Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Ya, orang seperti saya saja yang pekerjaannya menulis dan menyunting sekali-sekali mengalami kebuntuan menulis. Artinya, ada sesuatu yang kerap kali membuat saya tidak mampu meneruskan naskah, seperti contoh beberapa naskah yang mangkrak tahun ini.
Istri saya yang juga direktur penerbit, selalu mengingatkan saya untuk menuntaskan tenggat karena bukunya sudah ditanya-tanya calon pembaca.
Ada lagi alangan yang nyata, yaitu seseorang masih "gelap" tentang menulis buku. Ia tidak tahu mau menulis buku apa.
Ia tidak tahu tujuannya menulis buku untuk apa. Ia pun tidak tahu kapan ia harus menuntaskan naskahnya sebagai pendorong. Apa yang ia tahu bahwa ia harus menulis buku biar kaya di film-film. He-he-he.
Kalau engkau masuk kelas motivasi, pastilah dikau akan mendapatkan vitamin-vitamin bijak bahwa menulis itu sederhana saja. Ya, bagi yang bijak itu sederhana, tetapi menulisnya boleh jadi "simpang raya".
Loh, kok jadi restoran Minang? Tapi, memang ada mirip-miripnya karena di restoran Minang itu banyak pilihan. Makan di tempat atau dibungkus.
Makan di tempat itu mau dirames atau disajikan. Nah, pas disajikan, engkau pun ditantang untuk mengambil keputusan lauk mana yang mau disantap.
Pertimbangan pun banyak. Soal harga lauk; soal kesehatan badan, kolesterol mungkin; dan persoalan yang lain. Lantas apa hubungannya dengan penulis? Itulah alangan kebimbangan ketika dihadapkan begitu banyak pilihan yang harus dituliskan.
Mana yang menjadi prioritas penulisan harus ditetapkan sehingga penulis pun harus paham pemasaran jika ia ingin bukunya sukses di pasar. Jika sekadar menulis dan menerbitkan buku, ia pun lebih mudah mengambil keputusan tanpa pertimbangan pasar.
Sebuku Saja Setahun
Jika engkau seorang pemula sekaligus pemalu, sebuku saja setahun sudah cukup. Tapi, jangan buku anak, ya, apalagi buku cerita bergambar yang halamannya paling banyak 32. Itu terlalu tipis sebagai buku sehingga kalau Anda memilih buku anak, ya jangan menulis satu buku.
Sebuku saja setahun itu sudah cukup untuk mengalirkan gagasan engkau tentang hidup yang lebih baik atau tentang karier yang lebih baik.
Engkau berbagi dengan satu buku itu maka boleh jadi dapat menembus ratusan hingga ribuan kepala. Itu mengapa sebuah buku lebih ampuh daripada sebutir peluru.
Sebuku itu artinya harus terbit benar-benar menjadi buku, tidak peduli ber-ISBN atau belum. Jadi, bukan naskah yang masih ada di folder komputer dalam format Word.
Pastikan buku itu engkau terbitkan, baik secara mandiri (self-publishing), secara berbayar (vanity publishing), atau secara tradisional melalui penerbit buku---tidak memungut bayaran, tetapi melalui kurasi.
Sebuku setahun bagi engkau dapat direncanakan sekaligus dengan peningkatan kompetensi dirimu menulis buku. Engkau dapat mengikuti kelas-kelas penulisan yang relevan dan pembimbingan dari masternya. Jangan meminta bimbingan dari orang yang baru menulis satu buku (yang ternyata juga tidak laku-laku amat) dan tidak memiliki konsep pembimbingan, nanti malah jadi halu.
Tahun 2025 mau menulis buku apa? Hayo, jangan resolusi terus tanpa aksi dan reaksi. Januari menggebu, tetapi setelah Februari hingga Desember malah berdebu.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Setahun Menulis Sebuku Bukan Halu"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.