Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Fenomena tren mengemis online mengingatkan saya akan sebuah video di media sosial yang memperlihatkan seorang ibu sedang curhat soal kesulitannya membelikan kebutuhan anaknya berupa susu dan lain-lain.
Di akhir video, ibu tersebut berharap akan ada seorang dermawan yang berkenan membelikan kebutuhan anaknya tersebut.
Respons saya akan video itu dari yang awalnya iba menjadi agak heran. Saya lantas berpikir, alih-alih menjual gawai dan menyisihkan uang yang digunaan untuk membeli kuota internet, ia malah mengincar rasa iba dari orang dengan membuat video di media sosial.
Pada masa kini, mengemis online justru seakan jadi cara instan sebagian orang untuk mendapat uang demi bisa menyelesaikan masalah hidupnya.
Dengan begitu, saya merasa bahwa secara perlahan ada pergeseran yang terjadi pada mental sebagian kecil masyarakat kita.
Jika dahulu orang banyak merasa enggan untuk mengemis karena faktor gengsi, kini justru malah banyak yang secara terang-terangan meminta belas kasih orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tujuan lainnya.
Jika diamati ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena mengemis online ini semakin marak dilakukan.
Masih ingat soal kasus Cak Budi? Tahun 2017, Cak Budi membuka penggalangan donasi dari masyarakat untuk kemanusiaan atau crowdfunding.
Namun seperti dilansir KOMPAS.com, setelah donasi terkumpul Cak Budi justru ketahuan menggunakan dana tersebut untuk membeli mobil Toyota Fortuner dan smartphone iPhone 7.
Tujuan awal Cak Budi menggalang donasi kemanusiaan ini adalah untuk membantu seseorang yang anggota keluarganya mengalami sakit keras dan butuh dana untuk berobat.
Dari kisah orang yang mengalami kesusahan dana untuk mengobati penyakit orangtuanya, banyak orang yang akhirnya memberikan donasi.
Uang donasi yang terkumpul ternyata melebihi target awal. Artinya, di sini terlihat adanya penerimaan yang besar atau high acceptance di masyarakat kita.
Bahwa dari kisah kesusahan seseorang dalam mengobati anggota keluarganya, banyak orang yang bisa menerima kisah itu. Dan berbekal rasa iba, mereka rela memberikan donasi yang jumlahnya justru melebihi dari target awal.
Dengan adanya high acceptance ini terbukti ampuh digunakan sebagian orang untuk memperoleh dana besar dengan cara mengemis dan memanen rasa iba orang lain.
Banyaknya orang yang semakin terang-terangan melakukan aksi mengemis online di media sosial bisa diasumsikan semakin banyak pula orang yang berjiwa kikir atau pelit.
Mereka memiliki prinsip jika bisa menggunakan uang orang lain, mengapa harus pakai uang sendiri?
Contoh kasus seorang ibu yang memilih membuat video dan mengharap bantuan orang lain untuk membiayai kebutuhan bayinya menunjukkan seseorang yang memiliki sifat kikir dan tidak mau berusaha bekerja keras terlebih dahulu.
Dengan cara berpikir seperti itu, mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki pikiran yang sempit bahkan pelit atau kikir.
Mereka lebih mengandalkan bantuan orang lain alih-alih berusaha demi bisa mendapat uang dari hasil kerja kerasnya.
Di berbagai platform video streaming, semakin banyak ditemukan orang yang melakukan live dan menuruti permintaan penontonnya untuk melakukan hal tertentu demi mendapat uang saweran.
Semakin susah hal yang diminta oleh penonton, maka ia akan meminta uang saweran dengan jumlah yang semakin besar pula.
Tak jarang ia juga dengan sengaja menggota para penontonnya dengan menggunakan pakaian yang seksi demi mendapat semakin banyak saweran.
Dari sini bisa dilihat bahwa semakin banyak orang yang bekerja praktis namun dapat dana elit. Mengapa saya sebut demikian?
Sebab, jika kita bandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh banyak buruh pabrik atau kuli di pasar, upah yang mereka dapat relatif kecil, padahal pekerjaannya dinilai berat untuk dilakukan.
Fenomena mengemis online di satu sisi juga menunjukkan betapa banyaknya orang dermawan di sekitar kita.
Mereka mudah memberi kepada mereka yang menurut mereka membutuhkan. Apalagi kebanyakan yang melakukan aksi mengemis online ini disertai dengan narasi kesedihan yang memancing rasa iba dan akhirnya membuat banyak orang tersentuh hingga tergerak untuk memberikan bantuan.
Namun, sayangnya kedermawanan orang ini justru banyak dimanfaatkan oleh sebagian orang. Mereka yang memang ikhlas dan berniat membantu malah berujung kecewa ketika mendapati orang yang diberikan donasi tidak menggunakan dana donasinya sesuai tujuan awal.
Kasus Cak Budi bisa dijadikan contoh nyata. Bahwa mereka yang sedari awal berniat membantu justru berujung kecewa karena ternyata uang hasil donasi tersebut digunakan untuk keperluan pribadi bukan disalurkan ke yang memang membutuhkan.
Alhasil kedermawanan seseorang bisa manjadi bumerang bagi mereka yang diberikan bantuan. Di satu sisi orang itu akan sangat terbantu dengan kehadiran para orang dermawan ini, namun di sisi lain mereka akan jatuh ke dalam jurang terlalu nyaman mendapat bantuan hingga tak mau lagi bekerja dan berusaha.
***
Hal yang patut kita sadari dari maraknya aksi mengemis online ini adalah bantulah orang lain sewajarnya dan secukupnya.
Ingatlah pepatah lama berilah kail, jangan ikannya. Jangan terlalu sering memberikan orang lain apa yang dia butuhkan. Lebih baik berikan mereka fasilitas untuk bisa agar orang tersebut bisa berusaha sendiri mendapatkan apa yang dibutuhkan.
Fenomena mengemis baik di jalan maupun secara online menunjukkan secara nyata pergeseran mental masyarakat kita yang ingin kerja mudah dengan cara meminta untuk dapat uang.
Saking mudahnya dan banyaknya uang yang didapat dari hasil mengemis, mereka akhirnya terlena dan akhirnya terjebak di pikiran terlalu malas untuk berusaha dan bekerja keras.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Fenomena Mengemis Online dan Perubahan Mental Masyarakat Zaman Now"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.