Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Jones dan Hameiri (2022) mengamati bahwa respons ASEAN terhadap krisis Myanmar menunjukkan keterbatasan pendekatan 'jalan ASEAN' yang berbasis konsensus.
Kritik ini menyoroti dilema ASEAN dalam menyeimbangkan prinsip non-intervensi dengan kebutuhan untuk merespons krisis secara efektif.
Kritik lain juga menyasar pada kurang tegasnya ASEAN dalam menghadapi kekuatan besar, seperti China dan Amerika Serikat.
Ba (2019), misalnya, mengungkapkan bahwa strategi ASEAN untuk melibatkan kekuatan besar sambil menjaga otonominya telah menjadi semakin sulit di tengah persaingan Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin intensif.
Ada usulan untuk memanfaatkan AS dalam menghadapi China, tetapi tentu saja usulan itu mengandung risiko yang signifikan.
Pendekatan ASEAN yang mengedepankan konsensus dan non-intervensi memang sering dikritik sebagai lambat dan kurang efektif.
Namun, Narine (2018) menilai prinsip-prinsip ini telah memungkinkan ASEAN untuk menjembatani perbedaan ideologis dan sistem politik di antara anggotanya.
Pendekatan ini, meskipun tidak sempurna, telah berkontribusi pada stabilitas jangka panjang di kawasan. Tantangan ASEAN dalam menghadapi agresivitas China di Laut China Selatan memang signifikan.
Storey (2020) mengamati ketidakmampuan ASEAN untuk menghasilkan respons bersama yang kuat terhadap tindakan China telah melemahkan kredibilitas organisasi. ASEAN perlu untuk memperkuat mekanisme penyelesaian sengketa dan respons kolektifnya.
Membandingkan ASEAN dengan Uni Eropa (UE) memang bisa memberikan perspektif, tetapi perlu mempertimbangkan konteks yang berbeda. Perbedaan sejarah, budaya, dan tingkat pembangunan ekonomi antara Asia Tenggara dan Eropa membuat perbandingan langsung menjadi problematik.
Langkah Konstruktif
Guna menjawab kritik dan tantangan tersebut, paling tidak, ada 5 langkah konstruktif yang bisa memperkuat peran ASEAN.
1. ASEAN perlu meninjau kembali efektivitas mekanismenya dalam menanggapi krisis regional.
Emmers dan Tan (2011) menyarankan adanya pengembangan protokol yang lebih jelas untuk intervensi dalam situasi krisis, sambil tetap menghormati sensitivitas kedaulatan.
2. Memperkuat kerja sama pertahanan dan keamanan di antara anggota ASEAN dapat meningkatkan kemampuan kolektif dalam menghadapi tantangan regional.