Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergman Siahaan
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Bergman Siahaan adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Pengalaman Menyekolahkan Anak di Selandia Baru

Kompas.com - 08/12/2022, 09:33 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sekilas Pendidikan Dasar di Selandia Baru yang Terlihat Santai Tapi Berkualitas"

Kualitas pendidikan biasanya dinilai dari skor PISA (Programme for International Assessment) yang dikeluarkan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Adapun pengukuran PISA bertujuan untuk mengukur kualitas pendidikan berdasarkan survei kemampuan siswa pada tiga bidang, yaitu literasi, matematika, dan sains (Dewabrata, 2019).

Finlandia, menjadi negara yang disebut memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia meski menempati peringkat ketujuh pada survei PISA 2018.

Sama seperti Finlandia, sistem pendidikan Selandia Baru juga memiliki kualitas yang sangat baik. Berikut adalah hasil pengamatan saya selama tinggal dan menyekolahkan anak di Selandia Baru.

Waktu

Di Selandia Baru, usia wajib bersekolah ialah 6-16 tahun. Meski demikian, anak umur 5 tahun dapat diterima di Sekolah Dasar (SD).

Pendidikan dasar dan menengah berlangsung hingga 13 kelas, yakni Year 1 sampai Year 13 atau sampai pelajar berusia 19 tahun.

Uniknya, anak-anak masuk ke sekolah dasar (primary school) berdasarkan tanggal ulang tahun ke-5.

Misalnya, si anak berulang tahun ke-5 pada tanggal 10 April, maka ia pindah ke primary school pada tanggal 10 April, sementara pada tanggal 9 April ia masih berada di taman kanak-kanak (kindegarten).

Begitu pula saat pelajar berulang tahun ke-19, ia boleh meninggalkan bangku sekolah meski tahun ajaran belum usai.

Untuk tahun ajaran baru dibagi dalam empat masa (term). Lamanya satu term berkisar 2 hingga 2,5 bulan, dan di antara term ada libur selama 2 hingga 3 minggu.

Adapun jam pelajaran primary school dimulai pada pukul 09.00 pagi dan berakhir pada pukul 17.00 sore.

Anak diperbolehkan datang lebih lama atau pulang lebih cepat tanpa dikenakan sanksi. Aturan ini sangat menguntungkan anak-anak karena tidak perlu terburu-buru berangkat ke sekolah. Sehingga, anak-anak punya cukup banyak waktu untuk melakukan ibadah, sarapan dengan santai, bahkan untuk bermain.

Biaya

Pendidikan di Selandia Baru terdiri dari tiga tingkatan: early childhood education (sampai usia 5 tahun), primary and secondary education (usia 5-19 tahun), dan further education (pendidikan tinggi).

Primary school menyelenggarakan kelas Year 1 hingga kelas Year 6, kemudian intermediate school melanjutkan kelas Year 7 dan Year 8, dan secondary school untuk kelas Year 9 hingga Year 13.

Pemerintah menggratiskan biaya pendidikan primary dan secondary school pada sekolah-sekolah negeri. Sementara untuk sekolah swasta, biaya pendidikan mengikuti kebijakan sekolah masing-masing.

Layanan sekolah gratis tersebut bisa dinikmati oleh seluruh warga negara Selandia baru dan pendatang yang telah memiliki status penduduk tetap (permanent residents).

Menariknya, pengunjung atau turis sekalipun diperbolehkan mencicipi sekolah selama maksimal tiga bulan meski tanpa mengantongi visa pelajar.

Sementara anak-anak yang orang tuanya mendapat visa tinggal sementara juga dipersilakan belajar di taman kanak-kanak dan sekolah dasar negeri secara gratis selama visa berlaku, kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu yang juga tidak jadi kewajiban.

Seragam dan Zonasi

Sekolah-sekolah negeri di Selandia Baru pada umumnya tidak memberlakukan seragam.

Anak-anak bebas menggunakan pakaian apa saja ke sekolah, bahkan sepatu pun tidak wajib. Hanya pada musim panas, para murid diinstruksikan untuk menggunakan topi saat berada di luar gedung.

Selandia Baru juga menerapkan sistem zonasi sekolah. Artinya, anak dianjurkan bersekolah di sekitar tempat tinggal mereka.

Setiap sekolah wajib menyediakan tempat bagi anak-anak di lingkungannya.

Jika ingin sekolah di luar zona tempat tinggal diperbolehkan, tetapi anak harus mengajukan permohonan dan sekolah yang dituju juga tidak wajib memberi tempat melainkan tergantung ketersediaan kapasitas.

Kurikulum

Satu hal yang unik adalah bahwa Selandia Baru memiliki dua kurikulum nasional.

Kurikulum pertama disebut The New Zealand Curriculum yang diterapkan oleh sekolah-sekolah berbahasa Inggris secara umum.

Sementara sekolah berbahasa Maori (suku asli Selandia Baru), menggunakan kurikulum berbasis filosofi Maori yang disebut Te Marautanga o Aotearoa.

Pada pendidikan dasar, kurikulum pendidikan di Selandia Baru fokus pada dasar pembelajaran di berbagai mata pelajaran dan kompetensi tetapi terutama dalam literasi dan berhitung.

Kemudian pada pendidikan menengah, mereka belajar kurikulum yang luas dan seimbang, dengan beberapa spesialisasi di Year 11-13.

Sederhananya, anak-anak di sekolah dasar diajarkan hal-hal dasar dari setiap ilmu, yang mana fokus pada hal-hal mendasar yang perlu diketahui anak pada setiap tingkatan usianya.

Guru meminimalisir pekerjaan rumah alias PR. Kalaupun ada, biasanya berupa proyek menulis, membaca dan membuat resensi buku atau proyek kreativitas.

Prinsipnya, anak belajar akademik hanya di sekolah. Rumah adalah tempat untuk belajar kehidupan bersama keluarga.

Menariknya, anak-anak tidak pernah membawa tas berat. Semua buku-buku pelajaran dan alat tulis disimpan di kelas.

Anak hanya perlu membawa perlengkapan diri seperti topi, jaket, makanan, minuman dan kebutuhannya yang lain setiap kali berangkat ke sekolah.

Visi kurikulum pendidikan Selandia Baru terasa impresif, yaitu "Orang muda yang percaya diri, terhubung, terlibat secara aktif, dan pembelajar seumur hidup" (Ministry of Education, 2015).

Prinsip dasar yang ditetapkan adalah "Harapan tinggi, Perjanjian Waitangi, Keanekaragaman budaya, Inklusi, Belajar untuk belajar, Keterlibatan komunitas, Koherensi, Fokus masa depan".

Kompetensi kunci pendidikan Selandia Baru juga sangat riil, yaitu kemampuan untuk hidup dan belajar seumur hidup.

Penulis melihat langsung bagaimana pola pengajaran di kelas sekolah dasar di Selandia Baru benar-benar mengejawantahkan pokok-pokok kurikulum tersebut.

Anak-anak dipersiapkan untuk menjadi orang yang mampu berpikir, mengendalikan diri, percaya diri, suka belajar, terlibat dan berkontribusi terhadap masyarakat. Bukankah itu kemampuan yang paling penting dimiliki seorang manusia?

Kompetensi "berkontribusi terhadap masyarakat" diharapkan terwujud dengan belajar menghargai keanekaragaman dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial.

Singkatnya, murid-murid tidak dibentuk menjadi orang pintar yang terisolir dan tidak memberi manfaat pada lingkungannya.

Keterlibatan dalam lingkungan sekitar yang majemuk dipercaya akan membentuk pikiran positif.

Dengan memahami orang-orang di sekelilingnya, anak diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungannya.

Pendidikan Karakter

Pendidikan di Selandia Baru juga terlihat unggul dalam pembentukan karakter anak.

Ada karakter lain yang terlihat dibangun sejak dini, yaitu memahami bahwa manusia itu berbeda-beda. Berbeda ras, budaya, agama bahkan kondisi kesehatan yang berbeda.

Selandia Baru memang memiliki keanekaragaman budaya karena banyaknya pendatang yang tinggal di sana.

Hampir di setiap kelas terdapat murid dari berbagai negara, ras dan agama. Namun di balik perbedaan itu, anak-anak juga diajak mencari kesamaan melalui permainan. Bahwa dengan orang yang berbeda ras dan budaya pun ternyata terdapat kesukaan yang sama, sifat yang sama dan kesamaan-kesamamaan lainnya.

Hal itu dilakukan terus-menerus dan dipercaya memperkuat rasa kebersamaan dan mengikis intoleransi.

Sekolah mengajarkan anak-anak untuk saling memberi manfaat kepada rekan-rekannya dan bukan saling bersaing apalagi menjatuhkan.

Sebagai contoh, anak-anak sering belajar dalam kelompok kecil. Keberhasilan kelompok adalah keberhasilan bersama. Lalu anak-anak yang sudah paham diwajibkan untuk mengajari temannya yang belum paham dan bukannya merahasiakan pengetahuannya untuk dirinya sendiri.

Tidak ada ranking kelas dan ujian, dan tidak ada pula rapor yang berhias angka-angka.

Sebagai gantinya, rapor siswa adalah sebuah laporan kualitatif tentang perkembangan anak yang dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Laporan singkat itu juga memberitahu orang tua tentang kelebihan dan kekurangan si anak.

Kepercayaan diri anak-anak dipupuk sejak kecil, persis seperti visi kurikulum.

