Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Program yang tengah dijalani Gubenur Jawa Barat, Dedi Mulyadi cukup menghebohkan terkait mengirim anak nakal di sekolah ke barak militer.
Daku (saya) pun tersentak mendengar hal itu,
Membayang program itu saya kemudian berpikir: apakah siswa-siswi nakal di sekolah akan dapat didikan penguatan karakter?
Ide ini terkuak ketika Kang Dedi dalam kunjungannya ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, di Purwakarta, Sabtu (3/5/2025), menegaskan bahwa kebijakan tersebut diambil demi kebaikan dan nasionalisme bangsa Indonesia.
Tapi apakah Kang Dedi mendengar kritik dari Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro yang menilai wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim siswa nakal ke barak TNI sungguh tidak tepat.
Atnike menilai bahwa TNI tidak memiliki kewenangan untuk dapat melakukan civic education atau pendidikan kewarganegaraan terhadap siswa-siswa yang dianggap nakal ini.
Patut dicermati, pernah terekspose pendidikan ala-ala militer (semi militer) di perguruan tinggi kedinasan menimbulkan jiwa-jiwa senioritas yang berujung kekerasan.
Tentara yang baru lulus dari pendidikan dijadikan bahan obrolan warga disela-sela pos ronda "abis pendidikan masih galak-galak-nya, jangan disenggol".
Tentara memang dididik untuk bela negara, terampil bela diri, menggunakan senjata, patuh pada satu komando, dan siap mengorbankan jiwa dan raga untuk negara.
Untuk itu kita mesti tahu dulu, apa sih kriteria siswa nakal yang akan dikirim ke barak TNI menurut kang Dedi?
Sebagaimana dilansir dari kompas.com, berikut ii kriteria anak-anak yang digolongkan nakal tersebut:
Kang Dedi mengusulkan agar siswa yang berulang kali (tidak hanya sekali) melakukan pelanggaran berat dapat digembleng dalam lingkungan militer untuk menanamkan rasa disiplin dan tanggung jawab.
Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya
Kenapa tidak mencoba mendidik karakter siswa bandel di Rehabilitasi Sosial? Kalau imagenya untuk pendidikan akan lebih pas di Rehabilitasi Sosial bukan di militer.
Daku bisa bilang begitu karena pernah berkerja di bagian Rehabilitasi NAPZA RSKO Jakarta (2015 s/d 2019) yang menggunakan konsep rehabilitasi sosial yang bersinergi dengan penanganan medis.
Saat berkerja di Unit Rehabilitasi NAPZA (Narkoba) RSKO Jakarta, Daku merasakan program Rehabilitasi NAPZA yang berbasis rehabilitasi sosial dapat merubah perilaku negatif pecandu ke perilaku warga pada umum-nya.
Dalam rehabilitasi narkoba, fokus utama adalah mengubah perilaku negatif pecandu agar mereka bisa hidup sehat, mandiri, dan bebas dari ketergantungan.
Perilaku negatif pecandu narkoba yang harus diubah yang 11-13 dengan kenakalan siswa selama proses rehabilitasi sosial:
1. Ketergantungan terhadap zat (narkoba, bisa alkohol) - siswa tukang mabok
Apa yang diharapkan berubah: menghentikan penggunaan zat adiktif dan belajar hidup tanpa ketergantungan.
Pendekatan: terapi perilaku.
2. Denial (penyangkalan terhadap masalah yang mereka lakukan) - siswa tukang mabok & perilaku negatif.
Apa yang diharapkan berubah: mengakui bahwa diri mereka memiliki masalah dengan penggunaan zat atau perilaku negatif
Pendekatan: dengan konseling individu dan kelompok untuk membangun kesadaran diri bahwa mereka harus berubah.
3. Perilaku manipulatif - siswa tukang mabok, bolos, main games online.
Apa yang diharapkan berubah: kebiasaan memanipulasi orang lain untuk mendapatkan zat adiktif atau menghindari tanggung jawab.
Pendekatan: terapi perilaku dan penguatan nilai-nilai kejujuran dan tanggung jawab.
4. Anti sosial atau isolasi sosial - siswa tukang mabok, suka bolos, suka tawuran, suka main games online
Apa yang diharapkan berubah: Menghindari dari lingkungan sosial yang kurang sehat atau menolak aturan sosial.
Pendekatan: terapi kelompok dan kegiatan sosial yang membangun keterampilan interpersonal.
5. Impulsivitas dan kontrol diri yang lemah - siswa tukang mabok, tukang tawuran, suka bolos
Apa yang diharapkan berubah: Kesulitan diri menahan keinginan untuk menggunakan zat adiktif, mudah tersulut, lari dari tanggung jawab.
Pendekatan: terapi kognitif dan pelatihan mengendalikan emosi.
6. Ketergantungan pada lingkungan dan teman sebaya perilaku negatif - siswa tukang mabok, tukang tawuran, tukang bolos, dll
Apa yang diharapkan berubah: memutus hubungan dengan teman-teman yang mendorong penggunaan zat adiktif dan perilaku negatif.
Pendekatan: pembentukan jaringan sosial baru yang mendukung perubahan perilaku positif.
7. Kurangnya motivasi hidup sehat dan tujuan hidup - siswa nakal.
Apa yang diharapkan berubah: hidup menjadi terarah dan memiliki tujuan yang jelas.
Pendekatan: pelatihan keterampilan hidup, terapi motivasi dan pengembangan rencana masa depan.
8. Perilaku kriminal terkait perilaku negatif
Pelatihan keterampilan hidup: memangkas peerilaku keterlibatan dalam kejahatan untuk mendapatkan narkoba dan tindak pidana.
Pendekatan: Edukasi hukum, bimbingan moral, dan dukungan reintegrasi sosial.
***
Terbentuknya perubahan perilaku tentu harus ada program yang jelas, tidak hanya bangun pagi, sarapan dan makan harus tertib, baris berbaris, latihan disiplin dan kelas.
Program-program tersebut saat daku berkerja di bagian Unit Rehabilitasi NAPZA terdapat tim yang menangani dari dokter penangjung jawab, dokter spesialis jiwa, dokter spesialis lainnya, dokter umum, psikolog, perawat, konselor, ahli gizi, tenaga kesehatan lainnya, pekerja sosial, dan lainnya.
Jadi program perubahan perilaku di Rehabilitasi NAPZA dilakukan secara komprehensif keilmuan oleh multi profesi yang terukur. Sehingga setelah selesai menjalani program mereka menjadi manusia yang lebih baik, bermanfaat bagi lingkungan, sehat jasmani dan rohani, dan produktif.
Berikut program yang dijalankan agar perilaku negatif dapat berubah menjadi perilaku positif ;
1. Fase Persiapan & Asesmen Awal
Pengenalan kondisi fisik, psikologis, dan perilaku.
Kegiatan:
Wawancara & asesmen medis dan psikologis
Tes urin narkoba
Observasi awal perilaku
Penyusunan rencana rehabilitasi individual
2. Fase Detoksifikasi (1 hingga 2 minggu)
Membersihkan tubuh dari zat adiktif di bawah pengawasan medis bagi pecandu.
Kegiatan:
Detoksifikasi medis (jika diperlukan)
Terapi relaksasi dan stabilisasi emosi
Pendidikan dasar tentang bahaya narkoba
Konseling awal
3. Fase Terapi Perilaku dan Psikologis (8 hingga 12 minggu)
Mengubah perilaku negatif dan membentuk kebiasaan yang lebih sehat.
a. Terapi Individu
Kognitif-Perilaku (CBT): mengatasi impulsivitas, manipulatif, dan penyangkalan (denial)
Meningkatkan kesadaran dan kemauan untuk bisa berubah (Motivational Interviewing)
b. Terapi Kelompok
Berbagi pengalaman dan dukungan emosional dengan sesama resident
Latihan komunikasi dan kerja sama sosial
c. Kegiatan Psikoedukasi
Materi:
Efek zat adiktif terhadap otak dan tubuh
Siklus kecanduan zat adiktif
Menghindari relaps
Media: Video, diskusi, simulasi
d. Pelatihan Kontrol Diri & Emosi
Simulasi manajemen stres
Mengajarkan teknik relaksasi
Resolusi konflik
4. Fase Rehabilitasi Sosial dan Keterampilan Hidup (4–8 minggu)
Membentuk kembali kemampuan berinteraksi sosial yang sehat, tanggung jawab, dan kemandirian.
Pelatihan life skills seperti manajemen waktu, keuangan, dll.
Simulasi ketika masuk ke dunia kerja / pelatihan kerja
Penguatan spiritualitas dan molaritas
Konseling keluarga dan Reintegrasi keluarga
5. Fase Reintegrasi & Pasca-Rehabilitasi (hingga 6 bulan)
Mendampingi transisi resident ke kehidupan masyarakat pada umumya & mencegah relaps.
Program aftercare (pendampingan dan kunjungan berkala)
peer support
Merancang masa depan
Hotline bantuan jika terjadi kekambuhan
**
Kenapa Rehabilitasi Sosial lebih pas bagi siswa nakal?
Pada saat penjemputan pun, mereka diperlakukan seperti keluarga. Mereka dijemput dengan dibantu membereskan pakaian dan kebutuhan pada masa Rehabilitasi Sosial oleh petugas dan big brother (resident yang lebih dulu masuk dan sudah memiliki pengetahuan rehabilitasi yang lebih matang).
Calon resident (penghuni) penyebutannya pun brother atau saudara laki-laki, bila perempuan disebut sister (saudara perempuan) sehingga tidak mengesankan penghukuman, tapi kembali ke keluarga.
Saat sampai di rumah Rehabilitasi Sosial, mereka diperkenalkan kapada family (penyebutan untuk seluruh resident). Anggota keluarga baru diminta memperkenalkan diri dan kemudian diperkenalkan kepada family.
Lalu satu persatu memeluk anggota keluarga baru. Kesan pertama pun bagi anggota keluarga baru bukan dihukum tetapi kembali ke keluarga secara hangat.
Selama sebulan, new brother akan didampingi big brother sambil diperkenalkan aturan-aturan. Apabila terjadi kesalahan anggota keluarga baru maka masih jadi tanggung jawab big brother.
Apabila melakukan kesalahan anggota keluarga narasinya bukan hukuman, tapi pembelajaran. Jadi pembelajaran tersebut akibat kesalahan yang dilakukan dijadikan bagian intropeksi diri.
Dalam rehabilitasi sosial, perubahan perilaku ke arah mengembalikan mereka memahami dan mempraktekkan budaya perilaku masyarakat pada umumnya seperti sopan santun, tegur sapa, pergaulan, dll.
Selain perilaku kehidupan sosial juga perilaku kesehatan seperti mandi pagi, sarapan-makan siang-makan malam, kebersihan kamar, kebersihan rumah, kebersihan diri, dll.
**
Niat kang Dedi memang memiliki niat baik memberikan efek jera dan memcontohkan ke siswa lain berujung mengurangi jumlah kasus kenakalan. Tapi sepertinya ini tujuan jangka pendek.
Selain Barak TNI, ada pilihan yang patut dipertimbangkan untuk siswa nakal dikirim ke Rehabilitasi Sosial agar perilaku mereka dapat kembali ke budaya masyarakat pada umumnya.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Rehabilitasi Sosial Lebih Pantas daripada Siswa Nakal Dikirim ke Barak Militer, Kenapa?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.