Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
RUU Kesehatan Omnibuslaw sejatinya telah lebih dulu membuat kerugian bagi profesi dokter hewan. Sebelum aksi demo yang dilakukan banyak tenaga kesehatan baru-baru ini terkait penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibuslaw ini, kami para dokter hewan sudah melakukan aksi serupa sejak 2020 lalu.
Tepatnya sejak UU Cipta Kerja mulai bernomor 11 Tahun 2020 dan sekarang telah berganti menjadi UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Banyak dokter hewan melalui PB PDHI juga telah melayangkan keberatan atas UU Cipta Kerja itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
PDHI bersama warga negara Indonesia selaku pemohon yakni Jeck Ruben Simatupang, Dwi Retno Bayu Pramono, Deddy Fachruddin Kurniawan, Oky Yosianto Christiawan, dan Desyanna mengajukan pengujian ke MK.
Dalam gugatan itu, PDHI selaku organisasi profesi dokter hewan melakukan uji materiil Pasal 34 angka 16 ayat (2) dan Pasal 34 angka 17 ayat (1) UU Ciptaker mengenai perubahan Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH).
Akan tetapi sayangnya, pengujian itu ditolak oleh MK. Berdasarkan putusan MK, UU Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional alias tidak sesuai dengan konstitusi yang ada pada negara kita.
Meskipun UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah diubah, namun nyatanya substansi persoalan tentang kedokteran hewan masih belum sepenuhnya diubah.
Di dalam UU Peternakan dan Kesehatan sebelumnya, pada Pasal 69 ayat (2) dan Pasal 72 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2009 secara prinsip berisi tentang: setiap tenaga kesehatan hewan yang melakukan pelayanan kesehatan hewan wajib memiliki surat izin praktik kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh bupati/wali kota.
Ketika diubah menjadi UU Cipta Kerja, pasal itu pun ikut diubah. Kewajiban memiliki izin praktik diganti menjadi kewajiban memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dari pemerintah pusat
Artinya, klausul yang mengatur tentang surat izin praktik kesehatan hewan ditiadakan. Meski pada akhirnya pemerintah mensyaratkan Izin Praktik dalam aturan di bawahnya, namun yang pasti, di Undang-Undang kewajiban itu telah diamputasi, sehingga kekuatan hukumnya menjadi sangat lemah.
Bahkan, jika izin praktik diganti dengan perizinan berusaha, bukan tidak mungkin; izin praktik akan berlaku seumur hidup.
Sepanjang usaha itu masih ada. Ini yang cukup disayangkan. Pemerintah gagal membedakan, mana izin usaha, mana izin praktik.
Padahal, sebagai profesi medik, dokter hewan dalam menjalankan tugas profesinya untuk melayani masyarakat seharusnya wajib memiliki izin praktik dan izin praktik itu seharusnya memiliki masa tenggang waktu, bukan selamanya.
Sebagai gambaran, Surat Izin Mengemudi (SIM) saja memiliki masa tenggang dan harus selalu diperpanjang, tidak berlaku seumur hidup.
Maka dari itu, dengan adanya kewajiban memiliki NIB bagi dokter hewan akan membawa konsekuensi pada layanan praktik dokter hewan yang seharusnya merupakan pelayanan profesi menjadi sebuah usaha.
Layaknya petani, peternak, dan pengusaha lainnya. Ini yang berbahaya. Sebab pada akhirnya, masyarakat pengguna jasa dokter hewan lah yang kelak akan dirugikan.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Profesi Dokter Hewan Lebih Dulu Dirugikan dengan Terbitnya UU Omnibuslaw"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.