Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Jika menulis buku itu gampang, pada bagian mana yang gampangnya itu?
Buku yang benar-benar buku loh, ya. Bukan buku halu yang dibuatkan oleh ChatGPT atau buku yang ditulis tanpa berpikir dan berproses.
Faktanya, rapor penulisan buku saya tahun ini merah, alias tidak ada satu pun buku yang saya terbitkan. Konteksnya bukan sekadar selesai menulis naskah, melainkan betul-betul terbit dalam bentuk buku dan ber-ISBN pula.
Dari penelusuran ISBN, saya hanya mampu menyunting dua buku kumpulan cerita pendek anak yang diterbitkan oleh CV Penprin, yaitu
Plus tambahannya lima buku suntingan juga, yaitu
Mungkin karena banyak mengawal buku klien, eh tidak banyak juga sih segitu, saya luput menuntaskan buku sendiri. Di penghujung Desember 2024, saya baru saja menyelesaikan naskah revisi untuk Penerbit BRIN bertajuk Menyusun Glosarium, Bibliografi, dan Indeks: Seri Kedua dari Buku "Kurang Pintar" dan satu naskah buku bergambar anak bertajuk Petualangan Putri Batik: Wasiat Ibu yang baru sampai 80% ilustrasi.
Selain itu, ada beberapa naskah yang sedang berjalan:
Wah, banyak betul PR saya sebagai penulis. Itulah repotnya berkarier sebagai penulis buku sehingga banyak stok gagasan yang menumpuk dan harus dieksekusi. Salah satu jalan solusi adalah berkolaborasi. Ada mau berkolaborasi dengan saya?
Begitulah menulis buku, sebuah hidup untuk lebih hidup. Tidak tertarikkah engkau menulis sebuku saja dalam setahun? Banyak orang yang tertarik. Buktinya pelatihan menulis buku dan berikut layanan menulis buku masih marak tahun ini, bahkan tahun-tahun mendatang.
Menulis buku itu sebuah prestise tidaklah dimungkiri. Namun, ada saja alangannya.
Alangan itu Nyata
Memang benar adanya bahwa alangan menulis buku itu selalu nyata. Buku itu tulisan yang memerlukan napas panjang, teratur, dan berasal dari rongga paru-paru paling dalam. Menulis buku itu serius meskipun engkau menulis buku yang tidak serius.
Alangan paling nyata saat ini adalah distraksi. Distraksi paling nyata saat ini adalah interaksi engkau dengan media sosial.
Satu lagi, alangan yang disebut sebagian orang hanya halusinasi, yaitu writer's block. Kebuntuan menulis sering dikaitkan ketidakmampuan seseorang untuk menulis lebih jauh lagi karena faktor internal dan eksternal.
Saya masukkan di sini karena saya percaya writer's block itu memang ada dengan bermacam wujudnya. Mungkin nanti saya akan menulis tentang ini lebih jauh.
Ya, orang seperti saya saja yang pekerjaannya menulis dan menyunting sekali-sekali mengalami kebuntuan menulis. Artinya, ada sesuatu yang kerap kali membuat saya tidak mampu meneruskan naskah, seperti contoh beberapa naskah yang mangkrak tahun ini.
Istri saya yang juga direktur penerbit, selalu mengingatkan saya untuk menuntaskan tenggat karena bukunya sudah ditanya-tanya calon pembaca.
Ada lagi alangan yang nyata, yaitu seseorang masih "gelap" tentang menulis buku. Ia tidak tahu mau menulis buku apa.
Ia tidak tahu tujuannya menulis buku untuk apa. Ia pun tidak tahu kapan ia harus menuntaskan naskahnya sebagai pendorong. Apa yang ia tahu bahwa ia harus menulis buku biar kaya di film-film. He-he-he.
Kalau engkau masuk kelas motivasi, pastilah dikau akan mendapatkan vitamin-vitamin bijak bahwa menulis itu sederhana saja. Ya, bagi yang bijak itu sederhana, tetapi menulisnya boleh jadi "simpang raya".
Loh, kok jadi restoran Minang? Tapi, memang ada mirip-miripnya karena di restoran Minang itu banyak pilihan. Makan di tempat atau dibungkus.
Makan di tempat itu mau dirames atau disajikan. Nah, pas disajikan, engkau pun ditantang untuk mengambil keputusan lauk mana yang mau disantap.
Pertimbangan pun banyak. Soal harga lauk; soal kesehatan badan, kolesterol mungkin; dan persoalan yang lain. Lantas apa hubungannya dengan penulis? Itulah alangan kebimbangan ketika dihadapkan begitu banyak pilihan yang harus dituliskan.
Mana yang menjadi prioritas penulisan harus ditetapkan sehingga penulis pun harus paham pemasaran jika ia ingin bukunya sukses di pasar. Jika sekadar menulis dan menerbitkan buku, ia pun lebih mudah mengambil keputusan tanpa pertimbangan pasar.
Sebuku Saja Setahun
Jika engkau seorang pemula sekaligus pemalu, sebuku saja setahun sudah cukup. Tapi, jangan buku anak, ya, apalagi buku cerita bergambar yang halamannya paling banyak 32. Itu terlalu tipis sebagai buku sehingga kalau Anda memilih buku anak, ya jangan menulis satu buku.
Sebuku saja setahun itu sudah cukup untuk mengalirkan gagasan engkau tentang hidup yang lebih baik atau tentang karier yang lebih baik.
Engkau berbagi dengan satu buku itu maka boleh jadi dapat menembus ratusan hingga ribuan kepala. Itu mengapa sebuah buku lebih ampuh daripada sebutir peluru.
Sebuku itu artinya harus terbit benar-benar menjadi buku, tidak peduli ber-ISBN atau belum. Jadi, bukan naskah yang masih ada di folder komputer dalam format Word.
Pastikan buku itu engkau terbitkan, baik secara mandiri (self-publishing), secara berbayar (vanity publishing), atau secara tradisional melalui penerbit buku---tidak memungut bayaran, tetapi melalui kurasi.
Sebuku setahun bagi engkau dapat direncanakan sekaligus dengan peningkatan kompetensi dirimu menulis buku. Engkau dapat mengikuti kelas-kelas penulisan yang relevan dan pembimbingan dari masternya. Jangan meminta bimbingan dari orang yang baru menulis satu buku (yang ternyata juga tidak laku-laku amat) dan tidak memiliki konsep pembimbingan, nanti malah jadi halu.
Tahun 2025 mau menulis buku apa? Hayo, jangan resolusi terus tanpa aksi dan reaksi. Januari menggebu, tetapi setelah Februari hingga Desember malah berdebu.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Setahun Menulis Sebuku Bukan Halu"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.