Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Priyasa Hevi Etikawan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Priyasa Hevi Etikawan adalah seorang yang berprofesi sebagai Guru. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Membangun Komunikasi yang Efektif antara Pihak Sekolah dan Wali Murid

Kompas.com - 17/01/2024, 22:02 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Keberhasilan tujuan pendidikan sangat bergantung terhadap efektivitas komunikasi yang terjadi antara pihak sekolah dan wali murid.

Terlebih lagi, komunikasi yang baik akan memberi kesan bahwa sekolah dekat dengan wali muridnya. Sehingga, tidak terkesan sekolah cuek dan enggan menerima masukan dari wali murid.

Kini, banyak cara yang dapat dilakukan pihak sekolah dan wali murid dalam menjaga komunikasi yang baik dan efektif, seperti merespon pesan di grup WhatsApp sekolah dengan cepat, mengundang wali murid ke dalam acara rapat kelas maupun sekolah, mengembangkan jaringan sosial media sekolah, hingga melakukan kunjungan rumah (home visit).

Menjaga Komunikasi antar Pihak Sekolah dan Wali Murid

Pada suatu ketika tidak seperti biasanya grup WhatsApp salah satu kelas ramai. Ternyata ada salah satu wali murid yang melaporkan bahwa baju anaknya telah dicoret-coret dengan pulpen oleh temannya.

Dan sayangnya, sudah dicoba dicuci berulang kali, coretan itu tidak juga hilang.

Si wali murid mengeluh karena baju yang dicoret-coret tersebut adalah baju pramuka yang masih baru.

Sontak keluhan wali murid itu direspon dengan komentar penghuni grup lainnya, yang mengatakan bahwa kejadian coret-coret tersebut juga dialami anaknya. Ia mendapati baju dan buku tulis anaknya penuh dengan coretan-coretan pulpen.

Grup WhatsApp seketika menjadi ramai dan menyebabkan wali murid lain untuk berkomentar dan mengeluh dengan kejadian yang dialami anaknya di sekolah itu.

Pada peristiwa lain, pernah suatu ketika grup WhatsApp di kelas lainnya juga ramai. Tapi kali ini kejadiannya berbeda. Ada salah satu wali murid yang mengeluh anaknya sering kehilangan uang di sekolah. Meskipun jumlahnya tidak seberapa, tetapi kejadian ini sudah sering dialami.

Si wali murid menyatakan kecurigaan bahwa ada "Si Panjang Tangan" di kelas anaknya itu. Keluhan wali murid ini juga ditanggapi dengan komentar beragam dari penghuni grup lainnya, dan membuat grup semakin riuh.

Begitulah suasana yang kerap ditemui di grup WhatsApp sekolah. Bukan hanya menjadi media berbagi informasi antara pihak sekolah dan wali murid, namun juga telah jauh berkembang menjadi media untuk menyampaikan saran, pendapat, kritikan bahkan keluhan dari wali murid kepada pihak sekolah.

Situasi ini wajar saja adanya sebagai bentuk dari konsekuensi berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Hanya memang terkadang pola komunikasi secara tidak langsung seperti ini jika tidak cermat dan hati-hati bisa menimbulkan salah tafsir atau miskonsepsi antara si pemberi pesan dan penerima pesan. Apalagi dalam konteks masalah yang krusial dan sensitif, maka harus dilrespon dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Berkembangnya grup WhatsApp dan berbagai sosial media lain memang membuat wali murid semakin dinamis dan kritis. Tetapi semua itu juga harus diimbangi dengan peningkatan pemahaman dan literasi yang baik, agar bisa tetap bijak dan jernih di dalam menggunakan berbagai platform sosial media.

Tentu kita sepakat bahwa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Semua pihak harus mengedepankan pikiran jernih dan akal sehat serta pandai menempatkan diri di mana ia berada.

Sekolah juga tidak mungkin menutup diri dari masukan, pendapat, saran bahkan kritik dari wali muridnya. Justru sekolah harus siap dengan itu semua.

Sekolah yang bagus adalah sekolah yang terbuka serta tidak menutup diri dari segala penilaian masyarakatnya.

Kritik, pendapat saran, dan masukan hendaknya bisa ditanggapi secara profesional dan proporsional.

