Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tutut Setyorinie
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Di Balik Layar Cerita Mengompos dengan Komposter Drum

Kompas.com, 14 Mei 2025, 14:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Komposter drum adalah salah satu wadah mengompos yang paling banyak digunakan. Materialnya yang kokoh dan tebal menjadi salah satu alasan mengapa komposter ini diminati.

Pertama kali saya memutuskan untuk memakai komposter drum adalah pada Desember tahun lalu.

Kala itu, hujan sedang deras-derasnya melanda kota Bekasi. Komposter saya yang semula terbuat dari kayu, berkali-kali tampias terkena curahan hujan.

Belum lagi sifat kayu yang mudah keropos, membuat kompos saya jadi sasaran empuk tikus.

Untuk itu saya memerlukan komposter yang tebal dan juga aman dari serangan hewan pengerat, lantas pilihan saya jatuh kepada komposter drum. 

Keunggulan Komposter Drum

1. Muat banyak dan mudah mengambil kompos jadi

Untuk kamu yang berminat mengompos dalam jangka waktu panjang, maka komposter drum sangat cocok untuk digunakan. Komposter drum memiliki banyak varian ukuran, yang umumnya besar-besar.

Drum yang saya pakai berukuran 80 liter, dan sudah 4 bulan masih bisa untuk menampung kompos harian. Ada juga drum yang berukuran 60 liter, 120 liter, 150 liter, hingga 200 liter. 

Salah satu penyebab yang membuat komposter drum bisa dipakai jangka panjang adalah bukaan di sisi bawah untuk mengambil kompos jadi alias kompos yang sudah matang.

Bukaan ini memudahkan kita untuk memanen kompos. Ya, kamu tidak perlu membongkar keseluruhan kompos seperti ketika mengompos di ember atau planter bag, cukup buka di lubang bawah maka kamu sudah bisa memanen si kompos.

Ketika kompostermu mulai penuh, kamu juga bisa memanfaatkan bukaan ini untuk mengambil kompos paling bawah agar terbuka ruang untuk kompos baru.

2. Memiliki penampungan air lindi

Selain bukaan untuk mengambil kompos jadi, komposter drum juga memiliki saringan yang memisahkan antara kompos padat dan kompos cair alias air lindi.

Menurut beberapa penelitian, air lindi sangat bermanfaat karena mengandung beberapa unsur hara dan mikroorganisme yang diturunkan dari kompos.

Air lindi bisa dijadikan pupuk untuk tanaman, bioaktivator untuk mempercepat proses pengomposan, hingga dijual sebagai pupuk organik cair (POC).

4. Tahan hujan dan anti tikus

Untuk kamu yang tinggal di daerah penghujan, penting sekali untuk memiliki komposter yang tidak mudah keropos ataupun lapuk jika terkena air hujan. 

Untuk itu, komposter drum jadi pilihan yang cocok karena sudah dilengkapi material PVC yang kokoh lagi tebal.

Selain itu, komposter ini juga memiliki tutup yang rapat sehingga tidak akan membuat komposmu basah alias tampias apabila hujan.

Selain aman dari hujan, komposter drum pun aman dari serangan tikus. Seperti yang kita tahu, tikus sangat tertarik dengan bau dari sisa makanan.

Meskipun berada di tempat yang tertutup sekalipun, tikus tetap tahu letak makanan tersebut. Komposter ember saya pernah menjadi korban dari gigitan tikus hingga berlubang!

Namun semenjak beralih ke komposter drum, tikus tidak lagi bisa menyerang karena material drum yang tebal membuat bau tidak menyebar.

Sekalipun menyebar, gigitan tikus tidak akan mampu menembus bahan komposter drum yang tebal. 

Kekurangan komposter drum

Seperti dua sisi mata uang, komposter drum juga memiliki beberapa kekurangan yang bisa kamu pertimbangkan sebelum memilih untuk memakai komposter ini.

1. Sulit diaduk

Bentuk komposter drum yang lonjong membuatnya memiliki kedalaman yang sulit tertembus. Jika komposmu sudah mencapai bagian atas, maka akan sulit sekali untuk mengaduk kompos di bagian bawah.

