Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Qanita Zulkarnain
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kompas.com - 30/09/2024, 22:34 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Dalam dunia pengembangan pribadi dan bimbingan karier, tren baru terus bermunculan yang menjanjikan hasil yang mengubah hidup dengan semudah mungkin. 

Salah satu tren tersebut adalah penggunaan tes sidik jari, yang sering dipasarkan sebagai cara untuk mengungkap bakat terpendam, memahami ciri-ciri kepribadian, dan bahkan memprediksi kesuksesan di masa depan.

Sebagai lulusan psikologi dengan keahlian psikometri, saya sangat tidak menyarankan Anda untuk melakukan tes ini. 

Berikut akan saya jelaskan apa itu tes sidik jari atau fingerprint test, kenapa tes tersebut menarik, kenapa saya tidak merekomendasikan tes tersebut, dan alternatif tes yang bisa dilakukan.

Tes Sidik Jari (Fingerprint Test)

Tes sidik jari mengklaim menggunakan pola pada ujung jari kita---setiap garis, lengkungan, dan arahnya --untuk mengungkapkan wawasan yang mendalam tentang kepribadian, kecerdasan, dan bahkan takdir kita. 

Perusahaan yang memasarkan layanan ini menjanjikan segalanya mulai dari bimbingan karier yang lebih baik hingga peningkatan strategi pengasuhan anak. 

Mereka berpendapat bahwa karena sidik jari berkembang di dalam rahim sekitar waktu yang sama dengan otak, pasti ada hubungan antara keduanya.

Meskipun ide ini mungkin terdengar masuk akal bagi telinga yang tidak terlatih, tidak ada dasar ilmiah untuk klaim ini. Pola sidik jari ditentukan secara genetik dan acak. 

Tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa tonjolan pada jari kita memiliki hubungan dengan kemampuan kognitif atau ciri kepribadian.

Apa yang Menarik dari Tes Sidik Jari?

Singkatnya, tentu saja hampir semua tes psikologi menarik bagi masyarakat. Banyak orang tertarik karena kita bisa menemukan sesuatu yang mendalam dan unik tentang diri kita sendiri. 

Analisis sidik jari mengklaim dapat memberikan jawaban atas pertanyaan rumit tentang kepribadian, kecerdasan, dan arah karier. 

Hal ini menggoda karena pemikiran untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan seumur hidup ini melalui pemindaian sederhana terasa seperti jalan pintas menuju pemahaman diri.

Selain itu, pengujian psikometrik tradisional, seperti tes IQ, inventaris kepribadian, dan penilaian karier, dapat memakan waktu, mahal, dan memerlukan pengawasan profesional. 

Tes sidik jari menawarkan solusi lengkap yang menjanjikan hasil instan dengan sedikit usaha. Daya tarik kemudahan tersebut membuatnya menarik bagi orang yang mencari jawaban cepat untuk masalah yang rumit.

Terutama bagi para orang tua yang khawatir tentang kinerja akademis atau masa depan anak-anak mereka, mereka sering kali menjadi sasaran layanan ini. 

Perusahaan menawarkan pengujian sidik jari untuk menilai kemampuan "bawaan", gaya belajar, atau potensi anak, yang konon membantu orang tua membuat keputusan yang lebih baik tentang pendidikan dan perkembangan. 

Tidak sulit untuk memahami mengapa banyak orang tua ingin berinvestasi dalam apa pun yang mengklaim dapat meningkatkan peluang keberhasilan anak mereka.

Lalu, kenapa tes ini tidak saya rekomendasikan?

Permasalahan dalam Tes Sidik Jari

1. Tidak Ada Bukti Ilmiah

Masalah terbesar dengan tes sidik jari adalah tidak adanya dukungan ilmiah untuk klaim yang dibuatnya.

Tidak ada penelitian kredibel yang mendukung gagasan bahwa pola sidik jari berkorelasi dengan kemampuan kognitif, ciri kepribadian, atau gaya belajar. 

Meskipun sidik jari ditentukan secara genetik dan unik, sidik jari tidak mengungkapkan apa pun tentang fungsi otak, kecerdasan, atau perilaku.

Gagasan bahwa pola sidik jaridapat memprediksi ciri psikologis seseorang murni spekulatif. 

Gagasan ini mengandalkan asumsi bahwa karena sidik jari dan struktur otak berkembang pada waktu yang sama di dalam rahim, pasti ada hubungannya. Namun, ini adalah kekeliruan korelasi yang telah berulang kali dibantah oleh para ilmuwan dan psikolog.

Lalu, ada argumen kalau penemu teknologi sidik jari adalah pebisnis yang tidak akan mempublikasikan efektivitas alat tesnya agar bisnisnya terus berkembang. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Eksistensi Toko Buku Bekas di Tengah Era Disrupsi

Kata Netizen
Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Logika Kelas Ekonomi antara Kaya dan Miskin

Kata Netizen
Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Stigma hingga Edukasi tentang Vasektomi

Kata Netizen
Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Tradisi Ngedekne Rumah dan Oblok-Oblok Tempe Berkuah

Kata Netizen
Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Antara Buku, Pendidikan, dan Kecerdasan Buatan

Kata Netizen
Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Antisipasi Penipuan lewat Digital Banking

Kata Netizen
Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Apakah Kamu Termasuk Pendikte di Lingkungan Kerja?

Kata Netizen
Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Tes Sidik Jari dari Sudut Pandang Psikologis

Kata Netizen
Utang, Paylater, dan Pinjol

Utang, Paylater, dan Pinjol

Kata Netizen
'Wedding Anniversary', Sederhana tetapi Penuh Makna

"Wedding Anniversary", Sederhana tetapi Penuh Makna

Kata Netizen
Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Bonding Orangtua Masa Kini, Anak adalah Teman

Kata Netizen
Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kapan Sebaiknya Hewan Divaksin?

Kata Netizen
Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Hubungan antara YouTuber Asing Ngonten di Indonesia dan Pariwisata

Kata Netizen
Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Mengapa Sebelum Tambah Anak Mesti Diskusi dengan Si Kakak?

Kata Netizen
Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Tempat-tempat Belanja Kebutuhan Harian di Kota Jeju

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau