Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Sebagai negara yang berada di kawasan cincin api, Indonesia memiliki banyak sekali gunung berapi. Tentu, berulang kali juga Indonesia dilanda bencana letusan gunung berapi.
Belajar dari pengalaman itulah, akhirnya dibuat Sabo yang berfungsi sebagai pengendali aliran lahar dingin. Apa itu Sabo dan bagaimana cara kerja Sabo mengendalikan lahar dingin? Simak penjelasannya berikut ini.
Akhir tahun 2022 kemarin, Gunung Semeru kembali erupsi. Berbagai peringatan akan bahaya awan panas, debu volkanik, lava pijar, hingga muntahan materi di seputar puncang gunung sudah diberikan.
Erupsi Semeru 2022 yang diikuti banjir lahar mengingatkan akan kejadian serupa pada tahun 2010. Waktu itu Gunung Merapi juga mengalami erupsi yang diikuti banjir lahar dingin.
Lahar dingin yang mengalir dari puncak akan mengarah ke sungai. Di saat-saat inilah peran Sabo terlihat. Pada hakikatnya, Sabo ialah sistem pengendalian aliran lahar dingin.
Fungsinya untuk mengurangi kecepatan aliran lahar dingin sehingga memberi kesempatan pengendapan material yang dibawa.
Aliran lahar dingin ini mengandung materi muntahan gunung berapi yang memiliki daya rusak besar. Dengan adanya Sabo, daerah tengah dan hilir akan terlindungi dengan meminimalkan potensi kerusakan.
Sabo ialah suatu sistem teknologi yang berasal dari Jepang. Sistem inilah yang diadaptasi dan diaplikasikan di sekitar gunung berapi, salah satunya Gunung Merapi.
Sabo atau yang juga dikenal dengan Dam atau bendung di sekitar Gunung Merapi ini terletak di Kali Apu dan Kali Pabelan.
Berikut amatan saya terhadap Sabo di dua wilayah tersebut antara 2013-2022.
Sabo pertama ini berada di Kali Apu, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Sabo Kali Apu dibangun sebanyak 5 buah dengan kapasitas hadang mencapai 650.000 meter kubik material lahar dingin.
Sabo di Kali Apu ini dibuat bertingkat untuk meredam dan meminimalkan energi gerak perusak aliran lahar dingin dari puncak Merapi. Sabo di sini terdiri dari tiga area, yakni area pengendapan, tanggul penghadang, dan jalan luapan banjir.
Aliran lahar dingin yang mengarah ke Kali Apu ini terdiri dari campuran batu, kerikil, pasir, dan debu vulkanik dengan bobot total mencapai 2 ton/meter kubik. Dengan bobot sebesar itu tentu daya rusaknya juga sangat besar.
Jalan luapan yang terletak di atas lubang kecil, akan difungsikan sebagai jembatan untuk menyeberang kali saat keadaan normal.
Pada saat mengunjungi Sabo Kali Apu tahun 2014 tampilannya sudah jauh berubah dibandingkan saat bulan Septermber 2013.
Selain berfungsi sebagai pengendali aliran lahar dingin, Sabo Kali Apu juga difungsikan sebagai jembatan bagi kendaraan yang hendak menyeberangi Kali Apu dan intake saluran irigasi.
Maka tak heran bila konstruksi Sabo Kali Apu ini dirancang begitu kokoh dan kuat, karena tak hanya berfungsi sebagai penahan gempuran aliran lahar, namun juga sekaligus dapat menahan beban kendaraan yang melintas di atasnya.
Sabo selanjutnya terdapat di Kali Pabelan, di Dusun Kapuhan, Desa Kapuhan, Sawangan Magelang. Sabo ini dikenal dengan nama Grojogan (air terjun) Kapuhan oleh masyarakat setempat.
Mengapa disebut air terjun? Sebab, aliran sungai yang mengalir melewati celah di antara dinding Sabo menyerupai air terjun dan terlihat begitu menawan.
Maka tak heran bila kawasan Sabo Kali Pabelan ini menjadi salah satu destinasi ekowisata yang cukup populer.
Tak hanya itu, ada pula wisata mengendarai jeep menyusuri bagian atas Sabo Kali Pabelan ini.
Dengan dibangunnya Sabo di kali-kali sekitar Merapi, mengisyarakatkan upaya manusia untuk bisa “bersahabat” dengan alam.
Mencoba menjinakkan, mengendalikan aliran lahar dingin agar kawasan pemukiman yang dilewati aliran sungai terlindungi atau paling tidak terhindar dari kerusakan berat akibat laju lahar dingin.
Material pasir yang dibawa oleh lahar dingin pada akhirnya banyak dimanfaatkan warga untuk berbagai keperluan bangunan.
Lahar dingin yang mengendap di Sabo Kali Pabelan ini pada akhirnya menjadi sumber pendapat masyarakat setempat.
Sabo Kali Apu dan Kali Pebelan. menjadi langkah penyelamatan di daerah hilir terhadap aliran lahar dingin Merapi.
Maka sungguh, Sabo adalah perwujudan simbol persahabatan manusia dengan gunung berapi.
Salah satu prinsip dasar penanggulangan bencana dengan “memberi ruang”. Ruang bagi aliran lahar dingin agar bencana dapat diminimalkan, juga ruang bagi masyarakat yang dapat memanfaatkan endapat material lahar dingin.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sabo Pengendali Aliran Lahar Dingin"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.