Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pakaian Bekas, antara Ilegal dan Mengganggu Industri Garmen Lokal

Kompas.com - 29/03/2023, 12:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Masalah impor pakaian dan sepatu bekas kembali mencuat di bulan Maret 2023. Apa yang dipersoalkan para pelaku industri tekstil dan pejabat pemerintah adalah hal seperti impor ilegal, sampah berpenyakit, dan mematikan industri lokal.

Pemerintah kemudian melarang impor pakaian bekas berdasarkan ketiga hal tadi. Padahal, ada pertanyaan penting yang perlu dijawab, apakah memang tiga alasan tersebut valid?

Impor Ilegal

Pada tahun 2021, Kompas pernah mengungkapkan bahwa Indonesia pernah menerima sebanyak 27,420 ton baju bekas impor dengan nilai total 31,95 juta dollar AS. Data ini diperoleh dari catatan negara pengekspor baju bekas tersebut yang diimpun dari situs Trade Map.

Namun, catatan berbeda ditujunjukkan oleh BPS yang mengungkapkan bahwa di tahun yang sama Indonesia hanya menerima 8 ton baju impor bekas dengan nilai total sebesar 44.000 dollar AS.

Dari perbedaan data tersebut terlihat bahwa 99,9% volume pakaian impor bekas yang masuk ke Indonesia tidak terdata atau bisa dikatakan tidak melalui prosedur impor yang legal.

Sayangnya memang data yang dipaparkan Kompas tidak menyebut negara mana saja yang bertindak sebagai pengekspor baju bekas tersebut, jadi tidak bisa ditelusuri lebih jauh.

Meski terdapat indikasi baju bekas yang masuk ke Indonesia tidak melalui prosedur legal, namun Direktorat Jenderal Bea Cukai mengaku telah melakukan 234 penindakan terhadap total 6.177 bal pakaian bekas impor ilegal selama tahun 2022.

Hal yang perlu disadari adalah bahwa impor ilegal melanggar peraturan. Tak hanya merugikan negara, tetapi juga pebisnis legal.

Jika mengacu pada permasalahan impor ilegal tentu pemerintah tidak perlu mengeluarkan instruksi pelarangan impor pakaian bekas. Sebab memang aktivitas tersebut sudah jelas ilegal terlepas apapun jenis barangnya.

Apa yang bisa dijadikan solusi atas permasalahan impor ilegal ini adalah dengan meningkatkan pengawasan barang yang masuk ke Indonesia.

Sampah Berpenyakit

Perlu diakui memang pakaian beas termasuk limbah, akan tetapi belum tentu sampah. Pengertian limbah dan sampah dalam bahasa Indonesia mungkin terkesan sama, namun dalam bahasa Inggris pengertian limbah (waste) berbeda dengan sampah (garbage).

Limbah (waste) dimaknai sebagai benda yang sudah tidak digunakan lagi karena penurunan nilai yang biasanya sisa dari produksi.

Limbah belum tentu tidak berguna, sehingga terdapat proses pengolahan limbah agar bisa digunakan lagi meski dalam bentuk yang lain.

Sementara sampah (garbage) dimaknai sebagai benda yang tidak berguna lagi. Sampah tidak dapat didaur ulang walaupun bisa diolah lebih lanjut.

Salah satu contoh dari sampah berdasarkan pengertian tadi adalah sampah sayuran. Sampah sayuran tidak bisa digunakan lagi sebagai sayuran yang bisa dimakan, namun dapat diolah menjadi pupuk eco-enzym.

Di banyak negara maju, tempat pembuangan garbage dan waste ini dipisah sebab karakteristik dan cara penanganan keduanya berbeda.

Pakaian bekas di luar negeri biasanya selalu disebut waste, kecuali pakaian itu membusuk atau sudah tidak berbentuk lagi.

Dengan begini, persoalan mengenai pakaian bekas adalah sampah kurang tepat. Lebih tepatnya adalah limbah.

Sampah tentu harus langsung dibuang, namun limbah tidak boleh langsung dibuang melainkan harus didaur ulang.

Meski begitu, untuk mendaur ulang pakaian bekas bukanlah hal yang mudah. Dilansir dari BBC, hanya 1% pakaian bekas yang bisa didaur ulang menjadi pakaian baru.

Sementara menurut Greenmaters, limbah pakaian bekas yang bisa didaur ulang hanya 15%, selebihnya akan berakhir di tempat sampah.

Pertanyaan selanjutnya, apakah pakaian bekas ini membawa penyakit? Sayangnya, saya belum menemukan penelitian yang bisa membantu saya menjawab pertanyaan tersebut.

Namun, di banyak negara maju, perputaran pakaian bekas lazim dilakukan. Pakaian bekas ini tidak dianggap sebagai hal yang buruk, memalukan, atau sesuatu yang mengandung penyakit.

