Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
H.I.M
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama H.I.M adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Bali di Antara Banyaknya Anjing Liar dan Rabies

Kompas.com, 14 Juli 2023, 09:04 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Belum lama ini heboh soal video anak yang meronta-ronta dan merasa ketakutan di sebuah Puskesmas ketika diberikan air minum. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa anak tersebut memiliki gejala tertular rabies.

Anak tersebut dibawa ke rumah sakit setelah sempat digigit oleh anjing perliharaannya. Namun keterlambatan pihak keluarga menyadari bahwa si anak terinfeksi rabies akhirnya nyawa sang anak tidak bisa diselamatkan.

Kejadian tersebut terjadi di Bali. Memang tak dapat dimungkiri bahwa di Bali banyak sekali anjing baik yang dipelihara maupun anjing liar.

Berdasarkan data yang dihimpun Kepala Dinas Kesehatan Bali, Nyoman Gede Anom, sepanjang tahun 2023 terdapat 19.035 kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) yang menimpa masyarakat Bali.

Dari 19.035 kasus, sebanyak 300 warga dinyatakan positif rabies dan empat orang di antaranya diketahui meninggal dunia. Salah satu dari empat orang tersebut diketahui berasal dari Kabupaten Buleleng, dua orang dari Kabupaten Jembrana, dan satu orang lainnya dari Kabupaten Badung.

Berkaca dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Bali sedang berada di bayang-bayang penyebaran penyakit rabies.

Faktor Maraknya Rabies di Bali

  • Minimnya Kesadaran Masyarakat akan Perawatan Hewan Peliharaan

Bagi masyarakat dengan latar pendidikan yang baik, apalagi mereka yang memang tergabung dalam komunitas pecinta hewan di Bali, mereka sudah memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan hewan peliharaan.

Mereka juga akan memberikan vaksin rutin kepada hewan peliharaannya, termasuk vaksin rabies. Kesadaran dan pemahaman tersebut berangkat dari sikap mereka yang menempatkan hewan peliharaan sebagai bagian dari keluarga.

Sikap tersebut lantas membuat mereka sangat peduli terhadap hewan peliharaannya sehingga mereka tak punya keraguan untuk mengeluarkan dana lebih demi menjaga hewan peliharaannya tetap sehat dan tak berpenyakit.

Sementara di sisi lain, bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan sayangnya mereka menempatkan anjing sebagai sekadar hewan penjaga rumah. Hal ini juga dipengaruhi biaya untuk memberikan vaksin pada hewan cukup tinggi.

Di samping itu mereka juga menganggap hewan peliharaan memiliki antibodi yang bagus untuk menangkal semua penyakit, jadi mereka cenderung cuek dan tak peduli akan kesehatan hewan peliharannya.

  • Banyak Anjing Liar yang Tak Terawat

Di Bali sayangnya banyak sekali anjing liar yang tak terawat. Banyak masyarakat yang mengadopsi anjing ketika masih kecil karena mereka menilai anak anjing ini lucu dan terlihat menggemaskan.

Namun ketika si anjing sudah beranjak dewasa, ia akan mulai ditelantarkan dan tak lagi diperhatikan.

Apalagi anjing termasuk salah satu hewan yang bisa berkembang biak dengan cepat. Sekali berkembang biak, anjing bisa melahirkan 6-10 anak.

Jumlah anak anjing yang bertambah banyak inilah yang kadang membuat sang pemilik kewalahan dan akhirnya membuat ia menelantarkan atau malah membuang anjing yang tak mau ia urus.

Banyaknya anjing-anjing yang ditelantarkan inilah yang kerap menimbulkan masalah karena tidak terawat dan akhirnya kerap mengidap berbagai penyakit, mulai dari penyakit kulit, cacingan, hingga rabies.

Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada, di Bali diprediksi ada sekitar 599 ribu ekor anjing.

Yang membuat semakin miris adalah dari jumlah 599 ribu ekor ajing di Bali, mayoritasnya didominasi oleh anjing liar yang hidup berdampingan dengan masyarakat.

  • Langkah Antisipasi yang Bisa Dilakukan

Sebagai orang yang tinggal di Bali, saya pribadi juga waswas ketika melihat anjing liar ketika berada di luar rumah.

Ditambah lagi sikap anjing tak bisa diprediksi, kadang anjing bisa cukup tenang namun juga tak jarang bisa begitu agresif ketika kita berada di dekatnya.

Kita juga perlu memahami apakah anjing atau hewan lain, seperti kera, rubah, dan lainnya menunjukkan gejala rabies.

Salah satu tanda hewan yang bisa menularkan rabies adalah ia memiliki sikap agresif dan akan menggigit apa saja yang ia lihat, baik benda maupun manusia.

Selain itu hewan itu akan mengeluarkan air liur yang berlebihan, takut akan suara, atau takut air. Maka dari itu, cara terbaik untuk menghindari agar tak terinfeksi rabies adalah dengan melaporkan keberadaan hewan-hewan tersebut kepada pihak terkait.

Jangan sampai kita menjadi masyarakat yang cuek dan tak peduli jika kita sadar dan melihat ada hewan dengan gejala rabies.

Hal ini selain akan menyelamatkan hewan itu, juga tentu akan menyelamatkan hidup kita dari ancaman tertular rabies.

Jika kita melaporkan keberadaan hewan tadi, hewan itu bisa diamankan dan diberi perawatan dengan baik. Dengan begitu meski sedikit, kita bisa ikut berkontribusi memutus rantai penularan rabies di Bali.

Kemudian, sebelum kita memutuskan untuk memelihara hewan, apalagi anjing, pastikan kita mampu, mau, dan siap untuk merawatnya dengan baik. Jangan sampai ketika sudah mengadopsi anjing tersebut, kita malah menelantarkannya karena alasan bosan atau tidak mampu merawat lagi.

Memelihara hewan, terutama anjing, memang mendatangkan kesenangan dan keseruan tersendiri, sebab seakan kita memiliki teman untuk bercanda dan berbicara.

Akan tetapi, kita juga perlu bijak untuk menahan diri dalam memelihara hewan jika kita termasuk orang yang cepat bosan, mudah kesal, merasa kehadiran anjing adalah hal yang menyusahkan, atau tidak merasa tidak mampu secara finansial untuk merawat hewan itu dengan baik.

***

Ketika kita berkunjung ke Bali, kita akan dengan mudah menemukan banyak anjing, baik yang dipelihara dengan baik maupun yang terlepas liar di jalan-jalan.

Anjing liar yang kerap di temukan di jalan-jalan inilah yang kerap menjadi ancaman tersendiri sebab populasinya justru kian bertambah dan rentan mengidap penyakit, seperti rabies.

Kasus yang menimpa satu anak di Bali sejatinya bisa jadi pembelajaran bahwa kita mesti peduli terhadap kondisi kesehatan hewan yang ada di sekitar kita dan ikut berkontribusi dalam memutus penularan rabies.

Cara yang bisa kita lakukan adalah dengan melaporkan keberadaan hewan liar yang diduga terinfeksi penyakit rabies kepada pihak terkait dan menjaga juga merawat anjing peliharaan sebaik mungkin agar terhindar dari berbagai penyakit.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Dilema Bali dalam Bayang-bayang Rabies"

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Rajabasa dan Pelajaran Tentang Alam yang Tak Pernah Bisa Diremehkan
Kata Netizen
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Harga Buku, Subsidi Buku, dan Tantangan Minat Baca
Kata Netizen
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Rapor Anak dan Peran Ayah yang Kerap Terlewat
Kata Netizen
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Merawat Pantun, Merawat Cara Kita Berbahasa
Kata Netizen
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Bukan Sekadar Cerita, Ini Pentingnya Riset dalam Dunia Film
Kata Netizen
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Sumatif di SLB, Ketika Penilaian Menyesuaikan Anak, Bukan Sebaliknya
Kata Netizen
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Dari Penonton ke Pemain, Indonesia di Pusaran Industri Media Global
Kata Netizen
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Hampir Satu Abad Puthu Lanang Menjaga Rasa dan Tradisi
Kata Netizen
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Waspada Leptospirosis, Ancaman Penyakit Pascabanjir
Kata Netizen
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Antara Loyalitas ASN dan Masa Depan Karier Birokrasi
Kata Netizen
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Setahun Coba Atomic Habits, Merawat Diri lewat Langkah Sederhana
Kata Netizen
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Mengolah Nilai Siswa, Tantangan Guru di Balik E-Rapor
Kata Netizen
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Pernikahan dan Alasan-alasan Kecil untuk Bertahan
Kata Netizen
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Air Surut, Luka Tinggal: Mendengar Suara Sunyi Sumatera
Kata Netizen
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Pacaran Setelah Menikah, Obrolan Berdua Jadi Kunci
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau