Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Jika ada yang diharapkan dari saat panen raya yakni penen dapat menopang kebutuhan rumah tangga petani. Sedangkan masyarakat diuntungkan dengan adanya operasi pasar.
Para petani di Kabupaten Madiun sekarang tengah masuk masa panen. Meski sempat ada kenaikan harga gabah pada Desember 2023, ternyata tidak begitu berdampak yang cukup signifikan.
Bayangan saja, pada Desember harga gabah kering giling (GKG) sekitar Rp9.200 per kilogramnya. Sedangkan sekarang saat masa panen berada di kisaran Rp 6.000 per kilogramnya.
Penurunan ini biasa terjadi setiap hari dan secara bertahap, tetapi dengan harga tersebut masih cukup wajar karena petani masih dapat untung.
Akan tetapi jika turun terus hingga di bawah Rp5.000 per kilogramnya, maka petani akan mengalami kerugian, karena tidak seimbang dengan biaya produksi.
Oleh karena itu, tergantung ingin memakai kacamata apa kita melihatnya: jika harga gabah tinggi, menguntungkan petani, tetapi merugikan masyarakat karena harga beras pun akan tinggi.
Namun, apa yang berbeda dengan masa panen kali ini dengan masa panen raya lainnya?
Sebagai gambaran saja, turunnya harga gabah kering panen (GKP) tidak diiringi turunnya harga beras. Terjadi penurunan tetapi lambat, hanya sekitar Rp500-Rp1.000 per kilogramnya.
Sehingga di kios-kios harga beras masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp10.900-Rp11.800 untuk beras medium. Sementara HET beras premium Rp14.900-Rp15.800 per kilogramnya.
Secara umum harga beras di setiap wilayah memilki perbedaan, kalau di Madiun harga beras medium kisaran Rp11.500-Rp14.500 per kilogramnya.
Tetapi untuk beras premium biasanya dijual di harga Rp15.000-Rp16.500 per kilogramnya.
Kalau melihat belum turunnya harga beras di pasaran, setidaknya ada 2 hal yang bisa kita perhatikan apalagi ketika masa panen ini.
1. Bulan Ramadan
Alasan pedagang belum menurunkan harga beras meski HET dari pemerintah sudah ditetapkan adalah bulan Ramadan.
Ini umum sekali terjadi, karena saat bulan Ramadan konsumsi beras meningkat, tetapi tidak diimbangi ketersediaan barang.
Maka wajar sekali kalau ketersediaan terbatas, harga beras susah untuk turun walaupun beberapa wilayah sudah panen raya.
2. Modal Lama
Alasan belum turunnya harga beras saat ini adalah modal yang dipakai untuk membeli beras atau padi.
Beras yang sekarang dijual, membelinya saat harga beras tinggi. Ketika harus menjual dengan harga sesuai HET tentunya akan merugikan pedagang.
***
Pada akhirnya ini seperti jadi sebuah paradoks setiap kali panen raya beras. Ketika harga terus naik, rakyat yang sulit. Tetapi, kalau harga GKP turun drastis, petani yang menjerit.
Apa yang bisa dilakukan Pemerintah untuk menengahi itu? Adakah pasar murah!
Ini mesti jadi perhatian bersama, sebagai negara agraris ternyata masih banyak warga yang berdesakan berburu beras murah.
Saat panen-panen raya berikutnya masyarakat tidak perlu kesulitan mendapatkan beras, walau produksi beras semakin berkurang.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Panen Raya, Kenapa Harga Beras Masih Tinggi?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.