Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pemandangan tak biasa terlihat ketika siswa SDN Sigela, Kecamatan Oba, Kota Tidore Kepulauan mesti berjibaku dengan lemotnya koneksi internet saat hendak melaksanakan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).
Di hari pertama pelaksanaan ANBK, terlihat lima buah laptop berjejer di atas talud sebuah pantai. Pada setiap laptop, siswa-siswi SDN Sigela memandangi laptop dengan serius.
Pantai dipilih sebagai lokasi pelaksanaan ANBK supaya anak-anak mendapatkan koneksi internet yang lancar. Asesmen sebagai program Kemendikbud ini memang mengharuskan penggunaan komputer secara daring maupun semi daring.
Fenomena ini lantas menyita banyak perhatian publik setelah viral di salah tayangan media sosial. Postingan Facebook bahkan sudah beberapa kali dibagikan oleh media lokal maupun masyarakat.
Adanya fenomena ini menunjukkan bahwa masih lemahnya dukungan infrastruktur program pendidikan, terutama di wilayah timur Indonesia.
Persoalan jaringan internet yang belum memadai merupakan sebuah permasalahan yang belum mampu dituntaskan di daerah-daerah pelosok (Baca: Kemendibud, 2021).
Tentu ini menjadi sebuah permasalahan klasik, saat pemerintah berkeinginan menggenjot kualitas pendidikan, tetapi di satu sisi masih terdapat berbagai macam kendala yang belum mampu diminimalkan.
Persoalan ini harus dibenahi, terutama dukungan infrastrukur internet yang merata. Ini juga merupakan tantangan besar, sebab ketimpangan digital di Indonesia masih cukup tinggi terutama di wilayah timur maupun pelosok desa lain di Indonesia.
Dalam peringkat East Ventures Competitiveness Index 2022, daya saing digital masih terkonsentrasi di daerah Jawa. Sementara dalam konteks literasi digital, Indonesia berada di urutan 53 dengan skor 3,54.
Kendala utama para tenaga pengajar, guru maupun dosen menurut Segara Research Institute (2023) ialah kendala teknis utamanya akses internet yang memadai. Sebanyak 45 persen responden yang merupakan kepala sekolah mengaku mengalami kendala koneksi internet.
Sebanyak 46 persen responden yang merupakan guru juga mengaku mengalami kendala yang sama, khususnya di Indonesia timur dan daerah kepulauan.
Survei tersebut menunjukkan bahwa akibat terdapatnya kendala koneksi internet, terutama di Indonesia timur serta daerah kepulauan, banyak responden akhirnya belum mampu memanfaatkan platform serta berbagai aplikasi yang dirancang oleh Kemendikbud.
Selain itu, kesenjangan penggunaan internet juga dapat dilihat dari aktivitas belajar-mengajar yang hanya mencapai 27,6 persen, multimedia 17,1 persen, dan penggunaan laboratorium virtual sebanyak 3,5% (Status Literasi Digital Indonesia, 2022).
Kesenjangan infrastruktur baik internet, listrik, laboratorium, komputer, dan SDM tentu dapat menghambat pelaksanaan ANBK. Apalagi jika daerah-daerah tersebut belum memiliki akses jaringan internet sama sekali yang sudah pasti akan memengaruhi hasil dari asesmen.
Meskipun memang sudah terdapat aturan bahwa sekolah-sekolah yang terkendala koneksi internet dapat menumpang ke sekolah lain, tetapi tentu dalam pelaksanaannya tidak akan semudah itu.