Pendidikan adalah tanggung bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Demikian menurut konsep trilogi pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Perilaku anak di sekolah sedikit banyaknya adalah cerminan bagaimana ia bersikap di rumah dan di lingkungan keluarga.

Seorang anak yang dididik dengan baik, penuh perhatian, dan kasih sayang dari orangtuanya tentu akan berbeda dengan anak yang kurang perhatian dan kurang kasih sayang dari orangtua.

Ketika anak berbuat kenakalan atau melakukan perilaku menyimpang di sekolah, bisa jadi  karena di rumah kurang mendapat didikan dan pengawasan dari orangtua ataupun keluarganya. Maka dalam hal ini sangatlah penting adanya sebuah kerjasama yang sinergis antara pihak sekolah dengan pihak orangtua.

Tidak ada guru yang sempurna, demikian juga tidak ada orangtua yang sempurna. Karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna. Yang dibutuhkan adalah kerja sama dan saling bergotong-royong di dalam mendidik dan membentuk karakter anak sehingga ia menjadi pribadi yang baik, berguna bagi diri diri sendiri dan orang lain. Dibutuhkan rasa saling pengertian dan kesadaran bersama dalam konteks mendidik anak yang sekarang ini semakin berat dan banyak tantangannya.

Bagaimana Sebaiknya Sekolah Menerima Kritik dan Masukan?

Soe Hok Gie pernah mengatakan, "Guru yang tidak tahan kritik silahkan masuk ke keranjang sampah". Memang betul dan saya pun sependapat dengan Soe Hok Gie.

Sulit dan sangat tidak mungkin guru dan sekolah dewasa ini akan lepas bahkan menutup diri dari kritikan dan masukan masyarakat. Semua pihak di era keterbukaan informasi ini harus siap dinilai oleh siapa pun juga.

Justru dengan adanya kritikan dan masukan, maka bisa menjadi sarana untuk evaluasi, refleksi, serta menyamakan visi antara pihak sekolah dan wali murid. Karena kembali lagi, pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Bukan tanggung jawab guru atau wali murid semata.

Dalam konteks masalah riuhnya grup WhatsApp di atas, saya merasa lebih tepat jika hal-hal semacam itu memang dibahas di internal grup WhatsApp saja. Supaya dibicarakan dan dimusyawarahkan di dalam grup saja.

Menjadi tidak etis kemudian jika dibahas di sosial media yang sifatnya publik. Karena tentu hal ini justru akan mengundang persoalan baru. Masalah tidak selesai, tidak ketemu solusi dan justru akan merembet kemana-mana.

Inilah yang saya sebut pentingnya literasi dalam menggunakan sosial media. Agar semua pihak bijak dalam menggunakan sosial media.

Kalau dulu mungkin kita mengenal peribahasa "mulutmu harimaumu", tetapi sekarang peribahasa itu agaknya sudah bergeser menjadi "jarimu harimaumu".

Dengan pola komunikasi yang efektif akan memberikan dampak positif pada ketahanan sekolah itu sendiri. Kepercayaan wali murid terhadap sekolah akan meningkat, dan secara tidak langsung akan terbentuk branding yang baik terhadap sekolah tersebut di masyarakat lua.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pentingnya Menjaga Komunikasi Antara Sekolah dengan Masyarakat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Menyoal Kerja Bareng dengan Gen Z, Apa Rasanya?

Kata Netizen
Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Solidaritas Warga Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur

Kata Netizen
Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kenali 3 Cara Panen Kompos, Mau Coba Bikin?

Kata Netizen
Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Tips yang Bisa Menunjang Kariermu, Calon Guru Muda

Kata Netizen
Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Dapatkan Ribuan Langkah saat Gunakan Transportasi Publik

Kata Netizen
Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Apa Manfaat dari Pemangkasan Pada Tanaman Kopi?

Kata Netizen
Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kembangkan Potensi PMR Sekolah lewat Upacara Bendera

Kata Netizen
Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Menulis sebagai Bekal Mahasiswa ke Depan

Kata Netizen
Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Membedakan Buku Bekas dengan Buku Lawas, Ada Caranya!

Kata Netizen
Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Menunggu Peningkatan Kesejahteraan Guru Terealisasi

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau