Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Uli Hartati
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Uli Hartati adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

3 Hal yang Perlu Diperbaiki dari Gaya Komunikasi Gen Z di Tempat Kerja

Kompas.com - 30/03/2023, 20:15 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pertama kali memiliki pengalaman bekerja bersama generasi Z adalah pada tahun 2020 lalu. Pada saat itu kebetulan yang dirasakan ketika bekerja dengan generasi Z adalah suasana lingkungan kerja tidak nyaman.

Akan tetapi, apa sebabnya? Apakah saya yang tidak mampu beradaptasi atau memang generasi Z yang terlalu menganggap enteng dunia kerja?

Mengenal Generasi Z

Jika melansir KOMPAS.com, orang yang termasuk dalam generasi Z adalah mereka yang lahir mulai tahun 1997.

Mereka yang dijuluki generasi Z adalah mereka yang dibesarkan oleh teknologi. Para generasi Z lahir dan besar di zaman internet sudah dalam genggaman maka dari itu semua hal tampak lebih mudah bagi mereka.

Oleh karena itu jangan heran bila ketika respons mereka hanya sebatas “Iya”, “Oke”, atau “Oh” ketika sedang mendapat penjelasan panjang lebar. Sebab, ibarat teknologi, seperti itulah mereka bekerja, hanya yes or no.

Padahal, umumnya generasi Z merupakan anak dari generasi sebelumnya, yakni generasi X yang mengaku bahwa mereka masih memiliki etika di lingkungan kerja.

Lantas jika seperti itu, mengapa kesan yang dirasakan ketika bekerja bersama generasi Z berbeda? Mengapa generasi Z dicap tidak sopan? Apakah ada hubungannya dengan pola asuh orangtua mereka yang merupakan generasi X? Apakah hanya sekadar kesalahan kemajuan zaman atau memang karena pola asuh orangtua yang tergerus teknologi?

Kesan saat Bekerja dengan Generasi Z

Bagi saya pribadi, tidak benar rasanya jika menyalahkan teknologi. Sebab, apapun keadaan era yang kita hadapi, pola asuh orangtua tetap menjadi pondasi dalam bersikap.

Pada kenyataannya saya yang termasuk dalam golongan generasi X masih mampu mengikuti perkembangan zaman dan teknologi yang justru membuat saya menjadi orang yang lebih ringkas, tetap memiliki rasa hormat pada atasan, dan saling menghargai antar rekan kerja sehingga suasana kerja tetap asyik.

Soal keberadaan generasi Z di tempat kerja yang membuat suasana kerja tak nyaman bukan hanya dirasakan oleh saya sendiri, melainkan juga oleh rekan kerja serta atasan saya.

Kesan yang mereka dapatkan ketika bekerja bersama generasi Z adalah cara kerja dan cara berkomunikasi generasi Z di tempat kerja terlalu menganggap enteng.

Meski mungkin memang tak demikian bagi generasi Z yang ternyata mudah juga merasa dalam tekanan di dunia kerja.

Beberapa generasi Z yang pernah bekerja bersama dengan saya umumnya adalah anak muda yang energik dan di antara mereka malah ada yang sudah bekerja bahkan ketika kuliahnya belum selesai.

Namun, yang saya perlu akui adalah ketika berkomunikasi dengan generasi Z ini cukup menguras emosi. Gaya mereka yang cuek menunjukkan seolah semua masalah bisa selesai hanya dengan satu klik.

Meski begitu, kadang juga saya bertanya-tanya, apakah sebenarnya kami sebagai generasi X lah yang terlalu bertele-tele? Apakah karena kami yang terbiasa bekerja secara manual sementara para generasi Z terbiasa bekerja dengan melakukan cara pintas yang lebih mudah?

Jadi apakah karena adanya benturan antara cara kerja kami para generasi X dan mereka para generasi Z inilah yang akhirnya memicu suasana di lingkungan kerja menjadi tak nyaman?

Padahal, dari pengalaman pribadi yang dirugikan umumnya adalah generasi Z itu sendiri, mereka akhirnya jadi lebih mudah tersingkir dari dunia kerja hanya karena cara berkomunikasi mereka yang tidak baik.

Kesalahan Komunikasi Generasi Z di Lingkungan Kerja

Lantas, apa sebenarnya yang salah dengan cara berkomunikasi generasi Z di lingkungan kerja?

Berangkat dari pengalaman pribadi, beberapa tahun lalu perusahaan tempat saya bekerja menerima karyawan baru yang merupakan generasi Z.

Sebagai gambaran, karyawan yang bekerja di tempat ini adalah generasi baby boomer dan generasi X.

Dari apa yang saya amati, komunikasi yang terjalin antara generasi baby boomer dan generasi X di kantor saya dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Namun, jalinan komunikasi yang sama tak saya lihat antara generasi Z dan generasi X atau bahkan antara generasi Z dan baby boomer.

Mereka (generasi X dan baby boomer) rata-rata merasa kurang suka dengan gaya komunikasi generasi Z di kantor.

Dari pengalaman tersebut, saya melihat ada beberapa kesalahan dalam gaya komunikasi yang dilakukan generasi Z di kantor ini.

  • Kurang Sopan

Berangkat dari pengalaman pribadi, cara bicara gen Z ketika di tempat kerja meninggalkan kesan kurang sopan.

Ketika pekerjaan mereka salah, sebagai mentor pasti akan berusaha untuk membimbing dan mengajari bagaimana menyelesaikan pekerjaannya dengan benar.

Namun, respons mereka ketika sudah dijelaskan caranya sangat singkat, seperti misalnya hanya “Iya”, “Oh”, atau “Oke”. Tak jarang mereka juga menunjukkan ekspresi datar yang seolah tak bersalah, merespons perkataan orang lain tanpa menatap lawan biacanya, serta hanya melengos begitu saja ketika diberi tugas.

Meski begitu, beberapa teman justru merasa bekerja bersama gen Z terasa menyenangkan, sebab dia memang tidak suka hal yang bertele-tele.

Dia mengatakan bahwa pekerja gen Z ini diibaratkan berbicara seperti membuat status di media sosial, langsung ke inti persoalan serta terbiasa menghadapi konflik terbuka.

Selain itu, masih menurut teman saya bahwa gen Z di kantor kerap melakukan trial and error. Contohnya, seperti ketika gen Z melakukan kesalahan dan mendapat teguran, dia terkesan tidak merasa bersalah..

Sebab dia tahu apa yang dia lakukan setelah mencoba (trial) adalah kesalahan (error), maka dari itu ia tak akan melakukannya lagi.

Kendati demikian, menurut saya etika kesopanan berkomunikasi tetap perlu dikedepankan dan tetap harus diajarkan oleh setiap orangtua. Sebab teknologi tak akan bisa mengajarkan kesopanan.

  • Ingin Serba Cepat

Dari apa yang saya amati di kantor, gen Z ini cenderung tidak sabaran. Bagi mereka semua masalah di dunia kerja bisa diatasi semudah ketika mereka mencari jawaban di google.

Mereka juga cenderung menganggap semua persoalan atau pekerjaan bisa dilakukan layaknya bermain game dengan mengklik salah satu pilihan, yes or no. Intinya, mereka ingin semua dikerjakan serba cepat.

Namun, alih-alih membuat semuanya menjadi cepat selesai, justru keinginan menyelesaikan semuanya dengan cepat ini justru menimbulkan masalah.

Contoh lain seperti ketika mereka ditugaskan untuk berkoordinasi dengan departemen lain, mereka akan cenderung melewati tahapan ini dan akan mengeksekusi sendiri pekerjaan itu.

Apakah hal ini dapat dibenarkan? Tentu tidak, karena akan ada bagian tertentu yang mestinya harus melewati konfirmasi departemen terkait. Namun, akibat gen Z yang langsung mengerjakannya sendiri, departemen lain jadi tak tahu bahwa hal tersebut sudah dikerjakan.

  • Cepat Merasa Puas

Selain itu, saya juga merasa gen Z di kantor saya cepat merasa puas. Ketika kita memberikan pujian atau apresiasi atas pekerjaannya, mereka akan berpikir pujian itu adalah penilaian akhir yang menunjukkan kinerja mereka baik.

Padahal pujian itu bisa jadi hanya ditujukan untuk aspek tertentu saja. Hal ini sangat berbeda dengan pekerja lain seperti ketika gen X menerima sebuah pujian justru merasa terbebani sekaligus termotivasi untuk berusaha lebih baik lagi.

Gen X cenderung menganggap pujian sebagai peringatan untuk lebih baik, sementara gen Z menganggap pujian sebagai penunjuk keberhasilan kinerja mereka.

Pentingnya Didikan Orangtua

Pertanyaan selanjutnya, apakah gen Z ini tidak mendapat pendidikan mengenai kesopanan atau cara berkomunikasi yang baik dari orangtuanya?

Tentu tidak juga, hanya saja mungkin kurang diperhatikan akibat kemandirian tinggi yang mereka miliki. Hal itu menyebabkan orangtua mereka merasa tak memiliki beban.

Padahal justru di sanalah terdapat norma yang hilang. Yang perlu digarisbawahi adalah sebagai orangtua kita jangan lupa bahwa anak akan selalu terhubung dengan berbagai orang dari berbagai generasi di mana pun mereka berada.

Sehingga tugas kita sebagai orangtua harus memastikan anak kita bisa diterima dan bisa menyesuaikan diri di setiap situasi dan keadaan.

Intinya, semua ini kembali lagi pada cara didik orangtua masing-masing. Tak peduli seorang anak dilahirkan di era mana pun, selama orangtua memberikan pondasi yang kokoh maka saya yakin anak tersebut akan tumbuh menjadi anak dalam generasi yang baik.

Saya sendiri memiliki anak yang termasuk dalam generasi Alpha. Tentu, secara pengetahuan teknologi, mereka bisa dikatakan lebih tahu daripada anak gen Z. Pola asuh yang saya terapkan sebagai seorang gen X terbilang kuno, namun menurut saya memang lebih baik seperti itu.

Apa yang saya lihat dari anak saya ini bahwa gen Alpha cenderung lebih terbuka dan kritis dalam segala hal, namun tetap dilumuri oleh etika kuno dari apa yang saya ajarkan.

Menurut saya dengan melakukan pola asuh seperti itu maka akan menjadikan anak saya generasi yang keren, memiliki sikap yang tidak cuek dan tidak serakah. Sebab, saya selalu memastikan ketika anak saya ingin berbicara, ia harus meletakkan gadget-nya terlebih dahulu.

Mungkin nanti ada saatnya generasi Z menempati suasana yang dia inginkan, tapi selama di lingkungan kerja ada generasi baby boomer dan X maka cobalah belajar cara komunikasi yang tepat.

Atau siapa tahu kalian para gen Z bisa mencari tahu di google bagaimana cara dan gaya berkomunikasi yang baik dengan generasi baby boomer dan gen X.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "3 Kesalahan Komunikasi Generasi Z di Lingkungan Kerja"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau