Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya negara yang mengalami lonjakan inflasi hingga di atas 50%.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia pontang-panting berusaha mengendalikan inflasi. Berbagai jurus kebijakan diluncurkan agar tanah air kita tidak menderita seperti negara lain.
Namun sumber inflasi ini lebih kepada permasalahan supply side seperti dijelaskan di atas tadi, membuat harga komoditas melonjak dan ongkos produksi serta logistik masih mahal.
Impor kita yang masih tinggi atas minyak, gas, mesin, bahan kimia, dan makanan membuat kenaikan harga sulit dibendung. Banyak negara mengalami permasalahan yang hampir sama, imported inflation.
Beruntung, Indonesia merupakan eksportir komoditas energi seperti batu bara dan minyak kelapa sawit.
Harga batu bara yang "menggila" secara tidak langsung menjadi blessing in disguise bagi Tanah Air. Bahkan APBN dan neraca dagang kita sampai surplus terutama imbas dari besarnya pendapatan ekspor batu bara dan sawit.
Hal ini merupakan sebuah tren positif mengingat terakhir kali APBN Indonesia surplus itu terjadi tahun 2012 lalu.
Surplus itulah yang digunakan pemerintah untuk memberikan tambahan subsidi bahan bakar minyak, beli vaksin, hingga memberikan bantuan sosial.
Meskipun harga bensin akhirnya tetap naik, namun sejatinya harga pasarnya jauh lebih tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan per Agustus 2022, harga "pasar seharusnya" Pertalite itu Rp14.450 per liter, sedangkan gas Rp18.500 per Kg. Nah, sekarang harganya berapa, selisihnya itulah yang masih disubsidi oleh pemerintah.
Selain inflasi, tantangan lain yang dihadapi ekonomi seluruh dunia adalah era suku bunga tinggi. Hal ini dikarenakan permasalahan inflasi dan suku bunga adalah dua hal yang saling terkait.
Bank Sentral AS, Federal Reserve atau sering disebut The Fed, selama tahun 2022 telah mengerek suku bunga acuan sebanyak lima kali. Dari 0,25% pada awal tahun, hingga pada September telah menyentuh 3,25%.
The Fed berencana terus menaikkan Fed Fund Rate (FFR) agar dapat mengendalikan laju inflasi di Amerika.
Sederhananya ini salah satu upaya untuk "menarik" dollar yang beredar di masyarakat kembali ke bank agar tidak terus dibelanjakan dan membuat harga-harga makin mahal.
Lalu, apa kita yang hidup di Indonesia ini harus peduli?