Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Mengompos itu terlihat mudah, tetapi ketika dijalani tidak sesederhana itu.
Langkah-langkah yang biasa dilakukan dari setor sampah makanan di pagi hari, mengumpulkan dedaunan kering, meracik bio aktivator, hingga mengaduk-ngaduk isi kompos.
Setidaknya ada 3 alasan yang membuat mengompos jadi tidak mudah selain karena prosesnya yang rumit.
1. Mengompos itu lama dan melelahkan
Waktu minimal yang dibutuhkan sejak pengumpulan sampah hingga proses penguraian selesai, mencapai 40 hari.
Itu pun jika kita memakai materai coklat yang cepat mengurai, seperti tanah atau cocopeat.
Jika kita hanya memakai dedaunan kering, tidak ditambah bio aktivator dan jarang diaduk, membuat proses pengomposan berjalan lebih lama. Bisa-bisa mencapai enam bulan hingga satu tahun.
Namun, mengompos sebenarnya mengajarkan kita untuk kembali menghargai proses: bahwa tidak ada sesuatu yang instan.
2. Bau dan jijik
Mengompos identik dengan sampah. Hal ini yang menyebabkan bau menyengat dan hewan kecil menjijikan tidak bisa terhindarkan.
Kendala lainnya lagi yakni belum bau busuk, lengket, juga si tikus yang suka mengobrak-abrik tempat komposter.
Tetapi ada juga caranya agar mengompos itu tidak tercium bau dan dihinggapi serangga. Jadi, kalau kompos mulai mengeluarkan bau menyengat, itu bisa disebabkan karena dari sampah basah.
Oleh karena itu, material coklat seperti daun-daun kering, tanah, atau cocopeat perlu ditambahkan. Bahan tersebut kaya akan unsur karbon sehingga bisa menyerap bau. Selain itu, bio aktivator juga ampuh untuk menyamarkan bau pembusukan.
Ketika kompos tidak becek dan tidak berbau, serangga seperti semut dan lalat pun akan hilang dengan sendirinya.
Meskipun kelihatannya mengompos itu jijik, jasa binatang-binatang ini sangat berharga lho bagi pengomposan.
3. Butuh lahan penyimpanan
Karena proses yang cukup lama sekitar sebulan hingga setahun, jadi mengompos akhirnya penting membutuhkan lahan yang cukup besar untuk penyimpanan.
Kompos akan menghasilkan air lindi, yaitu air dari sampah organik yang turun dari lubang-lubang komposter.
Maka dari itu kompos lebih baik ditaruh di luar rumah, agar tidak mengotori lantai dan menimbulkan bau tak sedap.
Maksudnya luar rumah juga tidak bisa sembarangan tempat, karena butuh area penyimpanan yang terhindar dari hujan.
Sebagai contoh, kalau pekarangan rumah sudah ada halaman maupun kebun, pupuk kompos bisa disimpan di sana saja. Selain bisa diawasi, pupuk juga ketika dibutuhkan sudah bisa langsung dipakai.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Mengapa Banyak Orang "Ogah" Mengompos?"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.