Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Cucum Suminar
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Cucum Suminar adalah seorang yang berprofesi sebagai Full Time Blogger. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

3 Alasan Mengapa Batam Belum Mampu Saingi Singapura

Kompas.com, 11 Januari 2023, 17:04 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pada tahun 1971 pemerintah pusat melalui Otorita Batam (yang sekarang bernama BP Batam) mengembangkan wilayah Batam, Kepulauan Riau.

Tujuan pengembangan itu untuk membuat Batam mampu menyaingi Singapura yang terkenal sebagai negara termakmur di Asia Tenggara.

Berbagai persiapan pun dilakukan pemerintah pusat waktu itu, seperti perencanaan, pembangunan infrastruktur, hingga promosi investasi ke berbagai negara dengan tujuan menjadikan Batam sebagai kawasan industri.

Namun, setelah lebih dari 50 tahun berlalu, mengapa Batam belum juga sanggup menyaingi Singapura?

Butuh Waktu, Dana, dan Usaha

Perlu diakui untuk menjadikan Batam sebagai pesaing Singapura tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Apalagi pada waktu itu Batam dibangun nyaris dari nol. Sebelum ada rencana dan perhatian khusus pemerintah pusat terhadap Batam, kawasan ini merupakan kota yang minim sekali fasilitas.

Dari buku "Mengungkap Fakta Pembangunan Batam", diketahui bahwa dahulu Batam merupakan pulau yang didominasi hutan belantara. Masih berbentuk rawa dan belukar. Nyaris tanpa denyut kehidupan.

Penduduk awalnya pun hanya berjumlah sekitar 6.000 jiwa dan umumnya tinggal di sekitar pesisir pantai.

Pada waktu itu belum ada listrik sama sekali. Masyarakat Batam menggunakan lampu minyak dan diesel perseorangan sebagai penerangan di malam hari.

Selain itu sumber air bersih pun sangat terbatas. Air tanah yang berasal dari sumur bahkan diprediksi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan air bersih di Batam.

Akan tetapi, BP Batam perlahan-lahan mulai membangun jaringan listrik dan membuat waduk.

Seiring wilayah Batam yang semakin berkembang, mulai dibangun bandar udara serta pelabuhan.

Padahal dahulu, jangankan bandar udara atau pelabuhan, jalan raya pun masih berbentuk tanah berlumpur. Bukan jalan aspal yang lebar dan mulus seperti sekarang ini.

Pada akhirnya Batam membutuhkan waktu, dana, dan usaha untuk bisa berkembang. Terlebih bila perkembangan itu untuk menyaingi negara semaju Singapura.

Lengsernya Soeharto

Lengsernya Soeharto sebagai sosok penggagas rencana pembangunan Batam pada tahun 1998, BP Batam otomatis tak bisa bergerak seleluasa sebelumnya.

Akibat diberlakukannya aturan otonomi daerah di era reformasi pasca lengsernya Soeharto, Batam sempat memiliki dua pemimpin, Kepala BP Batam dan Wali Kota Batam.

Dualisme kepemimpinan pengembangan kawasan Batam ini menimbulkan banyak masalah, seperti kebijakan yang tumpang-tinding dan tidak seiring-sejalan yang akhirnya malah menyebabkan terkendalanya pengembangan dan investasi.

Namun dualisme kepemimpinan ini akhirnya resmi berakhir pada tahun 2019 ketika Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Bermunculan Kawasan Industri di Negara Tetangga

Kawasan Batam yang tadinya kebanyakan berupa semak belukar, setelah proses pembangunan yang gencar dilakukan mulai berubah menjadi kawasan industri yang mulai diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik.

Namun sayangnya di masa-masa ini pembangunan Batam tak lagi segencar dulu bahkan terasa seperti jalan di tempat.

Padahal di sisi lain, negara-negara tetangga justru mulai bersolek dan berbenah. Negara seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, hingga Myanmar mulai membangun kawasan industri dengan beragam penawaran menarik bagi investor.

Akibatnya, usaha Batam untuk bisa bersaing dengan Singapura semakin berat.

Apakah Batam Gagal?

Lantas, apakah pembangunan Batam gagal? Bila dibandingan dengan kota besar lain di Indonesia, tentu jawabannya tidak.

Kondisi Batam cukup baik, hampir semua fasilitas yang dibutuhkan masyarakat maupun kalangan industri tersedia dengan baik dan cukup.

Saat ini Batam bahkan telah menjadi salah satu lokomotif ekonomi nasional. Jumlah penduduk naik berkali lipat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam tahun 2020, penduduk Kota Batam mencapai 1.196.396 jiwa.

Dari segi pertumbuhan ekonomi pun Batam bisa dibilang baik. Tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Batam mencapai 4,75%.

Angka ini lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau sebesar 3,43% dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,69%.

Pembangunan Kota Batam beberapa tahun terakhir mulai terasa semakin masif. Hal ini terlihat dari banyaknya pembangunan infrastruktur jalan raya di sana.

Sebab, jalan raya merupakan faktor krusial untuk menopang mobilisasi barang maupun orang agar semakin lebar, nyaman, dan aman.

Pembangunan jalan tidak hanya dilakukan di satu titik, melainkan di setiap sudut Kota Batam, mulai dari Batuaji hingga Bengkong, mulai dari Nongsa hingga Marina.

Selain itu, Kota Batam juga sedang melakukan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sekupang, hub logistik, KEK Batam Aero Technic, Nongsa Digital Park, hingga Kawasan Industri Maritim.

Pengembangan juga dilakukan pada bandara dan pelabuhan, mulai dari Bandara Internasional Hang Nadim, hingga Pelabuhan Batuampar, dan Pelabuhan Wilayah Kabil.

Tulisan Welcome to Batam (Selamat Datang di Batam), landmark Kota Batam, Kepulauan Riau.SHUTTERSTOCK/AKUT WIBOWO Tulisan Welcome to Batam (Selamat Datang di Batam), landmark Kota Batam, Kepulauan Riau.
Tak hanya fokus sebagai kawasan industri, Batam juga semakin intens mengembangkan daya tarik lewat sektor pariwisata.

Beberapa destinasi wisata ditawarkan di Batam. Di wilayah Sekupang, wisatawan bisa mengunjungi Taman Rusa Sekupang, Batam Forest Top, hingga Tebing Langit Bukit Dangas Sekupang.

Di wilayah Bengkong, wisatawan bisa mengunjungi Ocarina hingga Dino's Gate. Di wilayah Nongsa, wisatawan bisa mengunjungi Desa Wisata Bakau Serip yang pada tahun 2022 meraih penghargaan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Ada pula Kampung Terih yang pada tahun 2018 lalu meraih juara Anugerah Pesona Indonesia (API).

Apa Batam Masih Mungkin Menyaingi Singapura?

Jika ditanya apakah Batam masih bisa menyaingi Singapura, jawabannya tentu bisa. Tidak ada yang tidak mungkin.

Akan tetapi dengan catatan, diperlukan pemimpin yang tak hanya visioner dan shophisticated, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mewujudkan rencana yang telah disusun.

Tak hanya pemimpin, para penduduk Kota Batam pun perlu mendukung penuh langkah-langkah yang ditempuh pemerintah untuk semakin memajukan Batam.

Dukungan yang paling mudah untuk dilakukan adalah jangan merusak berbagai fasilitas infrastruktur yang telah dibangun selama ini.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Ini Alasan Batam Belum Juga Mampu Saingi Singapura?"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Kenapa Topik Uang Bisa Jadi Sensitif dalam Rumah Tangga?
Kenapa Topik Uang Bisa Jadi Sensitif dalam Rumah Tangga?
Kata Netizen
Urgensi Penataan Ulang Sistem Pengangkutan Sampah Jakarta
Urgensi Penataan Ulang Sistem Pengangkutan Sampah Jakarta
Kata Netizen
Kini Peuyeum Tak Lagi Hangat
Kini Peuyeum Tak Lagi Hangat
Kata Netizen
Membayangkan Indonesia Tanpa Guru Penulis, Apa Jadinya?
Membayangkan Indonesia Tanpa Guru Penulis, Apa Jadinya?
Kata Netizen
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau