Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dalam pandangan umum, sekolah dianggap sebagai rumah kedua bagi para siswa. Fungsi sekolah tidak hanya terbatas pada penyampaian ilmu pengetahuan, tetapi juga memegang peran kunci dalam menanamkan nilai-nilai yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari sekadar mengejar prestasi akademis, sekolah juga bertujuan untuk membentuk karakter dan memberikan pembelajaran holistik.
Proses belajar bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, melainkan juga tentang pengalaman pertumbuhan karakter. Sukses belajar dapat dilihat ketika siswa dapat membedakan antara yang baik dan buruk, meningkatkan pemahaman dari ketidaktahuan, dan mampu mengubah perilaku mereka. Pendidikan tidak hanya berfokus pada pencapaian akademis semata, tetapi juga pada perubahan karakter yang membawa dampak positif pada siswa.
Pentingnya bimbingan dan pembinaan yang baik sejak dini sangat ditekankan untuk mencegah segala masalah yang berkaitan dengan karakter siswa. Namun, jika ternyata suatu hari terjadi masalah yang disebabkan oleh siswa, mengeluarkannya dari sekolah bukanlah solusi yang bijaksana.
Sebaliknya, sekolah seharusnya memberikan upaya pembinaan yang lebih intensif, memberikan perhatian khusus untuk membantu siswa mengatasi masalah mereka. Ini adalah pendekatan yang berkelanjutan dan komprehensif untuk membantu siswa tumbuh sebagai individu yang berkarakter positif.
Penting untuk menyadari bahwa menaruh fokus pada masalah karakter siswa bukanlah suatu stigma negatif. Dalam realitasnya, berbagai sekolah di Indonesia, termasuk di tempat saya bertugas, menghadapi siswa dengan masalah karakter. Penting bagi pendidik untuk menyikapi situasi ini dengan bijaksana, tanpa mengorbankan reputasi sekolah. Penanganan yang efektif, seperti pembinaan karakter dan pendekatan holistik, menjadi kunci untuk membantu siswa mengatasi masalah mereka.
Sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tempat untuk siswa berprestasi atau yang mudah diatur. Konsep bahwa sekolah hanya untuk siswa tertentu jelas terlalu sempit. Setiap individu memiliki potensi dan tantangan masing-masing di sekolah. Oleh karena itu, sekolah perlu menjadi tempat yang memfasilitasi pembentukan karakter dan memberikan bimbingan kepada semua siswa secara menyeluruh, termasuk yang dianggap bermasalah. Mengembalikan potensi positif pada siswa ini adalah tujuan utama, menciptakan lingkungan inklusif dan mendukung bagi semua siswa.
Pada akhirnya sekolah ada tempat yang akan menghasilkan generasi bangsa sesuai dengan konsep kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara, mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, serta spiritual. Di samping itu, sekolah juga menjadi tempat membentuk individu yang diharapkan akan bisa memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat dan bangsa.
Peran orangtua dan keluarga dalam membentuk karakter siswa tidak bisa diabaikan. Karakter anak sering mencerminkan karakter orangtua mereka. Penting bagi guru dan orangtua untuk berperan aktif dalam meluruskan karakter siswa, memberikan bimbingan, dan pembinaan agar siswa dapat kembali pada jalur yang benar. Ini merupakan tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa siswa tidak hanya tumbuh secara akademis, tetapi juga sebagai individu yang berakhlak mulia.
Pendidikan memiliki tujuan mulia, yaitu memanusiakan manusia. Meskipun berbagai alternatif pembelajaran seperti pembelajaran daring tersedia, peran sekolah tetap krusial dalam membentuk karakter siswa. Kurikulum Merdeka, dengan tujuan memerdekakan siswa dari tekanan dan membangun karakter Profil Pelajar Pancasila, harus diimplementasikan secara efektif. Keberhasilan sekolah dalam menerapkan kurikulum ini dapat diukur dari sejauh mana siswa mampu mengamalkan karakter ini dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan muncul ketika masih ada siswa yang mengalami masalah karakter. Hal ini menandakan perlunya peningkatan dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Pembentukan karakter Profil Pelajar Pancasila harus ditingkatkan untuk menjawab tantangan ini. Kurikulum Merdeka bukan hanya sebagai instrumen pendidikan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa. Proses ini harus berkelanjutan dan berkesinambungan sepanjang kehidupan siswa.
Sebagai penutup dari artikel ini, hal terpenting yang mesti dilakukan sekolah adalah agar memandang siswa yang menghadapi masalah karakter sebagai bagian dari perjalanan pembelajaran yang holistik. Penanganan masalah karakter siswa tentu membutuhkan upaya kolaboratif antara guru dan orangtua.
Mengeluarkan siswa dari sekolah sebelum mencoba berbagai pendekatan tentu adalah langkah yang tidak bijaksana. Pendekatan holistik dan berkesinambungan adalah kunci keberhasilan dalam menjaga eksklusivitas sekolah dan reputasi nama baik sekolah. Dengan upaya pembinaan karakter, sekolah dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas akademis, tetapi juga memiliki nilai-nilai moral yang kuat, menciptakan lingkungan yang inklusif dan prestigius.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Lagi-lagi Siswa Bikin Masalah, Sekolah Bisa Apa?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.