Di negara-negara maju, pakaian bekas menjadi hal yang difavoritkan. Bukan hanya bagi pelajar dan orang miskin, banyak orang yang sudah mapan pun senang akan kehadiran pakaian bekas karena bisa menghemat pengeluaran sekaligus bisa berburu barang bekas alias thrifting.

Bahaya Industri Garmen

Hal lain yang jadi persoalan apakah industri garmen berbahaya bagi lingkungan?

Menurut World Economic Forum, industri garmen turut menyumbang sekitar 10% emisi karbon. Cucian pakaian melepaskan 500.000 ton fiber mikro ke laut setiap tahunnya, setara dengan 50 miliar botol plastik!

Selain itu, industri garmen juga menjadi industri terbesar kedua dalam hal menghabiskan air.

Ironisnya, perkembangan teknologi, mode, dan gaya hidup menyebabkan warga bumi semakin menganut fast fashion alias penggunaan pakaian dalam waktu relatif singkat kemudian membeli pakaian baru dengan mode yang lebih baru lagi.

Menurut Peaceful Dumpling, sebanyak 73-95% pakaian bekas berakhir di tempat pembuangan akhir. Padahal sebuah pakaian memerlukan waktu yang relatif lama untuk bisa terurai. Pakaian jenis wol bisa terurai hingga 5 tahun, nilon 40 tahun, dan polyester 200 tahun.

Selama masa itu, pakaian akan melepaskan gas rumah kaca dan bahan kimia berbahaya lainnya ke tanah dan air yang akan menjadi polusi.

Akibat dampak mengerikan yang ditimbulkan dari industri garmen ini, banyak negara maju yang membuat kampanye untuk tidak lagi membuang pakaian bekas, tapi mengedarkannya atau biasa dikenal zero waste.

Seperti misalnya di Selandia Baru, ada tempat sampah khusus untuk pakaian yang tersedia di banyak tempat.

Orang-rang yang tinggal di sana diimbau untuk tidak membuat pakaian bekas, melainkan untuk mendonasikannya. Ada slogan yang terkenal di sana, yakni reduce waste and help others" atau "keep your clothes and shoes out of landfill".

Selain akan membantu mengurangi jumlah emisi yang bisa merusak lingkungan, mengedarkan ulang pakaian bekas juga bermanfaat dari sisi sosioekonomi.

Akan banyak orang yang terbantu dari perputaran pakaian bekas yang didonasikan atau yang dijual dengan harga yang murah.

Mematikan Industri Lokal

Hal lain yang dikhawatirkan dengan adanya bisnis impor pakaian bekas adalah akan mematikan industri lokal. Apakah hal tersebut bisa terjadi?

Untuk menjawab pertanyaan ini memang diperlukan banyak data dan hasil penilitian yang perlu dilakukan. Sayangnya, belum ada data dan hasil penelitian soal hal ini.

Meski begitu, pemerintah dan pelaku usaha umumnya menyebut harga pakaian bekas yang lebih murah menjadi faktor yang merugikan industri garmen lokal.

Ali Charisma, National Chairman Indonesia Fashion Chamber( IFC) berpendapat ketika pakaian bekas dengan harga murah membanjiri pasar, akan sulit bagi desainer lokal untuk bersaing dalam hal harga.

Pendapat lain diungkapkan oleh Vice Executive Chairman Indonesia Fashion Chamber (IFC), Riri Rengganis. Ia mengungkapkan bahwa penjualan pakaian impor bekas bukanlah jadi faktor utama yang mengganggu industri garmen lokal.

Justru menurutnya daripada produk impor pakaian bekas, impor barang jadi dari China lebih jelas menjadi pesaing bagi industri lokal. Meski begitu memang tak dimungkiri bahwa aktivitas jual beli baju bekas menjadi pesaing bagi produk lokal.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan industri garmen menurun karena pelemahan rupiah dan anjloknya permintaan global, khususnya Eropa dan Amerika.

Seperti diketahui bahwa negara-negara Eropa dan Amerika mengalami kesulitan ekonomi. Pakaian tentu merupakan barang yang bisa ditunda pembeliannya dengan memanfaatkan perputaran pakaian bekas dalam negeri mereka.

Industri Garmen Bertumbuh

Di tengah isu pakaian bekas mengganggu industri lokal, Kementerian Perindustrian justru mengungkapkan bahwa industri garmen lokal Indonesia ternyata terus bertumbuh.

Tahun 2019 pertumbuhan industri garmen Indonesia tercatat sebesar 19,48% lebih tinggi daripada pertumbuhan indstri minuman.

Pada tahun 2020 dan 2021, industri garmen memang anjlok akibat pandemi, namun di tahun 2022 kembali naik. Pada triwulan III tahun 2022, pertumbuhan industri garmen Indonesia dilaporkan sebesar 8,09% dibandingkan periode yang sama di tahun 2021.

Fakta pertumbuhan industri garmen ini diperkuat dengan adanya sembilan industri yang melakukan perluasan investasi pada tahun 2021. Total investasi kesembilan industri tersebut di Pulau Jawa dilaporkan sebesar Rp 2 triliun dan di Pulau Sumatera sebesar Rp 8,5 triliun.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita justru optimis bahwa industri tekstil Indonesia akan terus tumbuh dan menjadi basis produksi untuk pasar domestik dan ekspor. Ia menyebut industri garmen Indonesia sebagai sunrise industry.

Industru garmen Indonesia memang cukup banyak digunakan merek-merek ternama, khususnya aparel olahraga.

Akan tetapi di kelas bawah, Indonesia masih kalah dengan produksi China, India, dan Bangladesh. Salah satu faktor yang menjadi penyebab kalah saingnya produsen kita mungkin adalah harga, meski begitu secara kualitas sebenarnya kita bisa bersaing di kelas menengah ke atas.

Kesimpulan

Aktivitas impor ilegal tetap menjadi hal yang salah terlepas dari alasan apapun. Seandainya impor pakaian bekas bisa dilakukan secara legal dan dipungut pajak maka aktivitas tersebut bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara.

Harga jual pakaian bekas pun menjadi lebih tinggi sehingga tidak akan tepaut terlalu jauh dari harga pakaian baru. Harga yang tidak terlalu jauh akan mengurangi minat terhadap pakaian bekas dan secara alamiah juga menurunkan besar impornya.

Kebijakan seperti ini sedikit-banyak bisa mengurangi tekanan terhadap produksi lokal. Selain itu juga Indonesia sebenarnya sudah memiliki aturan yang melarang aktivitas impor pakaian bekas.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 yang melarang impor barang tertentu, antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Jadi sebenarnya pemerintah cukup menggunakan aturan ini sebagai argumen pelarangan impor pakaian bekas, bukan alasan lain yang belum dikaji dengan baik. Selain itu faktor sosioeekonomi dan lingkungan perlu menjadi perhatian para pengambil kebijakan.

Perlu dipahami bahwa peredaran pakaian bekas tetap punya manfaat dalam memenuhi kebutuhan pakaian masyarakat. Mengingat pula bahwa jumlah masyarakat dengan ekonomi rendah masih sangat besar di negeri ini.

Industri garmen sendiri memang perlu ditekan mengingat dampak buruknya terhadap lingkungan. Hal ini sudah lama menjadi perhatian negara-negara maju. Mungkinkah itu salah satu alasan mereka lebih memilih impor?

Kebijakan publik pada hakikatnya diambil untuk menyelesaikan suatu masalah. Dalam mengambil kebijakan publik, permasalahan perlu dipetakan dan diurai agar jelas diketahui bentuk dan karakteristiknya sehingga bisa dicari solusinya. Kajian yang lemah hanya akan menjauhkan kebijakan dari efektivitasnya.

Kebijakan juga bersifat dinamis. Selalu ada perkembangan data dan informasi yang mempengaruhinya. Sama seperti esai ini yang sangat mungkin diralat dengan temuan data dan informasi yang lebih akurat.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Industri Garmen Perlu Ditahan, Peredaran Pakaian Bekas Perlu Didorong"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Kata Netizen
Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kata Netizen
Ini yang Membuat Komik Cetak Bisa Bertahan di Era Digital

Ini yang Membuat Komik Cetak Bisa Bertahan di Era Digital

Kata Netizen
Setelah All England, Kini Bersiap Olimpiade Paris 2024

Setelah All England, Kini Bersiap Olimpiade Paris 2024

Kata Netizen
Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kenyataan Pahit di Balik Tagar #JanganJadiDosen

Kata Netizen
Simak Tips Memilih Akomodasi Saat Liburan Bersama Orangtua

Simak Tips Memilih Akomodasi Saat Liburan Bersama Orangtua

Kata Netizen
Perhatikan Asupan Gizi pada Makanan agar Puasa Lancar

Perhatikan Asupan Gizi pada Makanan agar Puasa Lancar

Kata Netizen
Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket

Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket

Kata Netizen
Salah Kaprah Kita Soal Penggunaan QRIS

Salah Kaprah Kita Soal Penggunaan QRIS

Kata Netizen
Kelas Menengah: Di Antara Gaji Pas-pasan dan Mimpi Jadi Kaya

Kelas Menengah: Di Antara Gaji Pas-pasan dan Mimpi Jadi Kaya

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com