
Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Coba kita tanya pada diri sendiri: mengapa saat menerima pinjaman rasanya ringan dan melegakan, tetapi ketika tiba waktu melunasi utang justru terasa begitu berat, bahkan memicu rasa enggan dan defensif?
Dalam keseharian, kata utang kerap ditulis sebagai hutang. Meski dalam percakapan nonformal penggunaan ini masih lazim, dalam bahasa tulis resmi bentuk bakunya adalah utang, sebagaimana tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Namun, tulisan ini bukan hendak memperdebatkan soal bahasa, melainkan mengajak kita menengok satu persoalan yang jauh lebih dekat dengan kehidupan banyak orang: sikap kita saat menjadi pihak yang berutang.
Menariknya, seseorang yang belum mampu melunasi utang tidak serta-merta berhadapan dengan jerat hukum, selama tidak ada unsur penipuan di dalamnya.
Di balik aspek hukum tersebut, utang tetap menyisakan beban moral dan psikologis yang sering kali tidak ringan.
Tidak sedikit orang—termasuk penulis—merasakan betapa sulitnya melunasi utang, meskipun secara sadar utang itu dibuat atas pilihan sendiri.
Jika diingat kembali, cara kita berbicara saat meminjam sering kali begitu halus dan penuh persuasi. Kata-kata disusun rapi, intonasi dijaga, dan ekspresi wajah menunjukkan harapan.
Anehnya, situasi ini bisa berbalik ketika waktu pelunasan tiba. Nada bicara mengeras, emosi mudah tersulut, dan sikap defensif muncul tanpa disadari.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apa sebenarnya yang membuat seseorang merasa berat untuk melunasi utang?
Faktor Eksternal: Tekanan Ekonomi dan Kondisi Finansial
Sebagian kesulitan melunasi utang memang bersumber dari faktor eksternal.
Kondisi ekonomi, penghasilan, kepemilikan aset, hingga besarnya jumlah utang dan bunga pinjaman menjadi variabel yang memengaruhi kemampuan seseorang membayar kewajibannya.
Dalam sistem pinjaman formal—seperti perbankan atau lembaga keuangan—utang biasanya disertai perjanjian tertulis dan jaminan aset.
Karena terstruktur dan diawasi secara hukum, kasus gagal bayar relatif jarang terjadi tanpa konsekuensi yang jelas. Semua pihak tunduk pada mekanisme yang telah disepakati bersama.
Faktor Internal: Karakter, Psikologi, dan Nilai Pribadi