Dalam mengompos, proses pengadukan dapat membantu mikroorganisme untuk memperoleh oksigen agar tetap hidup. Kehidupan mikroorganisme sangat penting, karena merekalah yang bekerja memecah dan menguraikan sampah organik menjadi komponen yang lebih kecil lagi.

Lantas, bagaimana solusinya? 

Saya menggunakan bambu panjang untuk memutar kompos di bagian dalam. Meski tidak seampuh pengadukan dengan sekop dan juga tidak mudah (karena kompos yang jarang diaduk akan mengeras), setidaknya hal ini dapat memasukkan sedikit oksigen ke sela terdalam kompos.

2. Membutuhkan area yang luas

Wujud komposter drum yang besar dan tinggi membuatnya memerlukan area yang luas untuk ditaruh.

Terlebih jika kamu tinggal di perumahan dengan area luar terbatas maka akan kesulitan dengan komposter drum ini. 

Berbeda dengan komposter ember yang kecil dan bisa ditaruh di dapur, komposter drum harus ditaruh di luar rumah karena bentuknya yang besar bisa mengganggu aktivitas di dalam rumah.

Namun jika kamu memiliki pekarangan yang luas, maka tidak ada salahnya untuk memakai komposter drum.

Saya sendiri menaruh komposter ini di area kebun bersamaan dengan tanaman. Jadi ketika ada kompos yang sudah jadi, saya bisa langsung mengaplikasikannya pada media tanam.

3. Harga yang mahal 

Dibanding jenis komposter lainnya, komposter drum memang termasuk di kategori mahal.

Untuk compost bag ukuran 50 hingga 200 liter, dihargai antara 45 - 100 ribu rupiah. Kemudian ada komposter ember yang harganya berkisar 80 ribu hingga 200 ribu rupiah.

Berbeda jauh dengan komposter drum yang kapasitas terkecilnya dibandrol dengan harga 300 ribu hingga 1 juta.

Mahalnya harga komposter drum tentu sebanding dengan kelebihannya yang tidak didapat dari komposter lain.

Jadi, apakah kamu sudah memutuskan untuk pakai kompoter drum, Kompasianer?

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Suka Duka Mengompos dengan Komposter Drum"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Resistensi Antimikroba, Ancaman Sunyi yang Semakin Nyata
Kata Netizen
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Ketika Pekerjaan Aman, Hati Merasa Tidak Bertumbuh
Kata Netizen
'Financial Freedom' Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
"Financial Freedom" Bukan Soal Teori, tetapi Kebiasaan
Kata Netizen
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus 'Dosa Sampah' Kita
Tidak Boleh Andalkan Hujan untuk Menghapus "Dosa Sampah" Kita
Kata Netizen
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Tak Perlu Lahan Luas, Pekarangan Terpadu Bantu Atur Menu Harian
Kata Netizen
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Mau Resign Bukan Alasan untuk Kerja Asal-asalan
Kata Netizen
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan 'Less Cash Society'?
Bagaimana Indonesia Bisa Mewujudkan "Less Cash Society"?
Kata Netizen
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Cerita dari Ladang Jagung, Ketahanan Pangan dari Timor Tengah Selatan
Kata Netizen
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Saat Hewan Kehilangan Rumahnya, Peringatan untuk Kita Semua
Kata Netizen
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Dua Dekade Membimbing ABK: Catatan dari Ruang Kelas yang Sunyi
Kata Netizen
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Influencer Punya Rate Card, Dosen Juga Boleh Dong?
Kata Netizen
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Embung Jakarta untuk Banjir dan Ketahanan Pangan
Kata Netizen
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Ikan Asap Masak Santan, Lezat dan Tak Pernah Membosankan
Kata Netizen
Menerangi 'Shadow Economy', Jalan Menuju Inklusi?
Menerangi "Shadow Economy", Jalan Menuju Inklusi?
Kata Netizen
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Bukit Idaman, Oase Tenang di Dataran Tinggi Gisting
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Terpopuler
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau