Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yose Revela
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Yose Revela adalah seorang yang berprofesi sebagai Freelancer. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Apa yang Membuat PON 2024 Ini Berbeda?

Kompas.com - 19/09/2024, 17:26 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Pekan Olahraga Nasional (PON) biasanya menjadi satu ajang pesta olahraga yang menarik. Selain menampilkan banyak atlet muda, penyelenggaraan yang biasa digilir di setiap provinsi seluruh Indonesia juga menawarkan potensi daya tarik wisata, termasuk yang berbasis kearifan lokal.

Untuk PON edisi 2024, keunikan itu bertambah, karena untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, event empat tahunan ini dihelat di dua provinsi: Aceh dan Sumatera Utara.

Edisi ini menjadi "perintis" PON berformat tuan rumah bersama, karena PON edisi 2028 dan 2032 akan menggunakan format serupa, dengan duet Nusa Tenggara Barat-Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat sebagai tuan rumah.

Sepintas, format ini bisa membuat pesta olahraga nasional lebih semarak, karena cakupan wilayah tuan rumahnya lebih luas. Seharusnya, dari segi kualitas penyelenggaraan juga bisa lebih oke, karena beban biayanya tak lagi ditanggung sendirian.

Kalau setiap provinsi sudah punya fasilitas atau keunggulan di cabang olahraga tertentu, penyelenggaraan PON di Aceh dan Sumatera Utara seharusnya bisa jadi percontohan ideal untuk edisi berikutnya. Dengan catatan, kalau sukses besar dalam arti positif.

Masalahnya, PON 2024 malah menjadi satu panggung yang cukup kacau di berbagai aspek. Persiapan tidak maksimal, kualitas venue dan konsumsi atlet tidak memadai, sampai kualitas wasit bermasalah.

Viralnya skandal keputusan kontroversial wasit di cabor sepak bola dan tinju (yang sama-sama diduga memihak tim dan atlet provinsi tuan rumah) bak membuka kotak pandora. Setelahnya, semua hadir susul menyusul, bahkan viral di sejumlah momen, antara lain karena disiarkan langsung di televisi.

Ada susu yang diganti santan olahan pabrik kemasan mini, ada juga venue yang atapnya bocor atau belum jadi, Untuk event olahraga multicabang tingkat nasional, kualitas seperti ini benar-benar payah. Meski ada dua provinsi jadi tuan rumah, koordinasinya terlalu kacau.

Ditambah lagi, penyelenggaraan event olahraga seperti ini kadang masih diwarnai "previlese perlakuan khusus" untuk tuan rumah. Pada titik ekstrem, previlese ini menghasilkan mentalitas tidak sehat: tuan rumah (minimal) dapat medali, kalau bisa tidak (boleh) kalah.

Mentalitas ini menjadi satu kebiasaan khas di event olahraga nasional, yang juga membudaya juga di level Asia Tenggara bahkan Asia. Hasilnya, setiap kali Indonesia jadi tuan rumah SEA Games atau Asian Games, performanya terlihat keren, tapi itu semua hilang saat gantian jadi tamu.

Mentalitas "jago kandang" ini memang jadi satu penyakit yang melemahkan, dan di PON 2024, itu terbukti berdampak merusak. Atlet yang seharusnya fokus menjunjung sikap sportif malah diracuni dengan tekanan "harus menang" yang tidak sehat.

Andai skandal keputusan kontroversial wasit di cabor sepak bola tidak viral pun, ini tetap akan menciptakan satu budaya tidak sehat. Kalau budaya dan perilakunya saja jelek, jangan harap kualitas atletnya bagus. Apalagi kalau si atlet sudah naik level, misalnya mewakili Indonesia di SEA Games, apalagi Asian Games atau Olimpiade.

Berangkat dari pengalaman di PON Aceh dan Sumatera Utara, Kemenpora, KONI dan pihak-pihak terkait perlu mengevaluasi ulang segala aspek. Dari perencanaan, kualitas infrastruktur, perwasitan, sampai asupan gizi atlet, semuanya harus punya standar baku yang tidak boleh ditawar.

Apapun alasannya, kalau kualitas event  sekelas PON malah berada di bawah turnamen antarkampung (tarkam) itu sudah sangat memalukan. Jangan lupa, ini rutin disiarkan langsung di televisi nasional, dan dilihat masyarakat se-Indonesia.

Jadi, setelah kacau balau di edisi 2024, minimal ada perbaikan pada edisi-edisi berikutnya. Supaya PON mampu menjaring atlet berkualitas, bukan sebatas "arisan olahraga" yang secara bergilir menjadikan tuan rumah juara umum. Bisa?

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "PON 2024, Sebuah Potret Muram"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Diet Saja Tak Cukup untuk Atasi Perut Buncit
Kata Netizen
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Bisakah Berharap Rusun Bebas dari Asap Rokok?
Kata Netizen
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Kata Netizen
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Kata Netizen
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Kata Netizen
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau