Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Afif Auliya Nurani
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Afif Auliya Nurani adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Dampak Negatif bila Guru TK Memilih Bekerja dari Rumah

Kompas.com - 07/02/2023, 17:42 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Di zaman sekarang yang serba maju dari sisi teknologi, cara bekerja mayoritas orang mengalami perubahan.

Bekerja tak lagi harus dilakukan dari kantor, melainkan bisa dilakukan secara fleksibel dari mana saja. Salah satunya dari rumah atau Work from Home (WFH).

Fleksibilitas WFH ini memang tak diragukan lagi. Setiap orang dapat bekerja tanpa harus mengalami macet di jalan, menggunakan make up, dan lain-lain untuk pergi kantor.

Sistem kerja WFH membuat setiap orang bisa bekerja lebih “santai” sekaligus menghemat biaya transportasi, akomodasi, dan lain sebagainya.

Hal ini membuat kalangan muda terutama gen Z lebih menyenangi sistem bekerja WFH daripada harus pergi ke kantor.

Akan tetapi, bagaimana dengan mereka para pekerja yang pekerjaannya tak bisa dilakukan dari rumah? Misalnya, seperti guru TK, supir taksi, tukang ojek, dan lain sebagainya.

Apa Jadinya Bila Guru TK Memilih Bekerja dari Rumah?

Selama masa pandemi covid-19, semua guru dan pelajar terpaksa harus melakukan pembelajaran dari rumah secara daring.

Sistem belajar daring ini ternyata memunculkan masalah baru bagi kesehatan mental baik guru dan pelajar.

Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan sebanyak 77% pelajar usia anak-anak dan remaja merasa lelah berujung stres akibat sistem pembelajaran daring.

Maka dari itu anak di jenjang usia TK sebenarnya sangat tidak disarankan untuk dilakukan pembelajaran secara daring.

Sebab, pelaksanaan pembelajaran di TK jauh berbeda dengan jenjang pendidikan lainnya mulai dari segi metode, media, strategi, hingga evaluasi.

Usia pelajar TK biasanya berkisar antara 4-6 tahun. Anak dengan usia ini menurut studi yang dilakukan Dr. Laurie McNelles ahli perkembangan anak dari York University, Kanada hanya memiliki batas waktu konsentrasi antara 12-14 menit.

Jadi, akan sangat berat bila anak TK ditutuntut untuk belajar secara daring, apalagi jika ditambah tak ada pendampingan dari orangtua.

Jika pembelajaran daring tetap dipaksakan bagi anak TK maka akan bisa menyebabkan mereka frustasi, stres, tantrum, hingga trauma.

Risiko lain yang bisa terjadi jika saja pembelajaran daring tetap dipaksakan bagi anak usia TK adalah masalah screen time.

Melansir UNICEF, terlalu lamanya screen time yang dihabiskan anak usia dini akan mengikis rentang perhatian dan fokus anak, membatasi kemampuan untuk mengontrol impuls sehingga menghambat imajinasi dan motivasi, mengurangi empati, serta menyebabkan anak sulit meregulasi emosi.

Oleh karenanya, orangtua mesti selalu mendampingi anak ketika terpaksa harus belajar daring agar interaksi antara orangtua, guru, dan anak tetap bisa terjalin dengan baik. Walau memang tetap tidak akan semaksimal jika dibandingkan dengan pembelajaran di dalam kelas.

Hal lain yang tak bisa didapatkan anak usia TK jika pembelajaran dilakukan secara daring adalah interaksi dengan anak seusianya.

Pembelajaran daring di rumah akan membuat anak tak bisa bertemu dengan anak sesusianya. Akibatnya anak berpotensi tak akan mengenal cara berinteraksi dan bersosialisasi,

Padahal, anak usia dini dengan karakteristiknya yang unik, tingginya rasa ingin tahu, dan surplus energi sangat membutuhkan lingkungan sosial untuk mengekplorasinya. Maka, apa jadinya jika anak terbatas hanya belajar di rumah saja?

Di samping itu, salah satu prinsip pendidikan bagi anak usia dini adalah belajar seraya bermain. Artinya, penyampaian materi pembelajaran dikemas dalam bentuk permainan yang menarik, menyenangkan, dan bermakna bagi anak.

Dalam rangka memenuhi prinsip tersebut tentunya diperlukan sarana dan prasarana yang memadai seperti lapangan yang cukup luas, Alat Permainan Edukatif (APE), dan sebagainya.

Sekolah CikalDok. Sekolah Cikal Sekolah Cikal
Bagi sang guru juga akan ditemukan kendala, yakni kesulitan mengevaluasi progres pembelajaran siswa selama pembelajaran daring berlangsung.

Akibatnya guru malah lebih banyak memberi tugas yang sifatnya praktikal daripada biasanya.

Banyaknya tugas ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, akan membuat anak kelelaha dan tertekan.

Dari sekian dampak negatif di atas ---yang rerata berakibat buruk pada anak usia dini, diharapkan guru TK lebih bijak untuk berpikir ulang apabila diberi kesempatan memilih bekerja secara daring atau luring.

Memang tidak mudah, mengingat banyak hal harus dikorbankan untuk menjalaninya seperti waktu, tenaga, jarak yang ditempuh, yang mana hal tersebut seringkali tidak sepadan dengan gaji yang didapat.

Semoga guru-guru kita senantiasa dilimpahkan keberkahan, kesehatan, dan kesejahteraan di manapun berada.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Apa Jadinya Bila Guru TK Lebih Banyak Memilih Bekerja dari Rumah?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau