Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Noer Ashari
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Ekspektasi yang Membebani, Bisakah Kita Melepaskannya?

Kompas.com - 31/08/2024, 16:47 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Belenggu ekspektasi adalah ketika kita merasa terjebak oleh harapan-harapan, baik dari diri sendiri maupun dari orang lain, yang kadang terasa membebani. 

Misalnya, harapan untuk selalu sukses, selalu tampil sempurna, atau selalu membahagiakan semua orang. Hal ini bisa membuat hidup terasa penuh tekanan dan jauh dari kebahagiaan hakiki, karena kita terus-menerus berusaha memenuhi standar yang mungkin sebenarnya tidak kita perlukan.

Bagi Anda yang merasa kedamaian diri merupakan hal yang utama, hal ini penting untuk disimak, karena banyak dari kita yang tanpa sadar hidup di bawah bayang-bayang ekspektasi yang justru menghalangi kita dari kebebasan untuk menjadi diri sendiri.

Dengan memahami cara melepaskan diri dari ekspektasi ini, kita bisa hidup lebih santai, lebih bahagia, lebih rileks dan lebih tulus dalam menjalani kehidupan.

Artikel ini akan mengajak kita semua untuk mulai menyadari dan belajar melepaskan beban ekspektasi tersebut, sehingga kita bisa hidup lebih ringan dan lebih sesuai dengan keinginan hati.

Apa Itu Ekspektasi dan Bagaimana Terbentuknya?

Ekspektasi adalah harapan atau standar yang kita atau orang lain tetapkan untuk diri kita.

Misalnya, ekspektasi dari diri sendiri bisa berupa keinginan untuk selalu berhasil dalam setiap hal yang kita lakukan, sementara ekspektasi dari orang lain mungkin datang dari keluarga atau teman yang mengharapkan kita untuk selalu memenuhi harapan mereka, seperti mendapatkan nilai bagus, pekerjaan yang bergengsi, atau kehidupan yang terlihat sempurna.

Ekspektasi ini bisa datang dari berbagai tempat.

Pertama, dari budaya, di mana norma-norma sosial menentukan apa yang dianggap sukses atau gagal.

Kedua, dari keluarga, yang sering kali mempunyai harapan tinggi berdasarkan tradisi atau pengalaman mereka sendiri.

Ketiga, lingkungan sosial seperti teman atau media sosial, yang bisa membuat kita merasa harus mengikuti tren atau standar tertentu untuk dianggap keren atau "normal."

Terakhir, diri sendiri, ini juga bisa jadi sumber ekspektasi, karena sering kali kita menetapkan standar yang terlalu tinggi berdasarkan ambisi pribadi atau perbandingan dengan orang lain.

Semua ini bisa membuat kita merasa tertekan jika kita terus-menerus berusaha memenuhi ekspektasi yang kadang tidak realistis.

Perlu diketahui, inilah dampak negatif ketika Anda berekspektasi yang berlebihan:

1. Tekanan Mental dan Emosional

Ketika ekspektasi yang kita miliki atau yang diberikan orang lain terlalu tinggi atau tidak realistis, kita bisa merasa sangat tertekan.

Misalnya, saat kita berusaha untuk selalu tampil sempurna atau memenuhi harapan semua orang, hal ini bisa membuat kita stres dan cemas.

Pikiran kita terus-menerus dipenuhi dengan "Harus bisa ini, harus bisa itu," dan kalau kita tidak berhasil mencapainya, kita jadi merasa gagal dan kelelahan secara emosional. Semua ini bisa menguras energi kita dan membuat kita merasa tidak pernah cukup baik.

2. Menghambat Pertumbuhan Pribadi

Ekspektasi yang berlebihan juga bisa membuat kita terjebak dalam kotak yang sempit.

Ketika kita terlalu fokus pada apa yang diharapkan orang lain atau ekspektasi diri yang terlalu tinggi, kita jadi tidak bebas untuk mengeksplorasi minat dan potensi kita sendiri. Kita jadi takut mencoba hal baru karena khawatir tidak memenuhi standar atau takut akan penilaian negatif.

Akibatnya, kita bisa kehilangan kesempatan untuk belajar dan tumbuh menjadi versi terbaik diri kita yang sebenarnya. Kita juga jadi tidak bebas mengekspresikan diri secara jujur dan autentik, karena selalu merasa harus sesuai dengan ekspektasi yang ada.

Jika Anda sudah terlanjur dalam berekspektasi yang begitu tinggi, setidaknya empat hal ini perlu Anda coba lakukan:

1. Mengenali dan Menerima

Langkah pertama untuk melepaskan diri dari ekspektasi adalah dengan mengenali mana ekspektasi yang sebenarnya tidak realistis atau tidak perlu.

Coba tanyakan kepada diri sendiri, "Apakah harapan ini benar-benar penting bagi saya, atau hanya karena orang lain mengharapkannya?" Dengan jujur pada diri sendiri, kita bisa lebih mudah menerima bahwa tidak semua ekspektasi harus dipenuhi.

Tidak apa-apa jika kita tidak selalu sempurna atau tidak selalu bisa memenuhi harapan orang lain. Menerima hal ini bisa membuat kita merasa lebih lega dan tenang.

2. Memprioritaskan Kebahagiaan Pribadi

Daripada terus-menerus mencoba memenuhi harapan orang lain, lebih baik fokus pada apa yang benar-benar membuat kita bahagia. Tanyakan pada diri sendiri, "Apa yang sebenarnya saya inginkan? Apa yang membuat saya merasa puas dan senang?"

Ingat, hidup kita adalah milik kita sendiri, dan kebahagiaan kita adalah yang paling penting. Dengan memprioritaskan kebahagiaan pribadi, kita bisa menjalani hidup dengan lebih tulus dan lebih sesuai dengan apa yang kita inginkan.

3. Praktik Self-Compassion

Coba deh mulai berlatih self-compassion atau menyayangi diri sendiri. Ini artinya, kita harus lebih lembut dan tidak terlalu keras pada diri sendiri. Akui bahwa kita semua punya kekurangan dan ketidaksempurnaan, dan itu sangat normal.

Daripada terus-menerus mengkritik diri sendiri karena tidak memenuhi ekspektasi, lebih baik beri diri sendiri izin untuk membuat kesalahan dan belajar dari situ. Dengan begitu, kita bisa lebih damai dan tidak mudah stres.

4. Menetapkan Batasan

Penting juga untuk menetapkan batasan yang sehat, baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Artinya, kita harus tahu kapan harus berkata "tidak" atau kapan kita perlu mengambil waktu untuk diri sendiri.

Jangan ragu untuk menetapkan batasan jika ekspektasi orang lain sudah terlalu berat dan mengganggu kesejahteraan kita. Dengan batasan yang jelas, kita bisa menjaga diri dari ekspektasi berlebihan dan tetap fokus pada apa yang penting untuk kita sendiri.

Melepaskan diri dari belenggu ekspektasi adalah langkah penting untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian diri. Kita telah membahas bahwa ekspektasi yang tidak realistis bisa menyebabkan tekanan mental dan emosional, serta menghambat pertumbuhan pribadi.

Penting bagi kita untuk mengenali ekspektasi yang tidak perlu, memprioritaskan kebahagiaan pribadi, berlatih menyayangi diri sendiri, dan menetapkan batasan yang sehat. Dengan melakukan ini, kita bisa hidup lebih bebas dan lebih autentik.

Mari sama-sama kita lepaskan diri dari ekspektasi yang memberatkan kita! Mulailah dengan langkah kecil seperti mengenali apa yang benar-benar penting bagi kita dan apa yang hanya berasal dari harapan orang lain. Fokus pada apa yang membuat kita bahagia dan jangan ragu untuk menetapkan batasan.

Ingat, kita yang paling tahu apa yang terbaik untuk diri kita sendiri. Fokuslah pada kesejahteraan dan kebahagiaan pribadi, dan nikmati perjalanan hidup dengan lebih ringan dan penuh makna.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Melepaskan Diri dari Belenggu Ekspektasi"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Cara Gen Z Menentukan Karier, Passion atau Gaji?

Cara Gen Z Menentukan Karier, Passion atau Gaji?

Kata Netizen
Anak Mental Strawberry Generation, Apakah Karena Terlalu Dimanjakan?

Anak Mental Strawberry Generation, Apakah Karena Terlalu Dimanjakan?

Kata Netizen
Adakah Cara agar Melangsungkan Pernikahan Tanpa Utang?

Adakah Cara agar Melangsungkan Pernikahan Tanpa Utang?

Kata Netizen
Apa Jadinya Jika Kantin Sekolah Dikenakan Pajak Retribusi?

Apa Jadinya Jika Kantin Sekolah Dikenakan Pajak Retribusi?

Kata Netizen
Apakah 'Job Fair' Masih Jadi Pilihan Cari Kerja?

Apakah "Job Fair" Masih Jadi Pilihan Cari Kerja?

Kata Netizen
Membedakan Respon Patuhnya Anak, Sayang atau Takut?

Membedakan Respon Patuhnya Anak, Sayang atau Takut?

Kata Netizen
Talenan Plastik, Talenan Kayu, dan Keamanan Pangan

Talenan Plastik, Talenan Kayu, dan Keamanan Pangan

Kata Netizen
Apa Beda antara Kategori Buku dan Genre Buku?

Apa Beda antara Kategori Buku dan Genre Buku?

Kata Netizen
Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Sekolah Menghadapi Sampah Makan Siang Gratis

Kata Netizen
Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Pertumbuhan Ekonomi, PPN 12 Persen, dan Frugal Living

Kata Netizen
Apa yang Membuat 'Desperate' Ketika Cari Kerja?

Apa yang Membuat "Desperate" Ketika Cari Kerja?

Kata Netizen
Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Antara Bahasa Daerah dan Mengajarkan Anak Bilingual Sejak Dini

Kata Netizen
Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kebebasan yang Didapat dari Seorang Pekerja Lepas

Kata Netizen
Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Menyiasati Ketahanan Pangan lewat Mini Urban Farming

Kata Netizen
Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Mari Mulai Memilih dan Memilah Sampah dari Sekolah

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau