Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fifin Nurdiyana
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Fifin Nurdiyana adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Wisuda TK hingga SMA Tuai Polemik, Bagaimana Menanggapinya?

Kompas.com, 10 Juli 2023, 23:18 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Wisuda kelulusan TK, SD, SMP, dan juga SMA menuai polemik belakangan ini. Selain dikarenakan biaya wisuda dinilai memberatkan orangtua, wisuda sebelum menjadi sarjana justru menghilangkan maknanya.

Melihat begitu banyaknya argumen mengenai wisuda TK hingga SMA ini, saya bersyukur sekolah anak saya tidak terlalu memberatkan siswa dan orangtuanya. Barangkali sekolah ini satu yang tidak meminta uang gedung atau uang pembangunan dari awal masuk hingga lulus. Walaupun demikian, sekolah ini tetap memiliki gedung yang cukup megah dan fasilitas yang memadai.

Merunut ke belakang, sekitar 6 bulan lalu, pihak sekolah (terutama kelas 6) sudah rajin berkomunikasi dengan para siswa dan orangtua atau wali murid tentang kegiatan di momen kelulusan nanti. Para guru mengajak siswa dan orangtua untuk bermusyawarah terkait kegiatan apa yang ingin diadakan, termasuk besaran biayanya.

Hasil musyawarah kala itu disepakati momen kelulusan diadakan di tempat wisata secara sederhana saja yang lokasinya tidak terlalu jauh. Tujuannya hanya untuk kebersamaan dan berbagi kegembiraan sekaligus mengabadikan momen kelulusan. Di sisi lain juga dapat menghemat anggaran orangtua.

Setelah disepakati besaran biayanya, maka guru mempersilakan orangtua yang ingin mencicil biayanya agar tidak terlalu berat untuk pelunasannya. Dan, saya adalah salah satu orangtua yang memilih untuk mencicil biaya rekreasi tersebut. Benar saja, ketika hari H pelunasan, saya merasa ringan karena hanya tinggal sedikit saja yang harus disetorkan.

Rekreasi kelulusan ini benar-benar diadakan dengan sangat sederhana. Bisa dikatakan, sesuai budget yang disepakati. Tapi bukan berarti siswa kehilangan kegembiraan. Mereka tetap kompak dan gembira. Kebetulan sekolah mengadakan rekreasi ke pantai, sehingga anak-anak bisa main air, main bola, atau hanya sekadar berfoto bersama.

Para guru selaku panitia menyewa satu saung berukuran cukup lega untuk tempat berkumpul dan mengadakan acara perpisahan. Sementara sound system dibawa sendiri dari sekolah serta siswa atau orangtua dipersilakan membawa makan dan minum masing-masing dari rumah.

Perpisahan sekolah diselenggarakan secara sederhana Kompasiana/Fifin Nurdiyana Perpisahan sekolah diselenggarakan secara sederhana
Intinya, para siswa bisa berkumpul bersama dan gembira bersama karena akan segera berpisah untuk melanjutkan ke jenjang SMP.

Agenda acara formalnya hanya berisi kata sambutan dari siswa, wali murid dan kepala sekolah. Kemudian dilanjutkan dengan bersalaman, berfoto serta ada sedikit persembahan kesenian, puisi dan lantunan lagu dari siswa. Tidak ada panggung megah atau hiasan-hiasan mewah, semuanya digelar secara sederhana dan hangat.

Tidak Akan Menjadi Polemik Jika Guru dan Orangtua Saling Bijak, Tulus dan Bersinergi
Jujur

Ketika polemik acara kelulusan TK, SD, SMP dan SMA mencuat di media, saya merasa cukup bersyukur karena tidak mengalami apa yang dikhawatirkan orangtua lainnya. Namun, bukan berarti saya tidak rispek dengan keluh kesah para orangtua yang merasa berat terbebani dengan biaya kelulusan yang barangkali tidak sedikit. Saya justru merasa turut prihatin dengan polemik tersebut, karena bagaimanapun saya juga orangtua dari tiga anak yang duduk di bangku SD dan SMA.

Meski demikian, kita tidak bisa serta merta menjustifikasi sekolah sedemikian rupa. Kita tidak tahu, yang dikeluhkan itu sekolahnya seperti apa, target pendidikannya bagaimana atau diperuntukkan untuk kalangan mana saja?

Tidak dapat dipungkiri, ada sekolah yang memiliki konsep mewah dengan fasilitas yang super canggih. Tentu saja, wajar jika SPP yang dikeluarkan mahal, uang gedungnya tinggi, termasuk biaya kelulusan yang besar. Para siswa yang sekolah di sini sudah pasti sebagian besar berada di kalangan keluarga yang sangat berkecukupan.

Nah, jangan-jangan yang dikeluhkan biaya kelulusan dengan berbagai versi judul seperti wisuda, rekreasi atau pensi berasal dari sekolah-sekolah yang memang berstandar biaya di atas rata-rata? Jika demikian, tentu ini akan menjadi wajar, harusnya tidak dipermasalahkan.

Tapi, jika yang dikeluhkan dari sekolah yang standar umum, saya rasa cukup masuk akal jika banyak orangtua yang mempermasalahkan biaya kelulusan atau perpisahan yang terlampau besar. Barangkali, kalau saya yang ada di posisi ini juga akan mengeluhkan hal yang sama.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Kenapa Topik Uang Bisa Jadi Sensitif dalam Rumah Tangga?
Kenapa Topik Uang Bisa Jadi Sensitif dalam Rumah Tangga?
Kata Netizen
Urgensi Penataan Ulang Sistem Pengangkutan Sampah Jakarta
Urgensi Penataan Ulang Sistem Pengangkutan Sampah Jakarta
Kata Netizen
Kini Peuyeum Tak Lagi Hangat
Kini Peuyeum Tak Lagi Hangat
Kata Netizen
Membayangkan Indonesia Tanpa Guru Penulis, Apa Jadinya?
Membayangkan Indonesia Tanpa Guru Penulis, Apa Jadinya?
Kata Netizen
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau