Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hen Ajo Leda
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Hen Ajo Leda adalah seorang yang berprofesi sebagai Buruh. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pemimpin Populis pada Pilkada 2024

Kompas.com - 30/06/2024, 21:49 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pilkada 2024 merupakan momentum penting untuk menguji sejauh mana populisme dapat dikelola dengan bijak dalam konteks politik lokal di Indonesia.

Akan tetapi, populisme telah menjadi fenomena global pada beberapa aspek termasuk politik.

Kalau pembahasannya ditarik pada konteks pemilihan kepala daerah (Pilkada), populisme kerap kali menjadi strategi yang diadopsi oleh para calon pemimpin untuk menarik dukungan.

Francis Fukuyama, seorang profesor Ilmu Politik di Amerika Serikat, dalam artikel "What is Populism" (2017) mengidentifikasi tiga ciri utama populisme.

Pertama, populisme cenderung mengadopsi kebijakan jangka pendek yang pro-rakyat, bentuk kebijakan sosial seperti subsidi, pensiun, dan fasilitas gratis.

Bentuk seperti ini berdampak pada kebijakan ini seringkali tidak memperhatikan stabilitas ekonomi dan kepentingan jangka panjang negara.

Kedua, pemimpin populis mendefinisikan "rakyat" secara sempit berdasarkan identitas seperti etnis, ras, dan agama.

Donald Trump dengan slogannya "America First", misalnya, mempromosikan supremasi kulit putih, tetapi mengabaikan minoritas seperti Afrika-Amerika dan Hispanik.

Ketiga, gaya kepemimpinan populis sering kali membangun kultus pribadi dengan pemimpin mengklaim otoritas yang memungkinkan mereka bertindak secara independen dari lembaga demokrasi, terutama partai politik.

Populisme di Indonesia tercermin dalam retorika politik para elit yang menonjolkan kedekatan dengan rakyat.

Strategi populisme pragmatis telah ada sejak awal kemerdekaan Indonesia, pertama kali digunakan oleh Soekarno dengan doktrin Marhaenisme. Megawati Soekarnoputri kemudian melanjutkan populisme pragmatis, meskipun kebijakan pemerintahannya bersifat pragmatis (Triwibowo & Martha, 2021).

Penelitian Triwibowo & Martha (2021) mengungkapkan bahwa Jokowi dan Prabowo menunjukkan jenis populisme yang berbeda. Jokowi dikenal sebagai pemimpin populis santun, sementara Prabowo sebagai pemimpin populis ideal.

Menggunakan populisme pragmatis sebagai strategi politik untuk meraih kekuasaan politik, memanfaatkan retorika populisme tanpa konsistensi anti-elit yang sejati (Triwibowo & Martha, 2021).

Pilkada 2024 dan Pemimpin Populis

Pemimpin populis dalam konteks Pilkada cenderung menggunakan bahasa sederhana dan simbol-simbol budaya lokal untuk menarik dukungan.

Selain itu menekankan kebijakan yang bersifat karitatif dan pragmatis, seperti bantuan langsung tunai dan program-program populis lainnya yang memberikan manfaat jangka pendek.

Menariknya, populisme dalam politik lokal seringkali membawa dampak positif yang nyata bagi masyarakat.

Aspek nyata yang bisa dirasakan adalah peningkatan kesejahteraan sosial melalui kebijakan yang memberikan manfaat langsung.

Ada juga hal lain yang diperhatikan, retorika populis yang menekankan kedekatan dengan rakyat dapat memperkuat rasa kepercayaan dan keterlibatan masyarakat dalam proses politik.

Bahkan di beberapa daerah, retorika populis telah menyebabkan ketegangan sosial dan memperdalam jurang pemisah antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.

Penutup

Menghadapi Pilkada 2024, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk memiliki pandangan yang seimbang terhadap kebijakan populis.

Manfaat langsung bagi masyarakat perlu diakui dan diapresiasi, namun perencanaan jangka panjang dan keberlanjutan juga harus menjadi perhatian utama.

Sedangkan di sisi lain, pendidikan politik bagi masyarakat perlu ditingkatkan agar mereka dapat memahami dampak jangka panjang dari kebijakan populis dan membuat keputusan yang lebih bijak dalam memilih pemimpin.

Pilkada 2024 merupakan momentum penting untuk menguji sejauh mana populisme dapat dikelola dengan bijak dalam konteks politik lokal di Indonesia.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pilkada 2024 di Bawah Bayang-Bayang Pemimpin Populis"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau