Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agil S Habib
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Agil S Habib adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Subsidi Transportasi Umum Lebih Utama daripada Subsidi Mobil Listrik

Kompas.com - 25/12/2022, 18:09 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Sejak keponakan saya merantau dan tinggal di rumah, saya dan istri berbagi tugas untuk mengantar-jemputnya ketika pergi dan pulang bekerja.

Padahal sesekali istri bilang agar keponakan saya menggunakan transportasi umum saja untuk pergi dan pulang dari tempatnya bekerja.

Namun karena alasan jarak tempat kerjanya yang cukup jauh dari rumah saya dan ditambah lagi adanya risiko keamanan ketika bepergian sendiri dengan transportasi umum--terutama di malam hari--membuat saya masih ragu untuk memberikannya izin pergi dan pulang menggunakan transportasi umum.

Ditambah lagi kemudahan mengakses transportasi umum menjadi pertimbangan utama bagi seseorang untuk mau menggunakan atau malah mengabaikan transportasi umum.

Ketika seseorang menggunakan transportasi umum, harapannya adalah tentu terhindar macet karena memiliki jalur tertentu seperti TransJakarta dan waktu tempuh untuk tiba di rumah tentu akan lebih cepat.

Kemudian, pertimbangan soal frekuensi keberangkatan transportasi umum juga perlu diperhatikan. Jika waktu menunggu transportasi umum lebih lama daripada waktu perjalanannya, maka banyak orang yang tak tertarik menggunakan transportasi umum

Sederhananya, jika transportasi umum tersebut mudah, cepat, dan nyaman, tentu akan semakin banyak orang yang memilih beralih menggunakan transportasi umum.

Namun, pada kenyataannya menurut data Kementerian Perhubungan jumlah kendaraan pribadi ternyata masih jauh mengungguli jumlah transportasi umum yang aktif.

Di tahun 2021, data Kemenhub menunjukkan bahwa terdapat sekitar 77 juta kendaraan pribadi yang meliputi mobil, sepeda motor, dan beberapa jenis kendaraan lainnya.

Sementara jumlah transportasi umum hanya berkisar 500 ribu armada. Jumlah itu ironisnya sudah meliputi bus, minivan, dan beberapa transportasi umum lainnya.

Padahal jika saja pemerintah Indonesia mau menekan jumlah pertumbuhan kendaraan pribadi dan lebih giat mengembangkan serta menambah jumlah transportasi umum, maka akan bisa mengurangi kemacetan dan menurunkan kadar emisi gas buang kendaraan dalam upaya penyelamatan lingkungan secara perlahan.

Namun, dengan paparan data dari Kemenhub yang menyatakan bahwa jumlah kendaraan pribadi masih jauh lebih banyak dari jumlah armada transportasi umum, itu artinya penyumbang terbesar emisi karbon di Indonesia adalah kendaraan pribadi.

Selain menjadi penyumbang emisi karbon, banyaknya jumlah kendaraan pribadi di jalan juga menjadi penyebab utama kemacetan. Dari kemacetan itu juga akan meningkatkan konsumsi bahan bakar kendaraan yang pada akhirnya juga akan menambah jumlah gas buang kendaraan.

Solusi yang ditawarkan adalah mengurangi jumlah kendaraan pribadi atau setidaknya meminimalisir jumlah yang beroperasi di jalanan agar suplai emisi karbon bisa dikurangi.

Akan tetapi, situasi sebenarnya tidaklah semudah yang diucapkan. Menerapkan sebuah kebijakan yang akan mengubah kebiasaan masyarakat untuk berpindah dan mengutamakan penggunaan transportasi umum tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Meminimalisir Terjadinya Tindak Kriminal Jelang Lebaran

Kata Netizen
Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Ini Rasanya Bermalam di Hotel Kapsul

Kata Netizen
Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kapan Ajarkan Si Kecil Belajar Bikin Kue Lebaran?

Kata Netizen
Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Alasan Magang ke Luar Negeri Bukan Sekadar Cari Pengalaman

Kata Netizen
Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Pengalaman Mengisi Kultum di Masjid Selepas Subuh dan Tarawih

Kata Netizen
Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Mencari Solusi dan Alternatif Lain dari Kenaikan PPN 12 Persen

Kata Netizen
Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Tahap-tahap Mencari Keuntungan Ekonomi dari Sampah

Kata Netizen
Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Cerita Pelajar SMP Jadi Relawan Banjir Bandang di Kabupaten Kudus

Kata Netizen
Mengapa 'BI Checking' Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Mengapa "BI Checking" Dijadikan Syarat Mencari Kerja?

Kata Netizen
Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Apakah Jodohku Masih Menunggu Kutemui di LinkedIn?

Kata Netizen
Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Pendidikan Itu Menyalakan Pelita Bukan Mengisi Bejana

Kata Netizen
Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Banjir Demak dan Kaitannya dengan Sejarah Hilangnya Selat Muria

Kata Netizen
Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Ini yang Membuat Koleksi Uang Lama Harganya Makin Tinggi

Kata Netizen
Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Terapkan Hidup Frugal, Tetap Punya Baju Baru buat Lebaran

Kata Netizen
Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Emoji dalam Kehidupan Kita Sehari-hari

Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com