Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Di tengah belum usainya kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak, saat ini penyakit lain juga sedang mewabah dan sangat mengancam eksistensi peternakan nasional.
Khususnya pada ternak sapi dan kerbau. Penyakit ini adalah penyakit Septicaemia Epizootica (SE) atau dikenal sebagai penyakit sapi ngorok.
Di provinsi Bengkulu misalnya, kejadian penyakit SE telah meningkat signifikan dalam dua bulan terakhir. Setidaknya, kasus SE telah merebak di tiga Kabupaten yakni di Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kepahiang.
Namun demikian, penyebaran penyakit ini tampaknya semakin meluas. Hingga Minggu (27/10/2024), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bengkulu juga melaporkan bahwa saat ini terdapat sembilan ekor sapi di wilayah kota Bengkulu terjangkit penyakit Septicaemia Epizootica.
Hal ini menjadi penanda bahwa persoalan penyakit ngorok sapi tidak dapat dianggap biasa saja.
Awalnya, wabah penyakit ngorok sapi di Bengkulu ini telah terdeteksi di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur. Hal ini setelah Balai Veteriner Lampung (BVet Lampung) Kementan mengkonfirmasi hasil positif SE dari sampel yang dikirim Dinas Pertanian Bengkulu Selatan pada 24 September 2024.
Setelah itu, melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (i-SIKHNAS), kasus penyakit SE di Bengkulu terus meluas. Per 22 Oktober 2024 misalnya, telah dilaporkan sebanyak 845 ekor ternak yang terjangkit SE, dengan 189 ekor di antaranya dilaporkan mati.
Adapun populasi ternak yang berpotensi terancam mencapai 32.955 ekor. Sebuah ancaman yang juga dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Pasalnya, Bengkulu merupakan salah satu daerah lumbung ternak di wilayah barat bagian selatan pulau Sumatera.
Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022, jumlah populasi ternak sapi potong di provinsi Bengkulu mencapai 155.609 ekor. Sedangkan jumlah populasi ternak kerbau di provinsi Bengkulu sebanyak 40.161 ekor.
Penyakit ngorok sapi ini disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida (bukan disebabkan virus, sebagaimana diberitakan di beberapa media).
Penyakit ini menyerang saluran pernapasan ternak dan dapat menyebabkan tingkat kesakitan serta kematian yang cukup tinggi.
Gejala penyakit ngorok pada sapi yang khas adalah bunyi pernapasan ngorok (mendengkur) dan ternak mati mendadak tanpa gejala yang jelas.
Selain itu, penyakit SE ini juga dikenal sebagai Septicaemia hemorrhagica atau Haemorraghic septecaemia (HS) dan dapat menyebabkan pendarahan pada ternak.
Hal ini diakibatkan karena selain menyerang sistem pernafasan, penyakit ini juga menyerang pada organ organ lain.
Seluruh bagian dari tubuh ternak bisa terserang penyakit ini. Bahkan, dapat menimbulkan pendarahan seperti pada sistem pencernaan, bawah kulit, hingga saluran napas.