Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Dalam dunia pengembangan pribadi dan bimbingan karier, tren baru terus bermunculan yang menjanjikan hasil yang mengubah hidup dengan semudah mungkin.
Salah satu tren tersebut adalah penggunaan tes sidik jari, yang sering dipasarkan sebagai cara untuk mengungkap bakat terpendam, memahami ciri-ciri kepribadian, dan bahkan memprediksi kesuksesan di masa depan.
Sebagai lulusan psikologi dengan keahlian psikometri, saya sangat tidak menyarankan Anda untuk melakukan tes ini.
Berikut akan saya jelaskan apa itu tes sidik jari atau fingerprint test, kenapa tes tersebut menarik, kenapa saya tidak merekomendasikan tes tersebut, dan alternatif tes yang bisa dilakukan.
Tes Sidik Jari (Fingerprint Test)
Tes sidik jari mengklaim menggunakan pola pada ujung jari kita---setiap garis, lengkungan, dan arahnya --untuk mengungkapkan wawasan yang mendalam tentang kepribadian, kecerdasan, dan bahkan takdir kita.
Perusahaan yang memasarkan layanan ini menjanjikan segalanya mulai dari bimbingan karier yang lebih baik hingga peningkatan strategi pengasuhan anak.
Mereka berpendapat bahwa karena sidik jari berkembang di dalam rahim sekitar waktu yang sama dengan otak, pasti ada hubungan antara keduanya.
Meskipun ide ini mungkin terdengar masuk akal bagi telinga yang tidak terlatih, tidak ada dasar ilmiah untuk klaim ini. Pola sidik jari ditentukan secara genetik dan acak.
Tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa tonjolan pada jari kita memiliki hubungan dengan kemampuan kognitif atau ciri kepribadian.
Apa yang Menarik dari Tes Sidik Jari?
Singkatnya, tentu saja hampir semua tes psikologi menarik bagi masyarakat. Banyak orang tertarik karena kita bisa menemukan sesuatu yang mendalam dan unik tentang diri kita sendiri.
Analisis sidik jari mengklaim dapat memberikan jawaban atas pertanyaan rumit tentang kepribadian, kecerdasan, dan arah karier.
Hal ini menggoda karena pemikiran untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan seumur hidup ini melalui pemindaian sederhana terasa seperti jalan pintas menuju pemahaman diri.
Selain itu, pengujian psikometrik tradisional, seperti tes IQ, inventaris kepribadian, dan penilaian karier, dapat memakan waktu, mahal, dan memerlukan pengawasan profesional.
Tes sidik jari menawarkan solusi lengkap yang menjanjikan hasil instan dengan sedikit usaha. Daya tarik kemudahan tersebut membuatnya menarik bagi orang yang mencari jawaban cepat untuk masalah yang rumit.
Terutama bagi para orang tua yang khawatir tentang kinerja akademis atau masa depan anak-anak mereka, mereka sering kali menjadi sasaran layanan ini.
Perusahaan menawarkan pengujian sidik jari untuk menilai kemampuan "bawaan", gaya belajar, atau potensi anak, yang konon membantu orang tua membuat keputusan yang lebih baik tentang pendidikan dan perkembangan.
Tidak sulit untuk memahami mengapa banyak orang tua ingin berinvestasi dalam apa pun yang mengklaim dapat meningkatkan peluang keberhasilan anak mereka.
Lalu, kenapa tes ini tidak saya rekomendasikan?
Permasalahan dalam Tes Sidik Jari
1. Tidak Ada Bukti Ilmiah
Masalah terbesar dengan tes sidik jari adalah tidak adanya dukungan ilmiah untuk klaim yang dibuatnya.
Tidak ada penelitian kredibel yang mendukung gagasan bahwa pola sidik jari berkorelasi dengan kemampuan kognitif, ciri kepribadian, atau gaya belajar.
Meskipun sidik jari ditentukan secara genetik dan unik, sidik jari tidak mengungkapkan apa pun tentang fungsi otak, kecerdasan, atau perilaku.
Gagasan bahwa pola sidik jaridapat memprediksi ciri psikologis seseorang murni spekulatif.
Gagasan ini mengandalkan asumsi bahwa karena sidik jari dan struktur otak berkembang pada waktu yang sama di dalam rahim, pasti ada hubungannya. Namun, ini adalah kekeliruan korelasi yang telah berulang kali dibantah oleh para ilmuwan dan psikolog.
Lalu, ada argumen kalau penemu teknologi sidik jari adalah pebisnis yang tidak akan mempublikasikan efektivitas alat tesnya agar bisnisnya terus berkembang.