Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Billy Steven Kaitjily
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Billy Steven Kaitjily adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mewujudkan Pendidikan Gratis untuk Perguruan Tinggi, Bisa?

Kompas.com - 31/05/2024, 22:34 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pendidikan adalah fundamental dalam bernegara. Perlu perhatian serius agar pendidikan bisa terus ditingkatkan.

Jadi, dengan sistem pendidikan yang berjalan dengan baik, secara langsung merupakan keberhasilan dari suatu negara dalam melakukan pembangunan sumber daya manusia.

Maka bisa dibayangkan kalau itu terjadi sebaliknya akan berpotensi kegagalan dari suatu negara.

Sudah ada contohnya dari negara-negara lainnya, Finlandia, Slovenia, Jerman, dan Swedia menerapkan sistem pendidikan gratis bagi warga negaranya, bahkan bagi mahasiswa asing baik di sekolah negeri maupun swasta.

Sementara itu, negara yang masuk dalam kategori berkembang menuju maju, Indonesia memang belum menggratiskan biaya pendidikan tinggi.

Sampai saat ini, menurut laporan Tahunan SDGs 2023, program wajib belajar 12 tahun, mulai dari level pendidikan dasar (SD) hingga pendidikan menengah atas (SMA).

Kalau negara lain bisa menerapkan, bukan hal yang aneh jika kita bisa mendorong agar program wajib belajar diubah lagi menjadi hingga jenjang perguruan tinggi lewat revisi UU Sisdiknas.

Wacana tersebut diangkat lantaran banyak kisah anak-anak dari keluarga miskin yang potensial, namun tidak berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi.

Kalau Tidak Bisa Gratis, Murahkan!

Pengalaman kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS) hingga level Magister membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Maka bagi mereka yang sudah menjalani pasti mengerti ketika terjadi beragam protes yang dilayangkan soal kenaikan uang kuliah tunggal (UKT).

Sistem UKT ini diberikan kepada mahasiswa sesuai dengan kemampuan ekonominya. Maka dari itu, setiap mahasiswa akan memiliki nilai UKT yang berbeda-beda sesuai dengan kemmapuan orangtua.

Jadi ketika adanya wacana kenaikan biaya UKT akan berdampak pada kemampuan ekonomi mahasiswa. Sayangnya, seperti yang sempat beredar, pihak kampus hanya memberikan opsi supaya mahasiswa meminjam uang pada platform seperti pinjaman online (pinjol) untuk membayar UKT.

Imbas Mahalnya Biaya Pendidikan

Apabila pihak pemerintah dan kampus tidak mencari cara terbaik untuk menurunkan biaya UKT, maka imbasnya adalah calon mahasiswa (camaba) bakal mengundurkan diri.

Pada masa mendatang, baik PTN maupun PTS di Indonesia, akan sepi peminat mahasiswa yang mendaftar.

Bila kampus sepi peminatnya karena biaya UKT yang mahal, akan berimbas pada angka kemiskinan bisa naik.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena pendidikan merupakan faktor kunci dalam mengurangi/mengentaskan kemiskinan.

Pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau bisa memberi peluang tiap individu dari semua kalangan keterampilan dan pengetahuan.

Kalau itu bisa berjalan lancar, bukan tidak mungkin akan cukup untuk mendapat pekerjaan dengan gaji yang lebih baik.

Jika biaya pendidikan semakin mahal, hal ini akan berpengaruh pada jumlah mahasiswa yang mendaftar pada perguruan tinggi. Semakin sedikit SDM yang mendapatkan pendidikan berkualitas, semakin besar masalah yang dihadapi oleh pemerintah.

Untungnya Kalau Biaya Pendidikan Digratiskan

Menerapkan kebijakan pendidikan gratis di perguruan tinggi berdampak pada keuntungan bagi kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa.

Lewat pendidikan yang digratiskan bisa meningkatkan ekonomi dan mamajukan sektor teknologi. Pun, akan meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan, mengurangi tingkat kejahatan, memperbaiki kesehatan individu, dan mengurangi kesenjangan gender.

Singkatnya, pendidikan gratis memiliki potensi untuk memberikan berbagai hasil positif bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pendidikan Gratis di Perguruan Tinggi, Bisakah Terwujud?"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Indonesia Bisa Contoh Korea Selatan untuk Atasi Macet

Indonesia Bisa Contoh Korea Selatan untuk Atasi Macet

Kata Netizen
6 Hal Keren Ketika Jadi Writerpreneur

6 Hal Keren Ketika Jadi Writerpreneur

Kata Netizen
Eksistensi Makanan Khas Tiwul yang Ramai di Kota dan Desa

Eksistensi Makanan Khas Tiwul yang Ramai di Kota dan Desa

Kata Netizen
Apa yang Membuat PON 2024 Ini Berbeda?

Apa yang Membuat PON 2024 Ini Berbeda?

Kata Netizen
Berbagi Pengalaman Ikut Misa Akbar Paus Fransiskus dari Jauh

Berbagi Pengalaman Ikut Misa Akbar Paus Fransiskus dari Jauh

Kata Netizen
Faisal Basri, Guru yang Baik dan Penuh Dedikasi

Faisal Basri, Guru yang Baik dan Penuh Dedikasi

Kata Netizen
Nikmati Peranmu sebagai Ibu, Tidak Perlu Takut!

Nikmati Peranmu sebagai Ibu, Tidak Perlu Takut!

Kata Netizen
Apa Untungnya Memiliki Portofolio Karier?

Apa Untungnya Memiliki Portofolio Karier?

Kata Netizen
Ekonomis dan Efisien, Ini Cara Memilih Mesin Cuci

Ekonomis dan Efisien, Ini Cara Memilih Mesin Cuci

Kata Netizen
Nostalgia Serunya Menyewa Film di Tempat Rental

Nostalgia Serunya Menyewa Film di Tempat Rental

Kata Netizen
Jejak Digital adalah Bumerang Kita Main Medsos

Jejak Digital adalah Bumerang Kita Main Medsos

Kata Netizen
Gaya Hidup 90an, Apakah Masih Relevan?

Gaya Hidup 90an, Apakah Masih Relevan?

Kata Netizen
Beragam Manfaat dari Bawang Putih yang Perlu Diketahui

Beragam Manfaat dari Bawang Putih yang Perlu Diketahui

Kata Netizen
Cara Mudah Menanam Tomat di Rumah

Cara Mudah Menanam Tomat di Rumah

Kata Netizen
Ini Alasan Psikologis Orang Bisa Suka Koleksi Buku

Ini Alasan Psikologis Orang Bisa Suka Koleksi Buku

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau