Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raja Lubis
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Raja Lubis adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

90 Petugas KPPS Meninggal, Langkah Mitigasi Apa yang Perlu Ditempuh?

Kompas.com - 28/02/2024, 14:48 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sukses dan meriahnya Pemilu 2024 tak hanya meninggalkan kegembiraan, namun juga duka yang mendalam. Satu aspek yang memilukan adalah kehilangan nyawa dari para petugas Pemilu 2024 yang dengan tulus menjaga demokrasi kita di tingkat paling dasar.

Berdasarkan data yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dalam jumpa pers hari Jumat (23/2/2024) dilansir dari KOMPAS.com, tercatat 90 petugas pemilu 2024 telah meninggal dunia. Dari angka tersebut, 60 di antaranya merupakan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), sementara 30 di antaranya adalah petugas ketertiban TPS.

Karena itu, sangat penting bagi penyelenggara pemilu untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan kajian mendalam guna mengurangi risiko kematian petugas pemilu di masa mendatang.

Berikut adalah beberapa aspek yang perlu diperhatikan, semoga dapat menjadi panduan bagi penyelenggara pemilu dalam melakukan kajian dan mitigasi risiko.

Revisi Persyaratan Teknis untuk Petugas KPPS

Dalam melaksanakan evaluasi risiko kematian petugas Pemilu 2024, perlu dipahami dengan lebih cermat sebaran usia dan penyebab kematian. Berdasarkan keterangan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi terungkap bahwa sebagian besar petugas yang meninggal memiliki usia di atas 40 tahun.

Oleh karena itu, revisi terhadap persyaratan teknis anggota KPPS menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan, terutama terkait dengan batasan usia maksimum.

Dalam persyaratan saat ini, calon petugas KPPS harus berusia antara 17 hingga 55 tahun. Mengingat bahwa 2/3 dari petugas yang meninggal berusia di atas 40 tahun, penurunan batas usia maksimum menjadi 40 tahun dapat menjadi solusi. Meskipun risiko kematian tidak selalu berkaitan dengan usia, penurunan fungsi biologis organ tubuh seiring bertambahnya usia dapat memperbesar risiko kesehatan.

Langkah ini juga berhubungan dengan kesehatan petugas Pemilu 2024 yang tidak hanya dipengaruhi oleh kelelahan fisik semata, tetapi juga oleh riwayat penyakit bawaan seperti jantung, hipertensi, sesak napas, asma, dan lainnya.

Pada tahap pendaftaran, calon petugas KPPS diharuskan menyertakan surat keterangan sehat dari instansi kesehatan setempat. Namun, seringkali surat tersebut dianggap sebagai formalitas semata, tanpa melibatkan pemeriksaan kesehatan yang lebih mendalam selama seleksi petugas KPPS. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan apakah pemeriksaan kesehatan rutin dapat diintegrasikan dalam proses seleksi petugas KPPS.

Selain aspek kesehatan, pertimbangan terhadap penurunan batas usia maksimum juga memberikan peluang kepada generasi muda, seperti Gen Z dan milenial, untuk berperan aktif dalam Pemilu.

Desentralisasi Pemilihan Umum: Solusi untuk Mengurangi Beban Kerja

Pemilihan umum serentak, dengan pemilihan presiden dan wakil presiden bersamaan dengan pemilihan legislatif, telah meningkatkan beban kerja petugas KPPS. Dalam beberapa kasus, penghitungan suara dapat berlanjut hingga larut malam, bahkan pagi hari berikutnya.

Imajinasikanlah, dengan kehadiran pemilih mencapai 200-250 orang per Tempat Pemungutan Suara (TPS), setidaknya terdapat 1000-1250 surat suara yang harus dihitung dengan teliti. Selain itu, tugas administratif seperti rekapitulasi formulir C-1, memastikan kesiapan surat suara untuk tahap berikutnya, hingga penandatanganan berkas untuk menandai berakhirnya pemungutan suara di TPS, semuanya menambah beban kerja yang padat.

Melihat kondisi ini, konsep Pemilu 2014 yang memisahkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden dari pemilu legislatif dapat dipertimbangkan kembali. Dengan cara ini, beban kerja dapat dibagi menjadi dua, dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden diselenggarakan bersamaan dengan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sementara pemilu legislatif diselenggarakan secara terpisah.

Dari segi psikologis, pemisahan ini dapat memiliki dampak positif pada pemilih. Mereka akan memiliki waktu yang cukup untuk mengenal calon-calon yang akan mereka pilih, mengurangi risiko pemilihan sembarangan. Selain itu, partai politik dan calon juga dapat memaksimalkan kampanye dan sosialisasi.

Tentu saja, urutan pelaksanaan pemilihan, apakah pemilu legislatif atau presiden dan wakil presiden yang diadakan lebih dulu, dapat disesuaikan sesuai dengan pertimbangan tertentu.

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Standarisasi MBG, dari Pengawasan hingga Sanksi

Kata Netizen
Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Mencari Jalan Tengah Wisuda Sekolah agar Terlaksana

Kata Netizen
6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

6 Tips Memilih Kambing yang Cukup Umur untuk Kurban

Kata Netizen
Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai 'Skin Tone'?

Bagaimana Cara Glow Up dan Memilih Kosmetik Sesuai "Skin Tone"?

Kata Netizen
Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kapan Waktu yang Tetap untuk Memulai Investasi?

Kata Netizen
'Deep Talk' Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

"Deep Talk" Ibu dengan Anak Laki-laki Boleh, Kan?

Kata Netizen
Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Santo Fransiskus, Sri Paus, dan Ajaran Keteladanan

Kata Netizen
Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Hari Buku, Tantangan Literasi, dan Rumah Baca

Kata Netizen
Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Ujian Pernikahan Itu Ada dan Nyata

Kata Netizen
Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kata Netizen
Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film 'Jumbo'

Potensi Animasi dan Kerja Kolaborasi Pasca Film "Jumbo"

Kata Netizen
Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Apa yang Berbeda dari Cara Melamar Zaman Dulu dan Sekarang?

Kata Netizen
Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Cerita dari Subang, tentang Empang dan Tambak di Mana-mana

Kata Netizen
Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Benarkan Worklife Balance Sekadar Ilusi?

Kata Netizen
Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Langkah-langkah Memulai Usaha di Industri Pangan

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau