadi sebuah proses yang tidak bisa dilakukan hanya satu kali saja. Seperti halnya, makan yang tidak bisa dilakukan satu kali saja untuk seumur hidup.
2. Kesukaan
Alasan kedua mengapa seseorang tak bisa asal meniru pola diet belajar orang lain adalah kesukaan.
Kesukaan seiap orang akan makanan pasti berbeda. Ada yang suka makan daging, ada yang suka makan sayur, dan lain-lain.
Begitu pula dengan belajar. Ada seseorang yang suka dengan materi-materi pelajaran ilmu eksak, ada pula orang yang suka dengan materi-materi pelajaran ilmu sosial.
Begitu pula dengan cara belajar tiap orang, ada yang lebih suka belajar dengan cara menghafal, ada juga orang yang lebih suka belajar dengan cara mencatat dan menghitung.
Namun, soal belajar ini tidak bisa diperlakukan selayaknya makan. Kita tak bisa memilih untuk belajar materi dengan menghafal saja atau mencatat dan berhitung saja.
Dalam konteks makan, bila seseorang hanya suka makan daging saja atau sayuran saja sepanjang hidupnya, maka pasti akan ada risiko yang akan ia tanggung.
Seperti misalnya penyakit yang timbul karena berlebihan mengonsumsi lemak atau dianggap kurang gizi karena kekurangan asupan nutrisi yang hanya bisa diperole dari makanan tertentu.
Risiko-risiko tersebut akan menjadi lebih besar dampaknya dalam masalah belajar.
Ketika seseorang hanya suka belajar menghafal dan tidak suka berhitung, maka orang tersebut akan kewalahan ketika harus menghadapi sesuatu yang mengharuskannya berhitung, seperti berbelanja, bekerja, dan lain-lain.
Hal yang perlu diingat dalam belajar adalah meskipun kita tidak mungkin untuk menyukai semua mata pelajaran, kita tetap harus mempelajarinya.
Ketidaksukaan kita terhadap pelajaran dapat memperlambat proses belajar. Sehingga, ada perkataan, kita tidak boleh membenci suatu pelajaran!
3. Kebiasaan
Aktivitas belajar merupakan suatu proses yang perlu dilakukan terus menerus, bukan sesuatu yang bisa dilakukan secara instan.
Maka, demi mencapai sukses, kunci utama yang perlu dilakukan dalam belajar adalah membentuk kebiasaan belajar, alias Konsistensi.
Penulis Atomic Habits, James Clear mengatakan bahwa setiap hal kecil yang kita lakukan dalam hidup bisa memberikan perubahan yang luar biasa,
Jadi jika kita secara konsisten terus mempelajari suatu hal sebanyak 1% tiap harinya, maka dalam jangka panjang sesuatu yang dipelajari itu akan terkumpul dan meningkat menjadi 1.000% seperti efek bola salju.
Dengan melakukan kebiasaan ini, mempelajari suatu hal walau sedikit tetapi rutin dan konsisten, maka pelajaran yang dianggap berat pasti akan terasa ringan.
Namun, pendapat James Clear soal membentuk kebiasaan kecil alias konsistensi ditentang oleh Elizabeth Fliips yang merupakan seorang Youtuber.
Di salah satu videonya, dia mengungkapkan bahwa ia tidak dapat menjaga konsistensinya. Sebab menurutnya, dalam proses menjaga konsistensinya tersebut akan ada hari-hari yang dengan hal yang tidak terduga.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa mempertahankan jadwal untuk mebangun kebiasaan akan membuat seseorang menjadi pribadi yang egois.
Menurutnya Elizabeth, lebih baik kita membangun minat terhadap suatu pelajaran sedikit demi sedikit dengan cara membaca hal yang berhubungan dengan pelajaran tersebut di sela-sela aktivitas kita.
Kemudian, setelah banyak informasi yang kita pelajari terkumpul, sediakan satu hari untuk fokus mempelajari materi tersebut lebih dalam.
Namun, yang saya tangkap dari ulasan Elizabeth adalah konsistensi belajar tetap penting dan menjadi kunci utama.
Perbedaannya hanya pada intensitas belajarnya saja. Tidak harus rutin setiap hari dalam satu minggu, melainkan boleh hanya tiga kali dalam satu minggu.
Jika kamu sedang ingin menyusun pola diet yang sesuai untuk diri kamu, coba lakukan beberapa hal berikut ini.
1. Kita harus memahami diri sendiri
Sebelum mulai menyusun pola diet belajar, kita harus mengenal dan memahami diri kita sendiri.
Ketika kita mengenal dan memahami diri kita dengan baik kita akan bisa mengukur kemampuan kita sendiri. Sehingga kita akan tahu batasan-batasan dalam proses belajar.
2. Yang penting mulai terlebih dahulu
Mulailah belajar dengan membaca hal-hal yang ringan. Jika ada sebuah topik dalam suatu mata pelajaran yang bisa membuat kamu tertarik, cobalah cari bacaan-bacaan lain dengan topik serupa dari berbagai sumber.
Dengan menanamkan mindset ingin tahu dalam proses belajar, kita akan menjadi lebih semangat, penasaran, dan tertarik untuk mengetahui lebih banyak.
Maka dengan begitu proses belajar yang dijalani pun akan terasa menyenangkan.
3. Menentukan waktu belajar yang paling nyaman
Pilihlah waktu terbaik untuk belajar, agar kita bisa fokus.
Jam belajar yang disarankan dan dinilai paling baik adalah pada pagi hari. Jika ingin belajar di malam hari, coba mulai belajar mulai jam 7 hingga jam 9 malam saja.
Jika melebihi waktu itu, daya otak kita sudah menurun dan akan lebih sulit untuk berkonsentrasi dan menyerap materi pelajaran.
Agar tetap membuat kita semangat dan tertarik belajar, buatlah komposisi materi pelajaran yang kita sukai.
Layaknya makan, jika kita senang makan sayur brokoli, kita bisa membuat brokoli tersebut menjadi isian dalam patty burger dengan dipotong kecil-kecil.
Begitu pun dengan belajar, susunlah materi yang mau kita pelajari sesuai dengan kesukaan kita sehingga ketika mempelajarinya kita tak akan merasa berat dan terpaksa.
Misalnya kita bisa mempelajari suatu hal tertentu lewat media lain di luar buku atau jurnal pelajaran, seperti koran, film, komik, dan lainnya.
Belajar dan makan itu beti, beda-beda tipis. Tak semua orang suka makan kismis. Begitu pula soal belajar, setiap orang punya kemampuan, kesukaan dan kebiasaan belajarnya masing-masing. Tidak bisa dipaksakan dan disamaratakan
Jadi, pintar-pintarnya kita mengakali, menyusun "diet" belajar kita sendiri agar belajar bisa lebih optimal.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "3 Alasan Kita Tidak Bisa Meniru "DIET" Belajar Teman"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.