Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Anak-anak tidak lagi merasa lemas atau ngantuk di tengah jam pelajaran karena kekurangan energi. Jadi, secara tidak langsung, program ini juga berkontribusi untuk prestasi belajar mereka.
Bagi orang tua, program MBG ini ibarat angin segar. Mereka nggak perlu lagi pusing memikirkan bekal anak atau uang jajan setiap hari.
Bayangkan, setiap pagi nggak perlu repot masak atau mempersiapkan makanan tambahan untuk anak sekolah. Pengeluaran harian untuk beli bahan bekal juga otomatis berkurang.
Ini benar-benar meringankan, terutama untuk keluarga yang ekonominya pas-pasan.
Selain hemat waktu dan uang, orang tua juga jadi lebih tenang. Mereka tahu anak-anak mereka makan makanan yang sehat di sekolah.
Jadi, dari segi siswa maupun orang tua, program ini jelas punya banyak manfaat. Tapi ya, tentu aja, pelaksanaannya harus terus diawasi agar semua anak dapat manfaat yang sama, dan kualitas makanannya tetap terjaga.
Di balik manfaat besar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk siswa dan orang tua, ada cerita lain yang tidak kalah penting, yaitu dampaknya ke pedagang kantin sekolah.
Bagi mereka, program ini jadi tantangan berat. Bayangkan saja, biasanya kantin rame dengan anak-anak yang beli nasi goreng, mie ayam, atau jajanan seperti bola ubi dan es sachet.
Tapi sejak ada MBG, suasana kantin jadi jauh lebih sepi.
Di lansir dari laman Kompas.com, Endang, salah satu pedagang kantin di SDN Larangan, Sidoarjo, cerita kalau pendapatannya turun drastis.
Biasanya sehari dia bisa dapat sekitar Rp150 ribu. Tapi sekarang, penghasilannya merosot sampai 70%. Banyak makanan yang dia jual akhirnya nggak laku, karena anak-anak sudah kenyang makan dari kotak makan gratis yang dibagikan sekolah.
Untuk menghindari pemborosan, Endang berencana membagikan makanan yang tidak laku kepada tetangganya.
Hal serupa juga dialami Dwi, pedagang nasi soto yang sudah berjualan sejak 2014. Biasanya, dia bisa dapet untung sekitar Rp200 ribu per hari.
Tapi sekarang, nasi yang dia jual hampir nggak ada yang beli. Anak-anak hanya beli minuman, seperti es sachet.
"Sekarang enggak ada yang beli nasinya, hanya es-nya saja yang masih diminati anak-anak," ujarnya.