Mereka dibiasakan untuk menyampaikan pendapat, pidato singkat, atau menceritakan resensi buku yang dibaca. Porsi belajar satu arah diminimalisir.

Sebaliknya, metode dialog dan diskusi yang sering dilakukan. Guru terbiasa menghargai setiap pertanyaan dan sanggahan anak.

Hal ini terbangun terus hingga dewasa, di mana penulis mengalami sendiri bagaimana para dosen di perguruan tinggi selalu menyambut pertanyaan mahasiswa dengan ekspresi "good question".

Apa yang membuat anak-anak bersemangat selama di sekolah adalah (mungkin) proses belajar yang tidak monoton.

Ruangan kelas mereka mirip kelas anak TK di Indonesia, penuh warna, karya yang ditempel di dinding, dan posisi bangku yang fleksibel.

Metode belajar mengkombinasikan penggunakan audio visual dan aktivitas di luar kelas, mirip sekolah alam di Indonesia.

Semua sekolah dasar di Selandia Baru juga dilengkapi dengan satu set taman bermain yang lazimnya ada di sekolah TK Indonesia.

Di sanalah murid-murid berlatih otot-otot dan mengendurkan pikiran setiap jam istirahat.

Bagi mereka, "School is fun! Studying is fun-learning". Anak-anak, pada umumnya, justru tidak suka masa liburan, tetapi sangat bergembira waktu kembali ke sekolah.

Penulis melihat sendiri reaksi anak-anak penulis dan anak-anak tetangga. Hal paling mendasar adalah mengenai standar pelajaran.

Di kindergarten (usia empat tahun ke bawah) anak sama sekali tidak diajar calistung (membaca, menulis, dan berhitung).

Mereka berpendapat bahwa anak balita tidak seharusnya dibebani calistung namun menikmati fase untuk belajar bersosialisasi, bermain dan merangsang kreativitas.

Calistung dikenalkan dengan halus pada kelas Year 1. Secara umum matematika diajarkan dengan pendekatan logika dan tematik bukan dengan cara menghapal. Contoh-contoh atau praktek didesain sedemikian rupa untuk mengajarkan anak berhitung.

Alih-alih mengejar kemampuan matematika dan sains, sekolah dasar di Selandia Baru memberikan pendidikan pokok tentang kehidupan.

Sejak usia dini, anak-anak diedukasi tentang keselamatan diri, baik di darat maupun di air. Keselamatan di air diajarkan, misalnya, dengan latihan mengapung untuk bertahan di air.

Sementara keselamatan di darat diajarkan dengan simulasi menghadapi gempa, bagaimana bereaksi terhadap pelecehan dan kekerasan, hingga edukasi lalu lintas seperti menyeberang, berskuter dan bersepeda.

Mempertimbangkan Menyekolahkan Anak di Selandia Baru?

Demikianlah sekilas sistem pendidikan dasar di Selandia Baru. Menarik, bukan?

Rasanya kelebihannya jauh lebih banyak dari kekurangannya. Dari segi waktu belajar dan pembagian tahun ajaran saja sudah terasa menyenangkan. Anak-anak dapat menikmati proses belajar yang tidak terkesan marathon.

Orang tua juga dapat menyesuaikan waktu dengan nyaman seperti persiapan berangkat sekolah hingga masa libur panjang yang relatif serentak dengan dunia kerja.

Materi pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan anak sesuai usianya. Pendidikan karakter dan keselamatan menjadi poin yang krusial.

Pengetahuan tersebut benar-benar berguna bagi anak-anak dalam menghadapi dunia nyata.

Pelajaran yang variatif dan seimbang membuat anak-anak malah lebih suka sekolah daripada libur.

Selandia Baru memang tidak mengejar kemampuan matematika dan sains pada usia muda seperti yang mungkin dianggap oleh sebagian orang sebagai hal yang penting.

Hal itu menunjukkan bahwa usia dini bukanlah saat yang tepat untuk mengukur kemampuan literasi, matematika dan sains. Meskipun, barangkali, kualitas akademik anak-anak sekolah dasar Selandia Baru diasumsikan tertinggal, tetapi pada akhirnya mereka unggul secara keseluruhan. Bukankah ini baik sebagai bahan pertimbangan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Dampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah terhadap Sektor Industri

Kata Netizen
Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Paradoks Panen Raya, Harga Beras Kenapa Masih Tinggi?

Kata Netizen
Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Pentingnya Pengendalian Peredaran Uang di Indonesia

Kata Netizen
Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Keutamaan Menyegerakan Puasa Sunah Syawal bagi Umat Muslim

Kata Netizen
Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Menilik Pengaruh Amicus Curiae Megawati dalam Sengketa Pilpres 2024

Kata Netizen
Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Melihat Efisiensi Jika Kurikulum Merdeka Diterapkan

Kata Netizen
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Hari ke-7 Idulfitri

Kata Netizen
Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com